Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Murniati Mukhlisin
Praktisi Ekonomi Syariah

Pakar Ekonomi dan Bisnis Digital Syariah/Pendiri Sakinah Finance dan Sobat Syariah/Dosen Institut Tazkia

"Zakat Amnesty", Apakah Mungkin?

Kompas.com - 23/09/2016, 10:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorBambang Priyo Jatmiko

Sudah beberapa bulan ini kita semua melihat kebijakan langkah cepat Ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani yang baru kembali ke tanah air berkenaan dengan pengampunan pajak (tax amnesty).

Ibu Menteri yang biasanya dipanggil Ibu Ani (kebetulan sama namanya dengan nama panggilan penulis) ingin memastikan bahwa kas negara terisi kembali dengan dana dari para pembayar pajak yang selama ini tidak transparan kepada negara.

Undang–Undang Pengampunan Pajak yang disahkan pada tanggal 1 Juli 2016 berlaku sampai tanggal 31 Maret 2017 ini menetapkan tarif khusus 2, 3, dan 5 persen bagi pelapor dalam tiga periode pengampunan.

Nilai Pajak Indonesia

Melalui program pengampunan pajak, dana pajak diperkirakan dapat terkumpul Rp 1.539,2 triliun pada akhir tahun 2016 ini, yang dapat menutupi paling tidak 73,9 persen APBN Perubahan senilai Rp 2.082,9 triliun.

Di banyak negara, pendapatan pajak memang menjadi sumber utama untuk belanja negara yang ditujukan untuk pembangunan termasuk pelunasan utang.

Bicara soal utang, utang luar negeri Indonesia di pertengahan tahun 2016 telah meningkat tajam hingga Rp 4.250 triliun, dengan rasio 27 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

Pendapatan pajak di beberapa negara memang menjadi penyumbang cukup besar terhadap pembangunan, bahkan sampai separuh dari nilai PDB, yaitu nilai pasar semua produk dan jasa yang diproduksi di negara tersebut.

Lihat saja negara–negara yang disebutkan di dalam survei The Heritage Foundation tahun 2015, seperti Belgia, Bosnia Herzegovina, Kuba, Denmark, Norwegia, Perancis, Italia, dan Swedia yang nilai pajaknya menyumbang sekitar 50 persen dari total pendapatan negara dalam PDB-nya.

Pada tahun yang sama, pembayar pajak di Indonesia menyumbang hanya 12 persen terhadap PDB, atau lebih rendah dari Malaysia yang wajib pajaknya menyumbang 15 persen.

Walaupun demikian, ada juga beberapa negara yang tidak mewajibkan pajak kepada rakyatnya, misalnya Arab Saudi, Oman, Bahrain, UEA, Monako, dan negeri jiran kita, Brunei.

Karena kekayaan yang berlimpah, seperti minyak dan gas, negara–negara tersebut ternyata tidak memerlukan lagi bantuan rakyatnya melalui pungutan pajak.

Apakah Indonesia nantinya akan menjadi negara yang bergantung pada rakyatnya dengan pungutan pajak yang makin tinggi untuk pembangunan (APBN), atau menjadi negara yang menghapus/mengurangi beban pajak rakyatnya karena keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan perekonomian yang semakin maju?

Jawabannya adalah tergantung dari kita semua, apakah kita menjadi rakyat yang bersyukur atas segala yang Allah SWT berikan atau menjadi kufur atas nikmat yang ada.

Jika kita bersyukur, tentu nikmat akan senantiasa bertambah. Caranya adalah dengan mengelola kekayaan yang ada dengan siddiq, amanah, fathonah, dan tabliqh sehingga dapat dinikmati segenap rakyat Indonesia secara adil.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BRI Bakal Ambil Langkah Hukum soal Konten Ajakan Tarik Uang dari Bank

BRI Bakal Ambil Langkah Hukum soal Konten Ajakan Tarik Uang dari Bank

Whats New
Soal Uang Hilang di Tabungan, Ekonom Sebut Perbankan Punya Pengawasan Ketat

Soal Uang Hilang di Tabungan, Ekonom Sebut Perbankan Punya Pengawasan Ketat

Whats New
PetroChina Dinilai Konsisten Tingkatkan Kompetensi Perajin Batik dan Dorong Literasi di Jambi

PetroChina Dinilai Konsisten Tingkatkan Kompetensi Perajin Batik dan Dorong Literasi di Jambi

Whats New
Wamen BUMN: Emas Bukan Aset 'Sunset'

Wamen BUMN: Emas Bukan Aset "Sunset"

Whats New
Peleburan 7 BUMN Karya Ditargetkan Rampung September 2024

Peleburan 7 BUMN Karya Ditargetkan Rampung September 2024

Whats New
Relaksasi Harga Gula Akan Berakhir, Pengusaha Ritel Berharap Stok Terjamin

Relaksasi Harga Gula Akan Berakhir, Pengusaha Ritel Berharap Stok Terjamin

Whats New
Komitmen Dorong Inklusi Keuangan, Bank Mandiri Perkuat Peran Mandiri Agen

Komitmen Dorong Inklusi Keuangan, Bank Mandiri Perkuat Peran Mandiri Agen

Whats New
Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Resmikan The Gade Tower, Wamen BUMN: Jadi Simbol Modernisasi Pegadaian

Whats New
Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Kemenperin Kasih Bocoran soal Aturan Impor Ban

Whats New
Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Pengusaha Ritel: Pembatasan Pembelian Gula Bukan karena Stok Kosong

Whats New
Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Luhut Minta Penyelesaian Lahan di IKN Tak Rugikan Masyarakat

Whats New
Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Prudential Indonesia Rilis Produk Asuransi Kesehatan PRUWell, Simak Manfaatnya

Whats New
Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Kunjungi IKN, Luhut Optimistis Pembangunan Capai 80 Persen pada Agustus 2024

Whats New
Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Wamendes PDTT: Urgensi Transmigrasi dan Dukungan Anggaran Perlu Ditingkatkan

Whats New
IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

IDSurvey Tunjuk Suko Basuki sebagai Komisaris Independen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com