Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Budidaya Lobster Pakai Kerangkeng Dinilai Lebih Baik ketimbang Keramba Jaring Apung

Kompas.com - 14/07/2020, 15:25 WIB
Fika Nurul Ulya,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo), Effendy Wong mengatakan, budidaya dengan sistem kerangkeng jauh lebih baik dibanding dengan Keramba Jaring Apung (KJA) berukuran 3×3.

Informasi saja, sistem kerangkeng ini banyak diadopsi oleh Vietnam dalam membudidayakan benih-benih lobster.

Kerangkeng-kerangkeng biasanya ditaruh di kedalaman 7-12 meter di bawah laut sehingga terhindar dari pantulan cahaya yang mampu membuat lobster stres.

Baca juga: Harga Benur Kian Mahal, Tanda Eskpor Benih Lobster Bisa Lemahkan Budidaya

"Yang terbaik adalah sistem kerangkeng pada kedalaman 7-12 meter di dasar laut. Ini saya usul ke depan, pembudidaya melakukannya itu dengan sistem kerangkeng Vietnam. Jaring 3×3 (KJA) itu kurang begitu bagus," kata Effendy dalam diskusi daring, Selasa (14/7/2020).

Effendi menuturkan, budidaya lobster menggunakan sistem kerangkeng membuat tingkat mortalitas lobster rendah, pertumbuhan baik, dan tingkat kanibalismenya turun.

Sementara itu, ada beberapa kelemahan berbudidaya menggunakan sistem keramba jaring apung berukuran 3×3. Biasanya, kondisi lobster jauh lebih rentan dan lemah, mortalitas tinggi, serta kanibalisme tinggi.

"Pakai kerangkeng saja, dibuat tali panjang, diikat rantai, kerangkengnya taruh di bawah (dasar laut). Karena kami perhatikan, suhu di Vietnam dengan Indonesia itu nerbeda. Rata-rata di Vietnam rendah hampir 2 derajat dibanding Indonesia. Biasanya keluhan pembudidaya tradisional itu dari suhu," sebut dia.

Baca juga: Kata Edhy, Larangan Ekspor Benih Lobster Banyak Merugikan Masyarakat

Sejauh ini, kata Effendy, tidak ada kendala yang berarti dalam pembudidayaan lobster di Tanah Air. Namun, dibukanya keran ekspor benur berpotensi melemahkan semangat budidaya.

Meski mendukung nelayan yang bekerja menjadi penangkap benih, namun harga benih lobster jadi tidak ramah kantong untuk para pembudidaya, dari Rp 2.000 - Rp 4.000 menjadi Rp 15.000 - Rp 17.000.

Mahalnya harga benur membuat pembudidaya RI makin tak mampu bersaing dengan pembudidaya Vietnam dari segi harga. Para eksportir ini bersaing menangkap lobster di lapangan tanpa batas, yang membuat harganya jadi menurun di Vietnam karena stok berlimpah.

"Saya lihat ekspor benur tanpa batas, dampaknya membentuk model pemanfaatan benur untuk budidaya terus terang saya agak pesimistis. Dampaknya pembudidaya di Indonesia kembali jadi nelayan tangkap," pungkas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com