Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Dewobroto
Pendidik dan Peneliti

Pendidik dan Peneliti di bidang Kewirausahaan. Tim Kewirausahaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Sekretaris Umum Komunitas Tangan Diatas.

Naik Kelas, UMKM Perlu “Benih”, “Lahan” dan “Pupuk”

Kompas.com - 09/02/2022, 11:26 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

IBARAT sebuah pohon yang diharapkan tumbuh dengan rimbun sehingga berbuah lebat, kewirausahaan atau entrepreneur tidak hanya memerlukan “benih” yang berkualitas, tetapi juga “lahan” dan “pupuk” yang berkualitas pula.

“Benih” kewirausahaan saat ini sudah cukup tersedia di Indonesia. Global Entrepreneurship Monitor (GEM) menempatkan Indonesia di peringkat teratas untuk wirausaha pemula yang bertumbuh, bahkan di masa pademi Covid-19 saat ini.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (KemenkopUKM) bulan Maret 2021, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sebesar 61,07 persen atau senilai Rp 8.573,89 triliun.

UMKM mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,42 persen dari total investasi di Indonesia.

Artinya, Indonesia bukan hanya surplus “benih”, melainkan juga banyak “benih-benih” yang berkualitas.

Buktinya, mereka tak mempan digerus pandemi Covid-19. “Benih-benih” kewirausahaan itu tetap bisa bertumbuh di tengah pandemi yang meluluh-lantakkan dunia usaha.

Namun, untuk menumbuhkembangkan wirausaha pemula, tidak cukup hanya dilakukan dengan menebar benih, tetapi juga harus mempersiapkan lahannya.

Dengan kata lain, wirausaha memerlukan ekosistem yang mendukung untuk kegiatan berwirausaha, atau lingkungan ramah wirausaha.

“Lahan” itu pun sudah cukup tersedia, yakni UMKM. UMKM didukung dengan peraturan atau regulasi sedemikian rupa, sehingga keberadaannya semakin eksis di tengah persaingan usaha melawan pengusaha besar atau bahkan konglomerasi.

Terbukti, dalam menghadapi krisis ekonomi, ketika perusahaan-perusahaan besar banyak yang bertumbangan, UMKM justru masih sanggup bertahan.

“Pupuk” pun telah tersedia. Pemerintah, misalnya, mendorong bertumbuhnya wirausaha dalam bentuk peraturan atau regulasi, pendampingan dan juga pembiayaan.

Perpres Kewirausahaan

Pemerintah menargetkan jumlah rasio kewirausahaan mencapai 3,95 persen tahun 2024, di mana saat ini baru mencapai 3,55 persen dari total penduduk Indonesia.

Untuk mencapai target itu, maka telah terbit Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pengembangan Kewirausahaan yang resmi berlaku sejak 3 Januari 2022.

Perpres itu targetnya mencetak enterpreneur baru dengan pendekatan inkubasi. Meski di Indonesia ada 64 juta pelaku UMKM, tapi yang masuk ketegori enterpreneur baru 3,55 persen.

Perpres tersebut akan menjadi terobosan untuk melakukan percepatan pertumbuhan dan rasio kewirausahaan di Indonesia.

Perpres ini menjadi rujukan Kementerian/Lembaga dan kepala daerah untuk menyusun program strategis terkait enterpreneur.

Kita akui, mengutip berbagai sumber, rasio kewirausahaan Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga yang sudah mencapai 10-11 persen dari jumlah penduduknya.

Bahkan, di Singapura rasio kewirausahaan sudah mencapai 8,5 persen dari total penduduknya.

Pemerintah menerapkan beberapa regulasi yang dibutuhkan untuk melindungi para pelaku UMKM dan membuat sektor ini lebih tertata, antara lain menyangkut perizinan, perpajakan, pendanaan dan kemitraan.

Pemerintah juga memberikan kelonggaran perpajakan bagi UMKM. Bagi mereka yang baru merintis usaha dengan modal terbatas dan omset tak lebih dari Rp 4,8 miliar setahun, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018 agar bisa memberikan ruang lebih bagi UMKM untuk berkembang.

“Pupuk” berikutnya adalah pendanaan atau pembiayaan, dalam hal ini Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Pemerintah berkomitmen untuk terus mendukung UMKM agar mampu bertahan, berkembang, dan bertumbuh di tengah tantangan pandemi dan transformasi melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Alokasi anggaran yang disediakan untuk klaster Dukungan UMKM sebesar Rp 95,87 triliun.

Pemerintah juga menyiapkan berbagai program lainnya untuk mendukung UMKM, seperti subsidi bunga, penempatan dana pemerintah pada bank umum mitra untuk mendukung perluasan kredit modal kerja dan restrukturisasi kredit UMKM.

Kemudian, penjaminan kredit modal kerja UMKM, Banpres Produktif Usaha Mikro (BPUM), Bantuan Tunai untuk PKL dan Warung (BT-PKLW), dan insentif PPh Final UMKM Ditanggung Pemerintah.

Berbagai program tersebut ditujukan untuk meringankan dampak pandemi terhadap UMKM melalui program bantuan dari sisi permodalan.

Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020, sekitar 69,02 persen UMKM mengalami kesulitan permodalan di saat pandemi Covid-19.

Sementara, menurut Laporan Pengaduan ke KemenkopUKM per Oktober 2020, sebanyak 39,22 persen UMKM mengalami kendala sulitnya permodalan selama pandemi Covid-19.

Data tersebut menunjukkan bahwa bantuan permodalan bagi UMKM menjadi hal yang penting. Maka dari itu, pemerintah memberikan dukungan bagi UMKM dari sisi permodalan melalui program restrukturisasi kredit.

Dikutip dari sebuah media, per 31 Juli 2021, tercatat terdapat lebih dari 3,59 juta UMKM telah memanfaatkan program ini dengan nilai sebesar Rp 285,17 triliun.

Di sisi lain, realisasi BPUM telah disalurkan kepada 12,8 juta usaha mikro dengan masing-masing nilai bantuan sebesar Rp 1,2 juta.

Sementara, BT-PKLW yang mulai berjalan di bulan September lalu diberikan kepada 1 juta PKL dan warung masing-masing sebesar Rp 1,2 juta yang disalurkan secara tunai melalui Polri dan TNI.

Guna mempercepat pemulihan UMKM, pemerintah juga meningkatkan plafon KUR dari Rp 253 triliun menjadi Rp 285 triliun di 2021.

Berbagai kemudahan kebijakan KUR, seperti penundaan pembayaran angsuran pokok KUR, perpanjangan jangka waktu dan penambahan limit plafon KUR, serta relaksasi persyaratan administrasi, telah mendorong realisasi penyaluran KUR pada tahun 2021 yang meningkat signifikan.

Realisasi hingga 20 September 2021 telah mencapai 64,48 persen atau senilai Rp 183,78 triliun yang telah dinikmati oleh 4,9 juta debitur.

Per 13 September 2021, KUR telah dimanfaatkan dengan akumulasi Rp 322 triliun yang diberikan kepada 29,5 juta debitur.

“Pupuk” berikutnya adalah kemitraan atau kolaborasi. Salah satu kunci agar UMKM bisa maju adalah dengan mengadopsi pola kemitraan, terutama dengan pelaku usaha besar yang telah memiliki nama.

Pemerintah telah mengatur regulasi tersebut dalam PP Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Dalam Pasal 30 UU 20/2008 dijelaskan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah mengatur Usaha Besar untuk membangun kemitraan dengan UMKM.

Berbagai upaya dan program yang telah diinisiasi pemerintah tersebut perlu diperkuat dan didukung oleh berbagai pihak, termasuk sektor swasta agar dapat semakin memberikan manfaat yang optimal bagi UMKM.

Berbagai langkah strategis terus dilakukan untuk pemulihan ekonomi melalui kolaborasi dengan berbagai otoritas.

Pemerintah juga diwajibkan menyediakan data dan informasi pelaku UMKM yang siap bermitra; mengembangkan proyek percontohan kemitraan; memfasilitasi dukungan kebijakan.

Selain itu, melakukan koordinasi penyusunan kebijakan dan program pelaksanaan, pemantauan, evaluasi serta pengendalian umum terhadap pelaksanaan kemitraan.

Dalam konteks ini, Kementerian Koperasi dan UKM telah menyediakan Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT).

KemenKopUKM kini bahkan telah meluncurkan sekaligus meredesain program PLUT menjadi New PLUT.

Program tersebut merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan koperasi dan UMKM, serta menciptakan entrepreneur produktif.

Redesain PLUT menjadi New PLUT merupakan implementasi dari PP No 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan UMKM.

Dengan program baru yang sudah didesain tersebut, diyakini New PLUT akan mampu mengakselerasi jumlah pelaku usaha mikro untuk naik kelas menjadi usaha menengah dan besar.

New PLUT dapat menjadi solusi bagi penyediaan program unggulan bagi pelaku usaha, karena di dalamnya terdapat inkubasi, konsultasi, bussiness matching hingga showcase bagi produk UMKM atau enterpreneur baru.

Sekali lagi, tahun 2024 jumlah wirausaha di Indonesia ditargetkan mencapai 3,95 persen dari jumlah penduduk.

Untuk menuju ke arah sana, pada awal tahun 2022 ini Presiden Jokowi telah menerbitkan Perpres Nomor 2 Tahun 2022.

Perpres ini bisa menjadi cara ampuh untuk mengejar ketertinggalan rasio pengusaha di Indonesia.

Kemudian, program difokuskan pada empat fase berwirausaha, di mana ada masyarakat umum, calon wirausaha, wirausaha pemula, hingga wirausaha mapan.

Jika semuanya, mulai dari “benih”, “lahan” dan “pupuk” untuk wirausaha sudah tersedia dan berjalan dengan baik, maka ketahanan ekonomi Indonesia akan jauh lebih digdaya lagi.

Indonesia akan bisa berdiri di kaki sendiri atau “berdikari”, seperti dicita-citakan Bung Karno dalam “Trisakti”, yakni berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan. Sekian...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com