Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Getirnya Perjuangan Risna Hasanuddin Bantu Perempuan Arfak di Tanah Papua

Kompas.com - 20/03/2017, 19:00 WIB
Iwan Supriyatna

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Berawal dari keprihatinan terhadap nasib perempuan di Arfak kampung Kobrey, Manokwari Selatan, membuat Risna Hasanuddin memutuskan untuk mengabdi di tanah Papua Barat.

Wanita yang disapa Risna ini bukanlah orang Papua, dirinya berasal dari Banda Neira di Maluku Tengah. Dia memiliki tekad kuat untuk membantu perempuan Arfak agar tak menjadi generasi tertinggal.

Pada September 2014, wanita kelahiran 1988 ini mendirikan rumah belajar di daerah tersebut dengan tujuan mencerdaskan perempuan Arfak. Namun, bukan kesan nyaman yang pertama kali didapat Risna.

Risna mengaku sempat mendapat pelecehan seksual dan kekerasan fisik oleh orang yang tidak suka akan kehadirannya. Perlakukan tersebut pun tak sekali dirasakan Risna, di 2015 pun Risna mendapatkan perlakuan serupa.

Dirinya mengaku pernah diseret menggunakan motor dan dipukul hingga matanya lebam. Bahkan Risna pun pernah akan diperkosa oleh pemuda setempat, namun Risna berhasil melakukan perlawanan dan selamat dari peristiwa tersebut.

"Intimidasi banyak, dua kali mau diperkosa dan dianiaya tahun 2014 dan 2015," kata Risna menangis sambil mengenang peristiwa tersebut.

Dengan dua kali pengalaman tak mengenakan tersebut, Risna sempat putus asa dan berniat untuk kembali ke tanah kelahirannya. Risna pun sempat berkeluh kesah dengan kedua orang tuanya terkait apa yang telah dialaminya.

Namun, peristiwa tersebut tak menyurutkan tekad kuat Risna untuk terus memberikan ilmu yang didapatnya dari Universitas Pattimura, Ambon.

Berbekal tekad dan keyakinannya serta dukungan dari orang tua, Risna secara perlahan mulai merangkul wanita-wanita daerah tersebut untuk diberikan pendidikan yang layak.

"Saya tadinya ingin pulang, tetapi mereka menangis di dekat sumur. Mereka bilang, kita mau jadi apa kalau kak Risna pulang?" ucap Risna.

Mendengar keluhan murid-muridnya yang terdiri dari beberapa wanita lajang atau ibu-ibu daerah tersebut, Risna akhirnya memutuskan untuk meneruskan perjuangan sesuai dengan niat awalnya.

Noken

Berbekal dengan uang seadanya dan kiriman dari orang tua, Risna terus menjalani hari-harinya dengan memberikan pengajaran bagi masyarakat sekitar. Seriring berjalannya waktu, uang Risna terus menipis dan dirasa tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

Dengan keterampilan yang dimilikinya, Risna melihat peluang penjualan Noken. Noken adalah tas tradisional masyarakat Papua yang dibawa dengan menggunakan kepala dan terbuat dari serat kulit kayu.

Sama dengan tas pada umumnya tas ini digunakan untuk membawa barang-barang kebutuhan sehari-hari. Pada umumnya, masyarakat bisa memproduksi Noken, namun masyarakat belum bisa memasarkannya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com