Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bambang P Jatmiko
Editor

Penikmat isu-isu ekonomi

Pemerintah Terjebak “Sunk Cost” dalam Proyek Kereta Cepat?

Kompas.com - 12/10/2021, 10:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Istilah lain yang juga populer mengenai sunk cost trap ini adalah concord fallacy. Hal ini merujuk pada proyek ambisius pengembangan pesawat supersonic Concord yang sempat menjadi kebanggan Inggris dan Perancis.

Proyek ini diawali pada tahun 1956, saat komite transportasi pengembangan pesawat supersonic Inggris menggagas pengembangan pesawat tersebut dengan melibatkan Pemerintah Inggris, serta pabrikan pesawat BAe. Kemudian pada tahun 1962, Perancis bergabung dengan proyek ini.

Hingga akhirnya pada 1976, pesawat impian Inggris dan Perancis beroperasi secara komersial untuk pertama kali. Sebuah kebanggan bagi kedua negara yang berhasil mengembangkan pesawat komersial dengan kemampuan terbang melampaui kecepatan suara.

Meski demikian, kebanggaan tersebut dibayangi oleh tingginya biaya yang telah dikeluarkan untuk pengembangan pesawat Concorde. Apalagi, ada pembengkakan biaya atau cost overrun dalam pembangunannya.

Baca juga: 24 Oktober 2003, Akhir dari Mimpi Pesawat Supersonik Concorde

Belum lagi, operasional pesawat ini membutuhkan biaya yang tak kalah tinggi yang mengakibatkan harga tiket begitu mahal.

Mengutip sejumlah artikel, biaya penerbangan trans-atlantik PP dengan pesawat Concorde hampir 10 kali lipat dari harga yang harus dibayar penumpang yang menggunakan pesawat Boeing 747 buatan AS yang saat itu juga mulai terbang secara komersial.

Hal inilah yang membuat load factor penerbangan menggunakan Concorde sangat rendah. Sehingga perusahaan yang mengoperasikannya, yakni British Airways dan Air France, harus menanggung kerugian.

Setelah beberapa dekade beroperasi, akhirnya operator pesawat ini memutuskan untuk benar-benar menghentikan operasional Concorde karena tidak ekonomis secara bisnis.

Inilah yang kemudian memunculkan terminologi Concorde Fallacy. Sama seperti sunk cost fallacy atau sunk cost trap, Concorde Fallacy mengacu kepada keputusan untuk melanjutkan bisnis/ investasi karena didorong oleh pertimbangan bahwa perusahaan atau negara telah mengeluarkan biaya yang besar sebelumnya.

Dan pada akhirnya keputusan tersebut berakhir dengan hasil yang buruk.

Melanjutkan Pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung

Kembali ke persoalan kereta cepat Jakarta-Bandung, sebelumnya sudah dinyatakan bahwa kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) membengkak atau mengalami cost overrun (kelebihan biaya) menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 114,24 triliun.

Dengan adanya perkiraan pembengkakan anggaran mencapai 8 miliar dollar AS artinya terdapat kenaikan sekitar 1,9 miliar dollar AS atau setara Rp 27,09 triliun.

Atas kenaikan itu, pemerintah memilih untuk ikut campur dengan menggunakan dana dari APBN di tengah sorotan mengenai tidak atau kurang layaknya proyek kereta cepat tersebut dilanjutkan.

Baca juga: Berapa Uang APBN untuk Tambal Biaya Bengkak Proyek Kereta Cepat?

Dalih pemerintah untuk mendukung berlanjutnya pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung ini sebagaimana diungkapkan oleh Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga.

Dalam penjelasannya, Arya menuturkan bahwa pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sudah hampir mencapai 80 persen. Namun karena Indonesia mengalami pandemi, maka pembangunannya menjadi mandek.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com