Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini yang Perlu Diluruskan Mengenai Kebijakan Berbagi Jaringan dalam Aturan Penggunaan Frekuensi

Kompas.com - 30/06/2016, 16:00 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada sejumlah hal yang perlu diluruskan ke masyarakat terkait maraknya pemberitaan mengenai aturan berbagi jaringan atau network sharing, menurut pengamat telekomunikasi Nonot Harsono.

Hal ini terkait rencana pemerintah untuk merevisi Peraturan Pemerintah (PP) tentang penyelenggaraan telekomunikasi (PP 52 tahun 2000)  dan PP 53 tahun 2000 tentang  frekuensi dan orbit satelit yang mengakomodasi model bisnis network sharing.

Mantan anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) ini mengatakan, pertama, bahwa kebijakan network sharing itu bersifat boleh, bukan wajib.

Kedua, backbone nasional adalah keharusan bagi Indonesia. Sayangnya, banyak yang belum paham tentang betapa pentingnya Telkom sebagai backbone nasional.

Ketiga, semua operator hadir dalam setiap diskusi tentang network sharing, dan sudah paham bahwa itu penting bagi negara dan hanya bersifat boleh bukan wajib.

Keempat, revisi PP 52 dan 53 sebenarnya sangat penting bagi percepatan penyediaan akses internet di seluruh indonesia dan penataan cyber-territory NKRI.

"Penting bagi penentu kebijakan dan para pemangku kepentingan untuk menyadari perbedaan peran antara Telkom dengan operator lainnya. Meski peran besarnya menjadi kabur karena selain sebagai backbone nasional, Telkom juga melayani masyarakat secara langsung," kata Nonot yang juga menjabat Chairman Mastel Institute kepada Kompas.com.

Jaringan backbone PT Telkom menjadi penghubung semua jaringan akses.
Konsep network-sharing berlaku untuk jaringan backbone dan jaringan akses.
Untuk backbone harus didorong "wajib", sedangkan utk jaringan akses ada dua macam.

"Akses tetap yang menggunakan kabel ke rumah-rumah harusnya cukup satu kabel saja dan di-open-access. Karena tidak elok bila gang-gang dan teras rumah penuh dengan kabel optik, sementara yang dipakai cuma satu, yang lain mubadzir," kata Nonot.

Untuk akses mobile seluler, karena izin penggunaan frekuensi radio diberikan kepada beberapa operator, maka semua berhak membangun BTS.

"Namun jika semua operator membeli dan membangun, betapa banyak menara akan memenuhi kota-kota dan betapa banyak import BTS yang akan menambah defisit neraca perdagangan? Padahal satu BTS bisa dioperasikan dengan pita frekuensi gabungan," lanjut Nonot.  

Satu BTS bisa dipikul dan dipakai bersama oleh dua operator atau lebih, yang disebut sebagai RAN sharing atau network-sharing di level akses. "Inilah kemajuan teknologi yang sudah seharusnya dimanfaatkan," ujar dia.

Hal-hal inilah yang sejak terbit UU 36 tahun 1999 dan PP 52 & 53 belum diatur, sehingga diperlukan revisi sesegera mungkin agar Indonesia dapat memanfaatkan kemajuan teknologi secara maksimal.

Telkom Masih Bisa Untung

Dalam hukum bisnis telekomunikasi, siapapun yang berperan menjadi backbone nasional akan sangat beruntung karena berarti akan menjadi saluran tunggal dari semua trafik dari dan ke seluruh wilayah nusantara. (Baca: Menimbang Untung Rugi Revisi Aturan Penggunaan Frekuensi)

Bukan fisik kabel fiber optiknya yang harus banyak, tetapi kapasitasnya yang harus besar. Karena itu tidak perlu semua menggelar kabel laut, menggali jalan propinsi, menggali jalan raya, memasang tiang kabel, dan seterusnya.

Pemerintah, DPR, dan para penentu kebijakan nasional wajib peduli terhadap jaringan nasional sebagai territory cyber, infrastruktur e-commerce, dan seterusnya, yang sangat terkait dengan kedaulatan cyber dan kepentingan nasional.

Menimbang yang demikian itu, maka tentu tidak mungkin memberikan peran backbone nasional ini kepada non-BUMN. Seharusnya, diberikan kepada PT Telkom, lanjut Nonot.

Sebab, tidak pantas jika backbone nasional ini diberikan kepada Google-fiber atau pun kongsi Microsoft-Facebook, bila indonesia masuk ke TPP (trans pacific partnership).

"Sangat mungkin dua raksasa itu meminta izin utk membangun jaringan fiber optik disini.
Jika itu terjadi, bisa berakhir dominasi Telkom dan kedaulatan cyber makin jauh dari jangkauan tangan indonesia," pungkas Nonot.  (Baca: "Network Sharing", Apakah Berpotensi Melanggar UU Anti Monopoli? )

Kompas TV Inilah Faktor Penyebab Orang Ganti Smartphone

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com