Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangun Kesuksesan Anak dengan Ajarkan Nilai Kebaikan

Kompas.com - 19/06/2019, 07:08 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Seorang penulis buku tentang keuangan dan kesuksesan Esther Wojcicki mengatakan, dia sering dimintai nasehat oleh para orangtua mengenai caranya agar anak-anak bisa sukses.

Melalui pengalaman puluhan tahunnya sebagai seorang ibu, nenek, dan pendidik, ia akhirnya berhasil mengidentifikasi bahwa kesuksesan harus dibarengi dengan memahami nilai-nilai dasar seperti etika dan kebaikan.

Hal ini pun kerap kali ia lihat dalam sosok pengusaha besar, salah satunya CEO Youtube, Susan.

Nilai dasar ini akan membantu anak-anak mencapai kesuksesan. Sayangnya, banyak orang tua yang gagal mengajarkan kedua nilai dasar tersebut.

Agar Anda tak ikut gagal, simak cara ala Esther yang ia tulis dalam bukunya berjudul "How to Raise Successful People: Simple Lesson for Radical Result".

1. Ajari Kepedulian

"Saya percaya mengajari kepedulian itu adalah tugas saya untuk berkontribusi dan membuat seseorang lebih baik. Jika semua orang hanya duduk dan berbicara, tidak ada yang dilakukan. Saya selalu ingin menjadi seorang pelaku," kata Esther Wojcicki dikutip dari CNBC, Rabu (19/6/2019).

Esther mengatakan, dia mengajari putrinya tentang pentingnya melayani masyarakat atau kepedulian. Dia mencoba menunjukkan kepada putrinya melalui tindakan apapun sebisanya.

Dia pun tak menyangka kepedulian yang dia ajarkan berdampak mendalam pada kesejahteraan anaknya.

"Saya tidak menyadari pada saat itu dampaknya mendalam pada kesejahteraan anak-anak, yang telah terkonfirmasi oleh sejumlah penelitian bahwa kepedulian memang membawa anak ke posisi sejahtera," ungkap Esther.

2. Pentingnya Organisasi atau Komunitas

Menurut sebuah studi tahun 2013, remaja yang menjadi sukarelawan untuk anak-anak yang usianya lebih muda akan mengalami penurunan suasana hati yang negatif dan risiko kardiovaskular.

Studi lain dari 2016 menyebut, remaja usia 24-34 tahun yang melakukan pekerjaan sukarela, lebih kecil kemungkinan terjebak ke dalam perilaku ilegal maupun hukuman jeruji besi.

"Tapi berapa banyak dari kita yang memikirkan hal ini ketika mengasuh anak? Berapa banyak dari kita yang menemukan cara untuk berkontribusi dalam membangun kesuksesan dengan bergelut dalam organisasi?" tanya Esther.

"Sedih untuk dikatakan, saya perhatikan semakin banyak anak yang benar-benar fokus pada dirinya sendiri. Ke mana mereka ingin kuliah, ke mana mereka ingin liburan, dan barang apa yang ingin mereka beli. Mereka tidak merasa organisasi itu penting," ungkap Esther.

3. Uang Bukan Segalanya

Esther mengatakan, saat ini anak-anak tumbuh dengan perasaan seolah-olah mereka adalah pusat alam semesta.

Anak-anak kurang mandiri dan tidak siap untuk mengubah dunia ke arah yang lebih baik. Remaja saat ini hanya fokus dengan uang, yang mereka anggap akan membuatnya bahagia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com