Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPPU: Butuh Kewenangan Kuat untuk Berantas Kartel dan Monopoli

Kompas.com - 18/11/2016, 20:18 WIB
Pramdia Arhando Julianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Pengaswas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, pemberantasan kartel atau praktik persaingan usaha tidak sehat di Indonesia masih membutuhkan upaya yang keras.

Menurut Syarkawi, KPPU sebagai lembaga yang bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha memerlukan kewenangan yang lebih kuat dari yang dimiliki sekarang. 

Dengan itu, saat ini pihaknya bersama DPR tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Persaingan Usaha yang akan merevisi  UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

"Memang tujuan kami dalam undang undang ini agar lebih memberi penguatan bagi kewenangan KPPU, memberi penguatan dari sisi kelembagaan KPPU," ujarnya kepada Kompas.com, Jumat (18/11/2016).

Syarkawi menambahkan, RUU tersebut mengatur sejumlah klausul yang bertujuan untuk mempertegas kelembagaan KPPU sekaligus sebagai upaya menekan tindakan atau praktik persaingan usaha yang tidak sehat. 

Menurut Syarkawi, dengan aturan yang berlaku saat ini, lembaganya kurang memiliki taring sehingga perilaku kartel atau monopoli masih subur.

"UU yang sekarang justru kurang adil untuk pelaku usaha, kewenangan kami juga seperti macan ompong tanpa taring. Suaranya saja keras, padahal lemah," ujar dia.

Syarkawi membantah jika revisi UU Nomor 5/1999 akan menjadi sumber disinsentif bagi perekonomian nasional. Sebaliknya, penguatan KPPU dalam RUU tersebut malah akan memberikan kepastian hukum berusaha, sehingga dapat meningkatkan iklim Investasi di Indonesia serta menciptakan efisiensi ekonomi dan produktifitas nasional.

Rancangan UU ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha, masyarakat atau konsumen. Juga penyeimbang antara pelaku usaha besar, menengah, serta pengusaha kecil.

Menurutnya, mayoritas pengusaha menginginkan agar otoritas KPPU diperkuat. Hanya segelintir saja yang tidak menginginkan penguatan KPPU karena tidak memahami arti penting persaingan sehat bagi kesinambungan bisnisnya.

"Sebagian besar menyadari bahwa esensi RUU ini untuk menjamin kesempatan berusaha yang sama untuk semua kelompok usaha baik besar maupun kecil, mendorong efisiensi, serta meningkatkan daya saing,” ujar Syarkawi.

Ia menjelaskan, kewenangan KPPU saat ini berupa pelaporan atau inisiasi perkara, penyelidikan, penuntutan, hingga pemutusan perkara merupakan hal yang berbeda dari perkara pidana yang dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Kewenangan penyelidikan hanyalah untuk meyakinkan pimpinan Komisi dalam penanganan perkara dan bukan dalam rangka pro yustisia. 

KPPU sekarang pun bukan berperan sebagai Hakim tetapi seolah-olah Hakim, quasi judisial. Selain itu, keputusan KPPU hanya berupa sanksi administratif atas pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dari pelaku usaha.

Apalagi, keputusan yang ditetapkan Majelis Komisi bisa diajukan keberatan lagi oleh pihak terlapor ke pengadilan. "Jadi, KPPU bukanlah  lembaga yang super body," jelas Syarkawi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Penerimaan Pajak Konsumsi Terkontraksi 16,1 Persen

Whats New
Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Catat, 7 Strategi Punya Rumah untuk Milenial dan Gen Z

Earn Smart
Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Simak 8 Tips Menabung untuk Beli Rumah

Earn Smart
Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Melalui Transportasi Laut, Kemenhub Berupaya Wujudkan Konektivitas di Indonesia Timur

Whats New
Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Status 17 Bandara Internasional Dihapus, INACA Ungkap Sederet Manfaatnya untuk Penerbangan Nasional

Whats New
1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

1 Lot Berapa Lembar Saham? Ini Perhitungan Mudahnya

Spend Smart
Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Jumlah Bandara Internasional Dipangkas, InJourney Airports: Banyak yang Tidak Efisien

Whats New
Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Usai Gempa Garut, Pertamina Pastikan SPBU hingga Pangkalan Elpiji di Jabar Aman

Whats New
Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Kemenkop-UKM Tegaskan Tidak Melarang Warung Madura Beroperasi 24 Jam

Whats New
BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

BTN Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3 dan S1, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Ada Gempa Garut, Kereta Cepat Whoosh Tetap Beroperasi Normal

Whats New
Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Akhirnya, Bea Cukai Bebaskan Bea Masuk Alat Belajar SLB yang Tertahan Sejak 2022

Whats New
Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Sri Mulyani Minta Ditjen Bea Cukai Perbaiki Layanan Usai 3 Keluhan Terkait Pelayanan Viral di Medsos

Whats New
Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Menuju Indonesia Emas 2045, Pelaku Usaha Butuh Solusi Manajemen SDM yang Terdigitalisasi

Whats New
Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Jadi Sorotan, Ini 3 Keluhan Warganet soal Bea Cukai yang Viral Pekan Ini

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com