Jadi sampai kapanpun liberalisasi sektor migas dan ekonomi lainnya akan tetap terjadi jika mengacu pada UUD 1945 hasil amandemen (UUD 2002). Maka jalan keluar satu-satunya untuk mengembalikan keadilan dan fokus pada kesejahteraan rakyat adalah mengembalikan UUD 1945 yang asli.
Kembali Ke Jati Diri Bangsa
Nyatalah bahwa aturan UUD pasca amandemen tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan Indonesia yang ingin menciptakan terlaksananya dasar-dasar peri-kemanusiaan dan keadilan sosial.
Seperti yang Bung Hatta katakan bahwa Demokrasi Politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi.
UUD 1945 di samping mengatur demokrasi politik juga mengatur demokrasi ekonomi. Manusia Indonesia tidak hanya mempunyai aspirasi politik yang ingin diwujudkan dalam sistem pemerintahan. Ia juga ingin aspirasi ekonominya atau aspirasi kesejahteraannya terjamin dalam sistem pemerintahan yang dijalankan.
Ia ingin agar seluruh bangsa dan masyarakat mencapai hidup yang sejahtera dan berkeadilan. Wujud demokrasi ekonomi setidaknya bahwa mayoritas bangsa atau 90 persen jumlah penduduk atau lebih adalah golongan menengah.
Golongan menengah itu menguasai 75-80 persen kekayaan nasional. Ada rakyat yang menjadi kaya karena kecakapan dan kecerdasan berusaha melebihi yang lain. Akan tetapi golongan kaya ini tidak akan lebih dari 5 persen jumlah penduduk dan hanya menguasai 15-20 persen kekayaan nasional.
Demikian pula pasti ada saja rakyat yang tergolong miskin, tetapi itu tidak lebih dari 5 persen jumlah penduduk dengan sekitar 5 persen kekayaan nasional.
Tidak seperti saat ini, dengan 1 persen penduduk menguasai 50 persen kekayaan nasional. Dampaknya, ketimpangan kesejahteraan sangat tinggi, yang tercermin dari angka Gini Ratio yang mencapai 0,39.
Kalau kita ingin mengurangi kesenjangan, jalannya sudah disediakan oleh para pendiri bangsa, terutama Bung Hatta yang mengedepankan sistem Koperasi.