Ia mengaku, tambahan pupuk tersebut, didapatkan pihaknya dari hasil mengolah keuangan Kementan.
“Pertama, kami beli dari hasil menaikkan harga eceran tertinggi (HET). Dari HET, kami mendapat dana kurang lebih Rp 2,5 triliun,” ujar Sarwo.
Kedua, lanjut dia, dengan menurunkan harga pembelian pemerintah (HPP) kurang lebih 5 persen. Dari sini, pihaknya mendapat uang sekitar Rp 2,3 triliun.
Ketiga, dari mengubah komposisi Nitrogen Phospor dan Kalium (NPK) dari 15 menjadi 12. Dari NPK, pihaknya mendapat kurang lebih Rp 2,3 triliun.
Baca juga: Tangani Dampak Bencana Sulbar dan Kalsel, Kementan Sekaligus Perbaiki Sektor Pertanian
“Jadi total pendapat itu adalah Rp 7,3 triliun. Kemudian ditambah Rp 25,273 triliun dan hasilnya menjadi kurang lebih Rp 20-30 triliun," terang Sarwo.
Sementara itu, menanggapi kelangkaan pupuk pada awal 2021, Sarwo menyebut, hal itu disebabkan karena tidak semua kepala dinas atau bupati langsung menetapkan alokasi pupuk per desa dan kecamatan.
“Pada dua minggu pertama kemarin mereka belum menetapkan alokasi pupuk, sehingga pupuk Indonesia dan anak perusahaannya belum berani mendistribusikan ke kios-kios atau distributor,” jelasnya.
Baca juga: Petani Cirebon Terancam Gagal Panen, Kementan Dukung Mereka Asuransikan Lahannya
Nah, sekarang pihaknya sudah mengejar hampir semua perusahaan dengan membuat Surat Keputusan (SK) penetapan alokasi pupuk bersubsidi ke tingkat desa dan kecamatan.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan dalam minggu ini sampai ke depan kelangkaan pupuk tidak akan terjadi,” harap Sarwo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.