DI TENGAH ekonomi global yang semakin tidak pasti akibat pandemi Covid-19, Agus Suparmanto, mantan Menteri Perdagangan, dan Sung Yun-mo, Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Korea Selatan, menandatangani Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA) pada 18 Desember 2020 di Seoul.
Pemerintah meyakini, perjanjian dagang ini akan memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia, seperti memperluas akses bagi produk-produk Indonesia di pasar Korsel dan mempercepat transfer teknologi dan ilmu pengetahuan dari Korsel.
Setelah penandatanganan IK-CEPA, sayangnya, tidak tampak bagaimana upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan daya saing produk ekspor dan jasa, dan juga tidak jelas bagaimana upaya pemerintah menolong pelaku industri lokal, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), yang saat ini sedang “mati suri” akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Perkuat Hubungan Dagang, RI-Korea Selatan Resmi Tandatangani IK-CEPA
Pemerintah perlu membuat kebijakan kongkret untuk meningkatkan daya saing jasa dan produk-produk dalam negeri agar Indonesia tidak sekedar menjadi pasar produk-produk Korsel pascaratifikasi IK-CEPA.
Tercapainya penandatanganan IK-CEPA mungkin merupakan satu-satunya prestasi yang ditorehkan Agus Suparmanto sebagai menteri perdagangan sebelum ia dicopot Presiden Joko Widodo.
Proses perundingan IK-CEPA dimulai pada 2012 di masa pemerintahan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, tetapi sempat terhenti pada 2014, dan di masa pemerintahan Jokowi, negosiasi dilanjutkan kembali pada Februari 2019.
Sebagai sebuah perjanjian dagang bilateral, IK-CEPA mengandung prinsip, norma, dan aturan, dan Indonesia dan Korsel berhasil menyepakati ketiganya dalam proses perundingan yang relatif singkat, yakni kurang dari setahun.
Salah satu aturan yang disepakati ialah pemangkasan pos tarif perdagangan barang. Korsel akan memotong pos tarifnya hingga 95,54 persen untuk produk Indonesia, dan karena aturan ini bersifat resiprokal, Indonesia akan memangkas pos tarifnya hingga 92,06 persen untuk produk Korsel.
Fasilitas tersebut menunjukkan, kedua negara membuka pasarnya lebar-lebar untuk satu sama lain di bawah koridor IK-CEPA.
Indonesia melihat pasar Korsel penting karena daya beli masyarakatnya yang tinggi, dan karena jumlah penduduknya yang besar, Indonesia juga dipandang sebagai pasar yang penting oleh Korsel. Kedua negara melihat satu sama lain sebagai mitra strategis.
Baca juga: Ini Keuntungan IK-CEPA bagi Indonesia
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.