Bahkan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sampai membalas surat cinta, tetapi menyakitkan, yang dikirim Sri Mulyani melalui Kompas.com.
(Baca: Surat Cinta Ibu Menkeu yang Menggemparkan)
Dengan adanya pemotongan anggaran ini, sudah pasti target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2 persen dalam APBN-P 2016 tak akan tercapai.
Bahkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2016 hanya akan mencapai 5,1 persen.
Sementara itu, Bank Indonesia juga merevisi turun pertumbuhan ekonomi turun menjadi 4,9–5,3 persen. Ini merupakan revisi turun kedua yang dilakukan bank sentral.
Sebelumnya, BI merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi 2016 dari 5,2–5,6 persen menjadi 5–5,4 persen.
Bahkan, sebelum ada pemotongan anggaran sebesar Rp 137,6 triliun, Center of Reform on Economics (CORE) memprediksi, pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya 4,9 hingga 5 persen.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pun berpotensi bakal lebih lambat karena pemangkasan anggaran kemungkinan masih akan berlanjut.
Pasalnya, dalam APBN-P 2016, target penerimaan pajak masih terlampau tinggi. Realisasi penerimaan pajak tahun 2015 hanya 8,15 persen dibandingkan realisasi penerimaan pajak tahun 2014.
Pada APBN-P 2016, target penerimaan pajak dipatok sebesar Rp 1.539,16 triliun. Dengan memangkas belanja sebesar Rp 137,6 triliun, berarti pemerintah telah memperhitungkan penerimaan pajak tahun 2016 diperkirakan turun menjadi sekitar Rp 1.402 triliun.
Dibandingkan realisasi tahun 2015, target pajak sebesar Rp 1.402 triliun meningkat sekitar 12,9 persen.
Pertumbuhan pajak sebesar 12,9 persen dinilai masih terlalu tinggi mengingat kondisi ekonomi tahun 2016 tidak jauh berbeda dengan tahun 2015.
Pemerintah sebenarnya punya peluang untuk mendapatkan tambahan penerimaan pajak dari kebijakan pengampunan pajak atau tax amnesty.
Sayangnya, tingkat keberhasilan kebijakan ini belum bisa diprediksi meskipun para pengusaha besar telah berkomitmen untuk mendeklarasi dan merepatriasikan dana sebesar Rp 1.000 triliun dengan uang tebusan sekitar Rp 60 triliun.
Terlebih lagi, kebijakan tax amnesty sempat dikritik masyarakat karena penerapannya yang tak bijak di lapangan dan juga cenderung menyasar masyarakat biasa.
Padahal, prioritas tax amnesty seharusnya ditujukan kepada para konglomerat dan WNI superkaya yang menyimpan dananya di luar negeri.
Kalau sudah begini, mari kita siap-siap kencangkan lagi ikat pinggang....