Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Mario Teguh dan Ironi Masyarakat Urban

Kompas.com - 14/09/2016, 06:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Hanya sebatas industri

Tumbuhnya industri motivasi di Indonesia dimotori oleh mereka yang sebelumnya bekerja sebagai profesional, seperti para CEO dan satu-dua level di bawahnya.

Selain itu, bangkitnya industri motivasi ini juga diinisiasi oleh mereka yang pernah berkecimpung di dunia bisnis, baik mereka yang berhasil maupun yang gagal.

Rata-rata dari pelaku industri ini memiliki kemampuan public speaking yang excellent dan penampilan yang meyakinkan. Mereka juga melakukan self branding untuk menyasar segmen yang dibidiknya.

Para motivator kelas atas gaya bicaranya tak meledak-ledak, namun mengalir, tegas, dan sangat paham kapan harus memberi penekanan pada materi yang disampaikannya.

Saking mantapnya, tak sedikit yang memosisikan mereka tak sekedar sebagai motivator. Lebih dari itu, mereka adalah idola yang setiap perkataannya bagai sebuah sabda yang penting untuk dijalankan.

Mereka rata-rata juga punya asisten yang hampir setiap hari mendampingi ke manapun sang motivator memberikan pelatihan. Tingginya intensitas interaksi dengan motivator, membuat si asisten paham seluk beluk industri ini.

Sehingga tak jarang para asisten ini kemudian mendirikan perusahaan baru di bidang yang sama. Mereka menawarkan tarif yang lebih kompetitif, namun dengan materi yang kurang lebih sama dengan motivator kondang.

Begitulah ranah bisnis ini berkembang, hingga membuat industri motivasi cukup bergeliat di Indonesia.

Kelebihan industri motivasi ini adalah mereka mampu memosisikan diri layaknya lembaga tradisional (seperti keluarga, gerakan keagamaan/spiritual, dsb) yang menjadi rujukan atas nilai-nilai yang dicari oleh masyarakat urban.

Kemampuan meyakinkan orang lain yang ditunjang dengan kalimat-kalimat puitis, membuat kaum urban lupa bahwa para motivator itu adalah pelaku industri yang tumbuh karena ada permintaan. Ada hukum ekonomi di balik munculnya para motivator ini.

Meski jelas-jelas ini adalah industri, terkadang masyarakat urban tak mampu membedakan mana lembaga tradisional dan mana industri.

Karena kaburnya batas-batas tersebut, ekspektasi masyarakat urban terhadap pelaku industri motivasi terlampau tinggi. Bahwa apapun yang dilakukan oleh motivator, haruslah sama seperti yang diucapkannya saat memberi ceramah.

Padahal, itu semua salah kaprah...

Seperti seorang penjual kopi enak yang didatangi ratusan pelanggan tiap harinya. Belum tentu si pedagang kopi suka minuman tersebut. Bisa saja asam lambung si pedagang akan kumat ketika dia menyeruput kopi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com