WASHINGTON, KOMPAS.com - Tahun 2017 ini seharusnya dipandang sebagai tahun penguatan nilai tukar dollar AS. Pasalnya, penguatan ini diprediksi terjadi sejalan dengan perbaikan ekonomi dan dampak positif kebijakan Gedung Putih yang pro pertumbuhan.
Namun demikian, hal sebaliknya malah terjadi. Nilai tukar dollar AS merosot. Mengutip CNBC, Selasa (21/3/2017), sejak awal tahun 2017 hingga kini, indeks dollar AS sudah turun sekitar 2,1 persen.
Bahkan, sejak bank sentral AS Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan pekan lalu, indeks dollar AS anjlok 1,4 persen. Faktor penyebab utamanya adalah kebijakan The Fed dan bank sentral Eropa (ECB) tidak terdivergensi sebesar ekspektasi para trader.
Kinerja dollar AS yang kurang menggembirakan juga disebabkan karena tidak ada gebrakan besar yang dilakukan untuk mendukung agenda fiskal Presiden AS Donald Trump. Hal ini khususnya terkait reformasi pajak.
Dollar AS menguat sejalan dengan antisipasi langkah Trump terkait deregulasi, stimulus belanja, dan pemangkasan pajak baik untuk wajib pajak perorangan maupun korporasi. Akan tetapi, dollar AS kemudian melemah ketika pemerintahan Trump memutuskan untuk menghapus dan mengganti program jaminan sosial Obamacare.
Para strategist juga menyatakan bahwa pasar pun mempertimbangkan bagaimana para menteri keuangan negara-negara G20 setuju untuk tidak membicarakan proteksionisme dalam pertemuan G20 pekan lalu.
Keputusan itu sesuai interupsi Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin. Namun demikian, ketimbang "tingkah" AS pada pertemuan G20 di Baden Baden, Jerman pekan lalu, dollar AS dinilai lebih bereaksi terhadap penyesuaian suku bunga acuan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.