Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pacu Substitusi Impor, Begini 3 Strategi Pemerintah

Kompas.com - 07/05/2021, 14:49 WIB
Elsa Catriana,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menginisiasi kebijakan substitusi impor sebesar 35 persen pada tahun 2022 dengan tujuan untuk memperbaiki neraca perdagangan nasional, terutama bagi bahan baku dan bahan penolong yang menjadi tulang punggung industri pengolahan nasional.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Muhammad Khayam menyakini, kemampuan pasokan bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri akan meningkat.

Substitusi impor ini diharapkan tidak hanya memacu peningkatan konsumsi bahan baku dan bahan penolong lokal, namun juga memacu industri nasional dalam mengisi kekosongan pada struktur industri yang selama ini diisi dengan cara impor,” ujarnya dalam siaran pers, Jumat (7/5/2021).

Baca juga: PT Pos Indonesia Tetap Buka Selama Libur Lebaran 2021

Guna mewujudkan suksesnya program substitusi impor tersebut, Dirjen IKFT menegaskan, pihaknya berfokus pada penurunan impor bahan baku dan bahan penolong, serta barang jadi dari produk hilir yang secara paralel dilakukan beberapa pendekatan yang di sinergikan dengan pemangku kepentingan terkait.

“Namun yang perlu mendapatkan perhatian adalah penurunan impor bahan baku dan bahan penolong ini seyogyanya tidak menghambat produksi, terutama bagi produk hulu atau setengah jadi yang menjadi input oleh industri turunan atau hilir,” paparnya.

Adapun pendekatan yang bisa dilakukan dalam kebijakan substitusi impor, pertama yakni perluasan industri untuk peningkatan produksi bahan baku dan bahan penolong sebagai input industri turunan. Pendekatan ini lebih ditujukan kepada produsen bahan baku eksisting, ditujukan untuk memperluas volume produksi dan kemampuan supply dalam negeri.

Kedua, investasi baru yang ditujukan bagi para industri untuk menangkap peluang atas besarnya impor bahan baku dan bahan penolong melalui produksi bahan baku dan bahan penolong di dalam negeri.

Baca juga: Optimalkan Penyaluran Kredit, BRI Agro Gandeng Modalku

Ketiga, dengan melakukan peningkatan utilisasi industri. Pendekatan ini kata dia, merupakan salah satu outcome yang diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor bahan baku dan bahan penolong.

“Kebijakan substitusi impor tidak bisa dicapai hanya dengan mengurangi impor saja, sehingga ketiga pendekatan tersebut menjadi penting dan prioritas dalam mencapai target substitusi impor sebesar 35 persen di tahun 2022,” kata Khayam

Menurut dia, sektor IKFT mampu memberikan kontribusi besar terhadap kebijakan substitusi impor tersebut. Potensi ini salah satunya ditunjukkan dari kinerja gemilang industri farmasi, obat kimia dan obat tradisional serta industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia yang pertumbuhannya pada tahun 2020 naik sebesar 9,39 persen (yoy).

Baca juga: Kantor Cabang BCA Tidak Beroperasi Selama Libur Idul Fitri

“Sementara itu, kontribusi sektor industri kimia, farmasi dan tekstil sebesar 4,48 persen, dengan kontribusi terbesar adalah di industri kimia, farmasi dan obat sebesar 1,92 persen,” ungkapnya.

Sepanjang tahun 2020, perkembangan ekspor di sektor IKFT sebesar 33,99 miliar dollar AS dengan surplus 89 juta dollar AS. Sumbangan ekspor terbesar dari industri pakaian jadi dan tekstil, dengan nilai 10,63 miliar dollar AS.

Berikutnya, realisasi investasi tahun lalu di sektor IKFT menembus Rp 61,97 triliun, yang didominasi oleh industri kimia dan bahan kimia. Sedangkan tenaga kerja yang bisa diserap sebesar 6,24 juta orang, dengan penyerapan terbesar di industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,43 juta orang.

Baca juga: Wapres: Saya Harap K/L Koordinasi untuk Revisi UU Wakaf

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com