Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Survei CISA: 77,37 Persen Responden Tolak Rencana Kenaikan PPN

Kompas.com - 13/10/2021, 11:01 WIB
Fika Nurul Ulya,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 1 April tahun 2022 ditolak masyarakat. Hal ini terurai dalam survei nasional besutan Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA).

Survei yang bertajuk "Outlook Ekonomi Indonesia dalam Persepsi Publik" ini menyebut, ada sekitar 77,37 persen responden yang menolak rencana kenaikan tarif PPN. Survei menyasar 800 responden di 34 provinsi dengan metode simple random sampling.

"Praktis yang setuju hanya 10,13 persen dan 12,5 persen tidak memberikan jawaban atau tidak tahu soal kebijakan pemerintah tersebut,” kata Direktur Eksekutif CISA, Herry Mendrofa dalam siaran pers, Rabu (13/10/2021).

Baca juga: Ternyata, Avtur Pertamina Sudah Rambah 47 Negara

Survei menyebutkan, ada beberapa alasan yang membuat publik menolak kenaikan tarif PPN. Masyarakat menganggap, kenaikan tarif dapat menghambat pemulihan ekonomi. Akibatnya, kesejahteraan, kemiskinan, dan pengangguran semakin meningkat.

Sebanyak 28,75 persen responden menganggap kenaikan PPN menghambat pemulihan ekonomi, 18,42 persen menurunkan tingkat kesejahteraan, 16,32 persen berpotensi meningkatkan kemiskinan dan pengangguran, serta 13,25 persen menganggap rentan dikorupsi.

"Adapun 9,05 persen (kenaikan PPN) belum urgensi, dan 6,94 persen (responden lainnya menganggap) masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Beberapa hal inilah yang memicu ketidaksetujuan publik,” tutur Herry.

Sementara itu, masyarakat yang setuju dengan kenaikan tarif PPN beralasan kenaikan PPN akan mendukung akselerasi peningkatan kesejahteraan, pemulihan Ekonomi, efektivitas dan efisiensi kinerja pemerintah, hingga dukungan publik terhadap pembangunan nasional.

Baca juga: Simak, Ini Jenis Barang dan Jasa yang Bebas PPN

Tercatat, sekitar 16,05 persen responden memiliki alasan kuat untuk mendukung kenaikan pajak guna mengakselerasikan peningkatan Kesejahteraan.

"Lalu, 13,58 persen (responden menilai kenaikan tarif PPN) untuk pemulihan ekonomi, 9,88 persen untuk efisiensi dan efektivitas terhadap produktifitas kinerja pemerintah, serta 3,7 persen untuk kepatuhan warga negara," beber dia.

Di sisi lain, survei menemukan ada beberapa responden yang enggan memberikan jawaban terkait kenaikan PPN. Mereka menganggap kebijakan pemerintah belum tersosialisasi dengan masif. Mereka pun merasa "burn out" dengan preferensi kebijakan ekonomi pemerintah selama ini.

Masyarakat juga memilih opsi lain alih-alih menaikkan tarif PPN. Pemerintah menurut mereka, harus mengambil kebijakan prioritas yang lebih ideal, urgen, dan relevan dengan konstelasi nasional.

Sebanyak 15,88 persen publik mendorong pemerintah segera melakukan pemberantasan korupsi secara meluas. Kemudian, 12,86 persen lainnya meminta pemerintah untuk memulihkan ekonomi nasional.

Baca juga: Menkeu: Masyarakat Berpenghasilan Kecil Menengah Tetap Tidak Perlu Bayar PPN

"12,63 persen (meminta) melaksanakan resuffle kabinet, 11,38 persen menguatkan penegakkan hukum dan Hak Asasi Manusia, serta 10,88 persen memperbaiki Kesejahteraan Sosial,” pungkas Herry.

Sebagai informasi, pemerintah menaikkan tarif PPN sebesar 11 persen tahun depan. Namun, tarif tersebut tidak berlaku untuk beberapa barang atau jasa yang dinikmati oleh masyarakat berpenghasilan rendah hingga menengah.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah tetap membebaskan tarif PPN untuk sembako, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, angkutan umum darat dan air, serta angkutan udara.

Bendahara negara ini mengungkapkan, tidak adanya tarif PPN untuk masyarakat kecil mencerminkan keadilan. Sebab, tidak semua barang atau jasa bisa dipukul rata. Ada sembako yang high-end, ada pula sembako yang jadi kebutuhan sehari-hari.

"Kita memberikan fasilitas pembebasan PPN. Ini terutama untuk barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, dan beberapa jenis jasa lain. Masyarakat berpenghasilan menengah kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok tersebut," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers UU HPP, Kamis (7/10/2021).

Baca juga: PPN Naik Jadi 11 Persen Tahun Depan, Skemanya Tetap Single Tarif

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com