Setelah terbitnya UU Nomor 13 Tahun 2010 tentang Hortikultura dan UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, substansi mengenai hortikultura dan perkebunan tidak lagi mengacu pada UU Nomor 12 Tahun 1992, karena substansi mengenai pupuk, pestisida, dan alat dan mesin pertanian belum diatur dalam UU tersebut.
"Substansi pupuk, pestisida, dan alat mesin pertanian secara garis besar diatur dalam RUU ini,” tegas Agung.
Selain itu, menurut Agung, RUU melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 99/PUU-X/2012 yang mengecualikan petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik.
Wasekjen Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Arif Rahman menyambut positif hadirnya RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan.
Menurutnya, RUU ini akan semakin mendorong petani untuk berinovasi dengan menghasilkan varietas-varietas baru.
“Menurut saya RUU ini sangat membantu petani kecil. Kita temui di daerah banyak petani yang melakukan pemuliaan benih. Jadi dengan adanya RUU ini akan mendorong inovasi di tingkat petani,” jelas Arif.
Baca juga: Maksimalkan Pemanfaatan Embung, Kementan Latih Petani
Sementara itu, Sekjen Asosiasi Perbenihan Indonesia (Asbenindo) Nana Laksana Ranu melihat RUU tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan akan menjadi rambu-rambu yang harus diikuti oleh industri benih dalam negeri dan multinasional.
“Asbenindo mendukung hal-hal yang akan membawa kemajuan pertanian untuk menuju peningkatan produksi dan kelestarian lahan pertanian,” jelas Nana.
Menurutnya, perlindungan terhadap hasil penelitian harus betul-betul dihargai.
"Dengan RUU ini, riset dalam negeri akan mendapat tempat yang terhormat di rumahnya sendiri," tutup Nana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.