Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lewat Omnibus Law, Pemerintah Tawarkan 3 Hal Ini ke Pengusaha

Kompas.com - 19/12/2019, 14:00 WIB
Mutia Fauzia,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hingga hari ini, draf omnibus law belum diserahkan pemerintah kepada DPR RI. Padahal, DPR telah memasuki masa reses per Selasa (18/12/2019).

Namun demikian, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memastikan omnibus law yang terdiri dari dua aspek, yaitu perpajakan dan cipta lapangan kerja bakal masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2020.

Meski di sisi lain, Ketua DPR RI Puan Maharani mengaku belum bisa memastikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law usulan pemerintah dapat rampung dalam waktu tiga bulan seperti yang diminta Presiden.

"Iya belum bisa dipastikan, karena saya nerima surpresnya (surat presiden) saja belum," kata Puan di Jakarta, Senin (16/12/2019).

Baca juga: Di Omnibus Law, Pengusaha yang Langgar Aturan Tak Lagi Dipolisikan

Adapun Airlangga, di depan para pengusaha kemarin membeberkan berbagai kemudahan usaha yang bakal diberikan pemerintah di dalam omnibus law, meski omnibus law baru akan memberikan efek terhadap perekonomian enam hingga 9 bulan setelah diundangkan.

Untuk itulah pemerintah bakal mendorong kinerja ekonomi dengan memacu anggaran sejak kuartal pertama tahun 2020 mendatang.

"Kebijakan lain juga akan di tempat ke depan. Seperti untuk PUPR, kalau bisa tender dilakukan di depan. Bahkan kalau bisa di Desember (2019)," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/12/2019).

Berikut kemudahan-kemudahan yang diberikan pemerintah kepada pengusaha lewat omnibus law.

1. UMKM Hanya Perlu KTP untuk Izin Usaha

Airlangga mengatakan, dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pemerintah melakukan restrukturisasi untuk berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perizinan usaha.

Dia mengatakan, untuk proses perizinan tak lagi berlandaskan pada assas perizinan namun berlandaskan pada risiko dari bisnis yang dijalankan.

Nantinya tidak semua jenis usaha memerlukan izin, melainkan hanya jenis usaha yang membahayakan keamanan, kesehatan, dan juga lingkungan atau risk-based license. Sedangkan jenis usaha lainnya cukup menggunakan standar umum dan pengawasan.

"Karena kita melihat risiko berbisnis, untuk UMKM kita sudah tidak lagi dibutuhkan perizinan UMKM," ujar Airlangga di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Baca juga: Omnibus Law Jokowi, Kapan Efek Ekonominya Terasa?

Untuk UMKM, dalam perizinan hanya dibutuhkan KTP atau Nomor Induk Kependudukan (NIK). KTP diperlukan untuk melacak data dari pengusaha yang bersangkutan.

Nantinya, pendaftaran izin usaha tersebut juga bakal mencakup aspek perizinan lain seperti sertifikasi halal.

"Jadi kalau berusaha di bidang membuat keripik, mereka langsung bisa menjual. Tanpa ke sana kemari," ujar dia.

2. Pendirian PT Bisa Perseorangan

Pemerintah juga bakal mempermudah izin pembentukan perseroan terbatas (PT) sehingga PT bisa dibentuk oleh perseorangan.

Adapun aturan modal minimum untuk membentuk PT perseorangan sebesar Rp 50 juta dihilangkan.

"Sehingga dengan PT, risiko bisnis akan dialihkan ke PT dapur untuk masing-masing akan aman. Itu salah satu terobosan yang dilakukan dalam omnibus law," ujar dia.

Baca juga: Di Omnibus Law, Izin Usaha UMKM dan Pendirian PT Dipermudah

3. Pengusaha Tak Lagi Dipidana

Selain itu, bakal ada perubahan basis hukum untuk pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha di dalam omnibus law Cipta Lapangan Kerja.

Dia mengatakan, dasar hukum yang digunakan untuk menindak para pengusaha nakal tak lagi menggunakan dasar hukum kriminial, namun administratif.

Sehingga, jika terjadi pelanggaran, hukuman yang diberikan berupa denda, tak lagi sanksi pidana.

"Tapi kalau pengusaha bandel kita cabut aja. Ada perubahan, sehingga kasus-kasus pengusaha diberi police line dikurangi, itu menambah kepastian berusaha," ujar Airlangga

Baca juga: Ini 6 Poin Penting Omnibus Law Perpajakan

Dikritisi Faisal Basri

Ekonom senior Indef Faisal Basri menilai, kebijakan sapu jagat yang meliputi unsur perpajakan dan cipta lapangan kerja tersebut berisiko hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Sebab menurut dia,  keterlibatan unsur tenaga kerja seperti buruh dalam perumusan kebijakan tersebut sangat minim.

"Jangan sampai omnibus law ini kesannya untuk memenuhi seluruh permintaan dunia usaha terkait cost tenaga kerja. Bisa jatuh Pak Jokowi," ujar Faisal di Jakarta, Rabu (18/12/2019).

Dia pun menilai, berbagai indikator perekonomian yang ingin dikejar melalui kebijakan omnibus law sebenarnya tidak terlalu buruk.

Baca juga: Faisal Basri: Jangan Sampai Omnibus Law Hanya untuk Memenuhi Keinginan Dunia Usaha

Contohnya saja, untuk kinerja investasi dengan porsi investasi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 32,3 persen. Faisal menilai, porsi investasi Indonesia sudah cukup besar.

Sementara dari sisi investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI) Indonesia juga memiliki kinerja yang cenderung baik.

Dengan porsi rata-rata sebesar 2,1 persen terhadap PDB, Indonesia secara nominal masuk ke dalam 20 besar negara penerima FDI tunai terbesar sejak dua tahun yang lalu.

"Di tahun 2018 kita di posisi 16 dan tahun sebelumnya di posisi 18, jadi ada kenaikan dari 2017 ke 2018," jelas Faisal.

Faisal menilai, pemerintah daerah dan buruh menjadi pihak-pihak yang rentan dalam penyusunan kebijakan sapu jagat ini.

Baca juga: Pemerintah Bentuk Satgas Omnibus Law, Apa Tugasnya?

Jika pajak daerah yang menjadi otoritas pemerintah daerah berhak diatur oleh pemerintah pusat di dalam omnibus law, maka berpotensi menggerus pendapatan daerah.

Sementara untuk buruh, Faisal mengatakan hingga saat ini dirinya belum melihat ada intensi keberpihakan terhadap kaum buruh.

"Ini pusat lagi dominasi penguasa dan pengusaha. Diwakilkan dalam kementerian sebagai wakil menteri, selesai sudah. Buruh hempas. No one care. Enggak ada perwakilan yang membantu buruh, enggak ada," ujar Faisal.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com