Pengolahan di definisikan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu mineral yang menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak berubah dari mineral asal.
Pasal 5 pada Permen ESDM no 6/2017 menyatakan bahwa pemegang IUP dan IUPK bisa mendapatkan rekomendasi ekspor setelah memenuhi berbagai syarat termasuk rencana pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri serta laporan kemajuan fisik yang telah atau sedang melaksanakan pembangunan fasilitas pemurnian yang telah diverifikasi oleh verifikator independen.
Argumen paket kebijakan relaksasi ekspor mineral adalah meningkatkan pendapatan Negara dan mendorong pertumbuhan perekonomian dengan membuka pintu ekspor mineral hasil pengolahan yang belum dimurnikan sampai 2022.
Kebijakan ini tidak sejalan dengan semangat pasal 103 dan 170 di UU Minerba yang kedudukannya lebih tinggi dan menetapkan tahun 2014 sebagai deadline.
Perbedaan ini yang mendorong Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi SDA mengajukan tuntutan pembatalan paket regulasi relaksasi ekspor mineral melalui uji materiil ke Mahkamah Agung (MA)
Repotnya Mengurus Freeport
Keluarnya Paket kebijakan relaksasi ekspor mineral tidak bisa dilepaskan dari kondisi PT Freeport Indoensia (PTFI) yang sudah berjalan sejak 1967 dan belum memiliki smelter yang operasional.
Freeport melaporkan bahwa perusahaannya memiliki pegawai sejumlah 30 ribu orang dimana 97 % adalah orang Indonesia. Sehingga bila berasumsi tiap pegawai memiliki suami/istri serta dua anak berarti PTFI menjadi sumber pendapatan pada lebih dari 116 ribu orang.
Sepanjang 1992-2015 PTFI berkontribusi US$ 16,1 miliar terhadap penerimaan negara sementara kontribusi berupa keuntungan tidak langsung berjumlah 32,5 miliar dolar AS.
PTFI menghasilkan 1,7 % penerimaan APBN, 37,5 % PDRB Provinsi Papua dan 91 % PDRB Kabupaten Mimika yang akan terganggu bila PTFI operasionalnya berhenti.
PTFI dan pemerintah menghadapi dilema dimana PFTI tidak mau membangun smelter yang sangat mahal sampai mendapat kepastian kontraknya diperpanjang dan pemerintah tidak mau memperpanjang kontrak kalau smelter belum dibangun.
PP 1/2017 juga merubah batas pengajuan yang tadinya paling cepat dua tahun sebelum berakhirnya ijin operasi menjadi 5 tahun sehingga pengajuan perpanjangan PTFI tidak harus menunggu tahun 2019.
PTFI berperan besar bagi Indonesia secara historis, finansial dan simbolis. Maka sebaiknya pemerintah melakukan studi komprehensif dan redundant dengan meminta beberapa Universitas dan think thank ternama untuk melakukan Cost Benefit Analysis (CBA) apakah lebih tinggi net benefitnya bagi rakyat Indonesia bila kontrak diperpanjang atau tidak.
Keputusan sebesar ini juga membutuhkan mandat politik yang kuat. Maka perlu dipertimbangkan untuk menunda keputusan diperpanjang atau tidaknya PTFI sampai Presiden dan Kabinet baru dilantik pada tahun 2019.
Adapun tiap capres pada masa kampanye harus memaparkan sikapnya apakah setuju atau tidak dengan membuka detil argument dan kalkulasinya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.