Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peternak Unggas Kembali Demo, Ini Penjelasan Pataka

Kompas.com - 11/10/2021, 15:25 WIB
Elsa Catriana,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) menilai aksi protes yang dilakukan oleh para peternak rakyat broiler tidak lepas dari anjloknya harga livebird (ayam hidup) dan telur konsumsi (ayam layer).

Sebelumnya diketahui, aksi ini dilakukan di Istana Merdeka, DPR RI, Kementerian Pertanian, Kementerian Sosial serta di kantor beberapa perusahaan swasta.

Dari pantauan Pataka, harga live bird anjlok yang sejak bulan September 2021 menyentuh Rp 16.000 – 17.000 per kilogram di tingkat peternak. Begitupun dengan harga telur yang saat ini mencapai Rp 14.000 – 17.000 per kilogram.

Baca juga: Anjloknya Harga Telur Ayam Jadi Penyebab Deflasi September 2021

Harga tersebut jauh di bawah harga yang ditetapkan pemerintah dalam Permendag No.07/2020.

Ketua Pataka, Ali Usman mengatakan, anjloknya harga livebird dan telur karena dari daya beli masayarakat menurun akibat PPKM yang berlevel di berbagai daerah terutama se Jawa-Bali.

“Banyak Horeka (hotel, restoran, kantin) ditutup. Padahal serapan pasar Horeka cukup tinggi. Selain pasar utama ayam karkas segar dan telur ayam diserap konsumen rumah tangga melalui pasar tradisional dan toko ritail,” ujarnya dalam keterangannya kepada Kompas.com, Senin (11/10/2021).

Dia menjelaskan, kondisi harga dipicu oleh oversupply ayam broiler yang masih terjadi. Padahal faktanya, kata dia, Ditjen PKH Kementan masih melakukan kebijakan pengendalian di hulu.

Berdasarkan Surat Edaran/SE terbaru oleh Dirjen PKH Kementan No. 06066/PK.230/F/1021, pada bulan Oktober 2021 ini, bahwa produksi DOC FS sebanyak 300,25 juta ekor, sedangkan kebutuhan sebanyak 212, 67 juta ekor dan terjadi potensi surplus sebesar 87,58 juta ekor.

"Salah satu tuntutan aksi peternak yaitu ingin mencabut SE Dirjen karena tiap dilaksanakan berdampak harga DOC FS melambung tinggi. Tetapi harga livebird masih berfluktuasi cenderung rendah," ungkap Ali Usman.

Baca juga: Stabilkan Harga Telur Ayam yang Anjlok, Berdikari Serap Telur dari Peternak di Blitar

Sebenarnya, banjirnya pasokan DOC FS pada Oktober ini tidak lepas dampak dari alokasi kuota impor GPS (Grand Parent Stock) sebanyak 675.999 ekor pada tahun 2020, meskipun realisasi kuota impor 2020 dikurangi sebanyak 31.001 ekor dari tahun 2019 sebelumnya yakni sebanyak 707.000 ekor.

Sedangkan pada tahun 2019, data menunjukkan kelebihan GPS sebanyak 53.229 ekor.

“Jumlah ayam oversupply sepanjang 2021 merupakan dampak kuota impor ayam GPS pada 2020. Sebab ayam GPS menghasilkan ayam PS (Parent Stock) dan DOC FS. Jadi pemerintah harus cermat menghitung kebutuhan ayam di masayarakat, terutama di masa pandemi covid-19," ungkap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com