Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Akibatnya Jika Biaya Interkoneksi Turun Drastis...

Kompas.com - 26/05/2016, 07:38 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika berencana menurunkan tarif interkoneksi antaroperator seluler.

Pengamat telekomunikasi menilai, kebijakan ini bisa jadi bumerang dan menciptakan turbulensi bagi industri telekomunikasi, jika penurunan tarif dilakukan secara drastis.

Apa itu biaya interkoneksi?

Sebagai pengingat, biaya interkoneksi adalah komponen yang dikeluarkan operator untuk melakukan panggilan lintas jaringan. Biaya ini salah satu komponen dalam menentukan tarif ritel selain margin, biaya pemasaran, dan lainnya.

Formula perhitungan biaya interkoneksi ditetapkan oleh Pemerintah, dan operator hanya memasukan data yang diperlukan sesuai dengan kondisi jaringan masing-masing operator.

Selanjutnya, hasil perhitungan akan disetujui oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Hal ini untuk mencegah operator tujuan memberlakukan tarif interkoneksi yang tinggi yang tidak sesuai dengan biaya investasi jaringannya.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB M Ridwan Effendi menyarankan pemerintah untuk berhati-hati dalam mengambil keputusan terkait penurunan biaya interkoneksi.

“Kalau penurunan biaya interkoneksi itu drastis  dan tak asimetris, pelanggan atau operator telekomunikasi akan dirugikan,” ungkap Ridwan Effendi di Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Menurut dia, biaya interkoneksi adalah salah satu komponen dari tarif retail.  saat ini tarif interkoneksi yang diberlakukan di Industri hanya dibawah 20 persen dari tarif retail lintas operator yang dibayarkan oleh pelanggan.

Kisaran biaya interkoneksi Rp 250 terhadap tarif retail lintas operator Rp 1500. Sedangkan formula tarif retail terdiri dari biaya interkoneksi, service activation fee, dan margin.

“Biaya interkoneksi itu harga dasar jaringan. Jadi, kalau pemerintah ingin menurunkan tarif pungut ke pelanggan, tak akan signifikan itu dengan memangkas biaya interkoneksi. Sejak 2008, penurunan biaya interkoneksi tidak pernah berdampak kepada tarif off-net ritel,” tegasnya.

Lantas, apa dampaknya jika tarif interkoneksi turun drastis?

Menurut Ridwan, jika pemerintah memaksa penurunan secara drastis, dalam jangka panjang akan berdampak kepada tidak mampunya operator melakukan re-investasi mengembangkan jaringan dan pelanggan juga tak bisa menikmati biaya murah dalam penggilan ke sesama nomor operator (on-net).

Sebab, panggilan ke sesama nomor operator mendominasi jaringan selama ini. Hal itu bisa terlihat dari besaran pembayaran biaya interkoneksi kurang dari 20 persen pendapatan operator.

Dia melanjutkan, demi kesinambungan industri, biaya interkoneksi sebaiknya disesuaikan dengan biaya investasi masing-masing operator.

Halaman:


Terkini Lainnya

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Laba Bersih MPXL Melonjak 123,6 Persen, Ditopang Jasa Angkut Material ke IKN

Whats New
Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Emiten Migas SUNI Cetak Laba Bersih Rp 33,4 Miliar per Kuartal I-2024

Whats New
CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

CEO Perusahaan Migas Kumpul di IPA Convex 2024 Bahas Solusi Kebijakan Industri Migas

Whats New
Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Ramai 9 Mobil Mewah Pengusaha Malaysia Ditahan, Bea Cukai Beri Penjelasan

Whats New
BEI Ubah Aturan 'Delisting', Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

BEI Ubah Aturan "Delisting", Ini Ketentuan Saham yang Berpotensi Keluar dari Bursa

Whats New
BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

BEI Harmonisasikan Peraturan Delisting dan Relisting

Whats New
Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Hadirkan Solusi Transaksi Internasional, Bank Mandiri Kenalkan Keandalan Livin’ by Mandiri di London

Whats New
Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Biasakan 3 Hal Ini untuk Membangun Kekayaan

Earn Smart
Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Pertumbuhan Ekonomi RI 5,11 Persen Dinilai Belum Maksimal

Whats New
Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Laba Bersih JTPE Tumbuh 11 Persen pada Kuartal I 2024, Ditopang Pesanan E-KTP

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Menperin Sebut Upaya Efisiensi Bisnis

Whats New
Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Jadwal LRT Jabodebek Terbaru Berlaku Mei 2024

Whats New
Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Emiten Hotel Rest Area KDTN Bakal Tebar Dividen Rp 1,34 Miliar

Whats New
Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Keuangan BUMN Farmasi Indofarma Bermasalah, BEI Lakukan Monitoring

Whats New
Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Bea Cukai Lelang 30 Royal Enfield, Harga Mulai Rp 39,5 Juta

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com