JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia memiliki potensi untuk meningkatkan pasar produk perikanannya di Jepang.
Namun, hal ini perlu didukung oleh pengembangan teknologi dan finansial yang memadai untuk peningkatan kualitas produk perikanan.
Jepang merupakan salah satu negara pengimpor bahan makanan terbesar di dunia. Lebih dari 11 persen dari total impor merupakan bahan makanan.
Baca juga: Ekspor Produk Perikanan Jadi Peluang Bisnis di Tengah Pandemi Covid-19
Sebagian besar produknya berasal dari Amerika Serikat, China, dan Kanada.
Namun wabah Covid-19 yang terjadi di China membuat impor bahan makanan dari negara tersebut turun drastis. Pada Februari 2020 impor dari China turun 33 persen.
Kini Jepang sedang mencari subtitusi makanan impor dari China, dan ini bisa jadi kesempatan Indonesia khususnya dalam produk perikanan. China memang telah menjadi salah satu pemasok kebutuhan ikan di Jepang.
Ketua Umum Indonesia-Japan Business Network (IJB-Net) Dr Suyoto Rais menyatakan, masyarakat Jepang memiliki tingkat konsumsi ikan yang tertinggi di dunia, setidaknya 8,86 juta ton ikan diperlukan setiap tahunnya.
Baca juga: Mitos atau Fakta: Ikan Gabus Memperlambat Penyembuhan Setelah Operasi Caesar
Menurutnya, tuna dan sidat merupakan produk perikanan Indonesia yang potensial untuk pasarnya meningkat di Jepang.
Di Negeri Sakura itu, tuna menjadi urutan pertama dan sidat urutan keenam sebagai produk ikan yang paling banyak di konsumsi.
"Kebanyakan yang mereka (penduduk Jepang) makan itu ada di Indonesia, bahkan sebagian produsen utamanya itu di Indonesia," ujarnya dalam webinar Teknologi dan Inovasi Indonesia Hadapi Covid-19, Selasa (19/5/2020).
Jepang membutuhkan sekitar 400.000 ton tuna tiap tahunnya, dengan 200.000 ton dipasok dari luar negeri.
Namun pasar Indonesia di Jepang hanya sebesar 6.000 ton per tahun, hanya 3,5 persen dari total impor tuna Jepang.