Tak hanya itu, guna mengurangi masuknya barang dari Meksiko, Trump ingin membangun pagar di bagian selatan negara itu yang berbatasan dengan Meksiko.
Dengan China, Trump ingin menaikkan tarif hingga 45 persen agar barang-barang dari negara itu bisa dihambat masuk.
Langkah AS untuk menerapkan proteksionisme tentu menjadi pertanyaan, sekaligus memunculkan kekhawatiran bagi stabilitas perdagangan dunia, yang sudah saling terhubung.
Di Indonesia, dalam jangka pendek, langkah Trump direspons dengan bergejolaknya pasar finansial, seperti anjloknya rupiah yang hingga mencapai Rp 13.800 per dollar AS. Sementara di pasar modal, IHSG anjlok hingga 3,5 persen.
Dalam jangka panjang, jika rencana itu terwujud, dampak yang muncul tentu akan jauh lebih terasa hingga ke sektor riil karena pasar ekspor menjadi tertutup
Ada yang menyebut, saat ini perekonomian dunia bersiap mencari keseimbangan baru. Di mana pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang tak sekencang sebelumnya. Di sisi lain pertumbuhan AS bisa lebih tinggi.
Terlepas dari itu, bagaimanapun, AS selama ini menjadi "nabi" bagi implementasi pasar bebas dan globalisasi.
Jika sang "nabi" telah menyatakan bahwa pasar bebas lebih banyak memberikan mudharat ketimbang manfaatnya, haruskah para pengikutnya perlu mulai untuk mempertimbangkan melakukan proteksionisme? Wallahu a'lam bishawab.
Terakhir saya hanya ingin mengutip sebagian syair lagu dari Bang Haji Rhoma Irama
yang berjudul Kegagalan Cinta.
Kau yang memulai kau yang mengakhiri...
Kau yang berjanji, kau yang mengingkari...