Belum lama ini, Presiden Joko Widodo memberikan apresiasi kepada KL yang meraih opini WTP dari BPK atas laporan keuangan tahun 2016. Sebanyak 73 laporan keuangan KL dan satu laporan keuangan Bendahara Umum Negara meraih opini WTP. Jumlah ini merupakan capaian tertinggi selama 12 tahun terakhir.
Namun dengan situasi saat ini, wajar jika banyak pihak yang mempertanyakan pencapaian tersebut.
Masyarakat pun mempertanyakan apa yang terjadi dengan 6 KL yang mendapat predikat disclaimer atas laporan keuangan tahun 2016.
Di satu sisi, mungkin 6 KL tersebut memang melakukan kesalahan dalam menyajikan laporan keuangannya. Namun di sisi lain, masyarakat pun bisa menduga, 6 KL itu tidak melakukan pendekatan dan tidak memberi “perhatian” kepada BPK sehingga laporan keuangannya akhirnya tidak bisa di-upgrade.
Salah seorang menteri bercerita bahwa baginya, lebih baik menerima saja mendapatkan predikat selain WTP sembari memperbaiki kesalahan penyusunan laporan keuangan ketimbang mengemis dan menyuap demi mendapatkan predikat WTP dan kebanggaan yang semu.
Sudah saatnya dilakukan reformasi total terhadap proses pemberian opini laporan keuangan dan juga terhadap lembaga BPK. Sudah seharusnya ada pengawas atau pembanding yang bisa menilai audit BPK.
Sebab, buat apa predikat WTP jika tidak bisa menjamin institusi penerimanya bersih dari penyelewengan anggaran atau perilaku korupsi. Sudah saatnya mengembalikan makna WTP ke hakikat yang sebenarnya sehingga penerimanya bisa betul-betul bangga bahwa sudah berhasil mengelola anggarannya secara baik dan jujur.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.