Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Cara RI Tutup Defisit Anggaran Dinilai Mengejutkan

Kompas.com - 21/08/2020, 18:30 WIB
Kiki Safitri,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

Sumber CNBC

JAKARTA, KOMPAS.com – Rupiah dinilai sebagai mata dengan kinerja terburuk di Asia sepanjang tahun. Hal ini dinilai karena keputusan pemerintah yang meminta bank sentral mendanai sebagian defisit anggarannya yang semakin besar.

Dikutip dari CNBC, Jakarta, Jumat (21/8/2020), pembagian beban utang antara pemerintah dan Bank Indonesia melibatkan pembelian obligasi senilai Rp 397,6 triliun. Utang itu nantinya akan diserap pemerintah dan akan digunakan untuk menutup defisit anggaran yang lebih besar akibat pandemi Covid-19.

Program semacam itu dikenal sebagai monetisasi utang atau pelonggaran kuantitatif (Quantitative Easing/QE) yang hanya digunakan oleh bank sentral utama di negara maju seperti AS dan Eropa.

Baca juga: Subsidi Gaji Rp 600.000, Dirut BPJS Ketenagakerjaan: Anggaran Bukan Berasal dari Dana Peserta

Tetapi semakin banyak bank sentral di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, Filipina, dan Afrika Selatan yang juga mengadopsi beberapa bentuk pelonggaran kuantitatif setelah ekonomi mereka terpukul akibat pandemi Covid-19.

Sejak Indonesia mengumumkan programnya bulan lalu, rupiah tercatat telah kehilangan lebih dari 2 persen nilainya terhadap dolar AS. Para investor khawatir langkah tersebut akan memperluas basis moneter dan berujung pada pelemahan mata uang yang lebih dalam.

Sepanjang tahun ini, rupiah Indonesia mengalami pelemahan 6 persen terhadap dollar AS dan menjadi mata uang berkinerja terburuk di Asia.

“Ini mengindikasikan bahwa monetisasi utang akan menjadi tindakan satu kali tahun ini. Pada saat yang sama, monetisasi uang menimbulkan beberapa pertanyaan tentang pendekatan kebijakan Indonesia dalam jangka menengah," kata Thomas Rookmaaker, direktur dan analis utama untuk Indonesia di Fitch Ratings.

Baca juga: Curhat Pengusaha Bioskop: Sudah Capek Berharap Terus

Thomas mengatakan, bila ini terjadi berulang kali di luar tahun ini, maka akan meningkatkan potensi campur tangan pemerintah dalam pembuatan kebijakan moneter dan dapat menurunkan kepercayaan investor.

Di sisi lain, Indonesia dinilai mencontoh cara Federal Reserve AS membeli aset di bawah program pelonggaran kuantitatif. Pembelian The Fed sebagian besar dilakukan melalui pasar terbuka, sedangkan Bank Indonesia membeli utang yang diterbitkan pemerintah yang telah disepakati melalui penempatan pribadi dan tidak akan menerima bunga atas obligasi tersebut.

Dengan begitu Bank Indonesia akan menjadi pembeli siaga untuk membantu membayar suku bunga obligasi pemerintah senilai Rp 177 triliun lagi, yang akan dijual dalam lelang.

Baca juga: Hadapi Resesi Global, Ekonomi: Pemerintah Perlu Memformat Ulang Kebijakan

“Meskipun BI telah membeli obligasi pemerintah Indonesia sebelumnya, referensi eksplisit dan transparan seperti itu terhadap monetisasi utang di masa depan dan kolaborasi antara pemerintah dan bank sentral cukup mengejutkan untuk pasar yang sedang berkembang,” kata Pierre Chartres, direktur investasi pendapatan tetap di M&G Investments.

Banyak analis menilai, pelemahan rupiah dapat terjadi saat Indonesia sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara berjuang untuk menahan wabah Covid-19. Pada kuartal kedua pertumumbuhan ekonomi minus 5,3 persen.

BI masih memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga guna meningkatkan ekonomi. Namun, dalam hasil RDG kemarin, BI mempertahankan suku bunga untuk mencegah rupiah merosot lebih dalam.

Melansir Bloomberg, pada penutupan perdagangan spot sebelumnya, rupiah ditutup menguat 72 poin atau 0,49 persen di level Rp 14.772 per dollar AS, sebelumnya rupiah ditutup pada level Rp 14.844 per dollar AS.

Baca juga: Mulai 1 Oktober, Kredit Kendaraan Listrik Bisa Tanpa Uang Muka

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com