KOMPAS.com - Mimpi Elon Musk, petinggi Tesla, untuk menghadirkan mobil listrik yang ramah lingkungan, akan mendisrupsi penggunaan minyak sebagai BBM. Tapi juga komoditas lain, platinum.
Namun, tidak hanya Musk yang mempunyai mimpi memasarkan mobil listrik ke seluruh dunia. Banyak pabrik mobil lain juga berupaya membangun mobil listrik untuk mengurangi ketergantungan akan bensin dan diesel.
Seiring dengan beralihnya permintaan konsumen ke produk yang lebih ramah energi, maka permintaan untuk pipa pembuangan gas bakar atau knalpot juga dipastikan akan berkurang.
Industri ini ke depan akan tetap suram, bahkan dengan rencana Arab Saudi, produsen minyak utama dunia, untuk mengurangi ketergantungan minyak dan beralih ke energi terbarukan.
"Ini merupakan risiko jangka panjang untuk platinum. Mobil listrik sama sekali tidak memerlukan platinum," kata Marc Eliott, analis di Investec Plc yang berbasis di London.
Walaupun begitu, dia melihat dalam 10 tahun ke depan model mobil yang ada masih hybrid, sehingga penggunaan platinum masih ada.
Data tahun lalu, tiap satu dari dua ounce platinum yang digunakan di seluruh dunia dijual ke industri mobil. Rata-rata tambangnya dari Afrika Selatan dan Rusia.
Saat ini, banyak pemerintahan menawarkan subsidi bagi pengendara mobil untuk melakukan perpindahan ke mobil listrik. Produsen mobil juga berencana membangun mobil listrik dengan harga lebih murah dan berjalan lebih jauh.
Jerman, negara produsen mobil terbesar di Eropa, bulan lalu mengumumkan insentif sebesar 1,4 miliar dollar AS, dimana seperempatnya digunakan untuk kemudahan kredit mobil listrik sebesar 7.500 dollar AS per konsumen.
"Ekspansi baterai listrik terjadi di berbagai negara. Di China, Korea dan Jepang," kata Andrew Miller, analis di Benchmark Mineral Intelligence Ltd di London. Menurut dia, mobil hybrid dan mobil listrik akan mencapai pangsa pasar 5 persen dari total pasar mobil dunia di 2020.