Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Berly Martawardaya
Dosen

Dosen Magister Kebijakan & Perencanaan Kebijakan Publik (MPKP) di FEB-UI, Ekonom INDEF dan Ketua PP Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)

Bagaimana Indonesia Menghindari Krisis Energi?

Kompas.com - 08/05/2017, 11:07 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Supply dan demand energi

Ada dua pendekatan dalam merespons kondisi Indonesia saat ini yaitu dari sisi supply dan demand.  Keduanya penting dan perlu di jalankan secara simultan.

Data ESDM menunjukkan bahwa sebagian besar cadangan minyak yang belum diverifikasi ada di Indonesia bagian timur atau lepas pantai yang keduanya membutuhkan biaya lebih besar untuk melakukan eksplorasi dan produksi.

harga minyak menembus 140 dolar AS di tahun 2008 lalu turun drastis pada kisaran 30 dolar AS di awal 2016 untuk naik lagi pada kisaran 50 dolar AS sekarang. Meningkatnya supply dari ladang shale di Amerika, meningkatkan supply dunia.

Akibatnya investor jadi berpikir sekian kali untuk melakukan ekslorasi di ladang minyak di daerah terpencil dan lepas pantai yang tidak murah biayanya.  

Survei  yang dilakukan PWC di tahun 2016 pada investor migas di Indonesia menemukan bahwa sebagian besar (61 persen) akan menurunkan investasinya di tahun 2017.

Survei tersebut menemukan bahwa tiga masalah terbesar bagi investor adalah keraguan akan kontrak dan perpanjangannya, kurangnya konsistensi kebijakan dan munculnya kebijakan-kebijakan baru yang meningkatkan ketidakpastian dan risiko.

Kebijakan Gross split yang baru diterapkan oleh Kementrian ESDM sebagai penerus Production Sharing Contract (PSC) dan sistem Cost Recovery akan memicu efisiensi karena meningkatnya risiko yang ditanggung kontraktor dan tidak ada lagi cost recovery yang tidak akan ditanggung perusahaan migas skala kecil.

Pada kondisi ini, International Oil Companies (IOC) juga agak sulit untuk diharapkan meningkatkan investasi karena biaya operasinya cenderung lebih tinggi dan besar tekanan untuk hasilkan profit pagi pemegang sahamnya.

Adalah National Oil Companies (NOCs) dan medium size oil companies yang memiliki cukup dana dan long term view sehingga perlu menjadi target pemerintah untuk diajak investasi dan kolaborasi.

Pada sisi demand, sangat penting untuk memperbaiki transportasi publik sehingga penggunaan kendaraan pribadi dan BBM yang menyertainya menurun. Indonesia perlu   mendorong pengembangan mobil hybrid dan listrik dengan insentif fiskal sehingga terjadi peralihan.

Indonesia memiliki window pendek ketika produksi minyak masih stabil. Sebelum terjadi penurunan yang signifikan, perlu ada kebijakan komprehensif untuk mendorong peningkatan supply energi fosil dan terbarukan sambil mengurangi pertumbuhan permintaan sehingga krisis energi bisa di hindari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com