Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Riset Oracle, Orang Lebih Ingin Berbisnis dan Bekerja di Perusahaan yang Bertanggungjawab ke Masyarakat dan Lingkungan

Kompas.com - 21/04/2022, 15:30 WIB
Aprillia Ika

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Riset terbaru Oracle, "The No Planet B", menemukan bahwa orang-orang sudah kecewa dengan kurangnya kemajuan yang dibuat masyarakat menuju keberlanjutan dan inisiatif sosial.

Selain itu, mereka ingin organisasi mengubah diri dari sekedar omongan menjadi tindakan. Serta, mereka percaya bahwa teknologi dapat membantu organisasi sukses di mana manusia telah gagal.

Riset Oracle ini menggandeng Pamela Rucker, Penasihat CIO dan Instruktur untuk Pengembangan Profesional Harvard. Riset ini mensurvei 11.005 konsumen dan pemimpin bisnis di 15 negara pada 25 Februari – 14 Maret 2022. 

Baca juga: Industri Berkelanjutan Diprediksi Tumbuh Pesat, Bank DBS Ajak Nasabah Investasi Sektor ESG

Survei tersebut mengeksplorasi sikap dan perilaku konsumen dan pemimpin bisnis terhadap upaya keberlanjutan dan sosial bersama dengan peran dan harapan kecerdasan buatan (AI) dan robot dalam upaya lingkungan, sosial, dan tata kelola (LST).

Hasil survei menyebutkan, orang-orang dari Asia-Pasifik (APAC) ingin agar bisnis meningkatkan upaya keberlanjutan dan sosial

Perkembangan dua tahun terakhir telah menyoroti keberlanjutan dan upaya sosial, dimana banyak orang di seluruh dunia yang merasa kecewa dengan kurangnya kemajuan dan menyerukan agar perusahaan meningkatkan kedua upaya tersebut.

Baca juga: Lippo Group Pastikan Seluruh Lini Bisnisnya Menerapkan Prinsip ESG

 

Di bawah ini adalah beberapa temuan utama dari wilayah Jepang-Asia Pasifik.

  • 95 persen orang percaya faktor keberlanjutan dan sosial lebih penting dari sebelumnya dan 81 persen mengatakan peristiwa selama dua tahun terakhir telah menyebabkan mereka mengubah tindakan mereka.
  • 94 persen responden percaya bahwa masyarakat belum membuat kemajuan yang cukup terhadap inisiatif sosial, 40 persen mengaitkan kurangnya kemajuan dengan orang yang terlalu sibuk dengan prioritas lain, 43 persen percaya itu adalah hasil menekankan pada keuntungan jangka pendek daripada manfaat jangka panjang, dan 37 persen percaya orang terlalu malas atau egois untuk membantu menyelamatkan bumi ini.
  • 50 persen percaya bahwa bisnis dapat membuat perubahan yang lebih berarti pada faktor keberlanjutan dan sosial daripada individu atau pemerintah.
  • 75 persen frustrasi dan tidak puas dengan kurangnya kemajuan bisnis dalam mendorong insiatif berkelanjutan dan sosial hingga saat ini, dan 91 persen percaya bahwa tidak cukup bagi bisnis untuk mengatakan bahwa mereka memprioritaskan Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) – tetapi mereka perlu melihat tindakan dan bukti nyata.
  • 89 persen percaya bisnis akan membuat lebih banyak kemajuan menuju keberlanjutan dan tujuan sosial dengan bantuan AI, dan 66 persen bahkan percaya bahwa teknologi seperti robot akan berhasil ketika manusia gagal.

“Peristiwa dua tahun terakhir telah menyoroti tindakan keberlanjutan dan inisiatif sosial dan orang-orang menuntut perubahan yang nyata. Meskipun ada tantangan untuk mengatasi masalah ini, perusahaan memiliki peluang besar untuk mengubah dunia menjadi lebih baik,” kata Pamela Rucker, CIO Advisor and Instructor for Harvard Professional Development, melalui rilis pers, Kamis (21/4/2022). 

Baca juga: Upaya Sido Muncul Utamakan Keberlanjutan Lingkungan dan Masyarakat Diganjar Proper Emas 2021

 

Perusahaan yang mendukung keberlanjutan dan nyata ada hasilnya lebih diminati

Menurut Rucker, hasil riset menunjukkan bahwa orang lebih cenderung melakukan bisnis dengan dan bekerja untuk organisasi yang bertindak secara bertanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan.

“Sangat penting bagi perusahaan untuk berinvestasi dalam inisiatif keberlanjutan dan LST, karena orang tidak hanya ingin mendengarnya akan tetapi mereka mencari tindakan nyata dan menuntut lebih banyak transparansi dan hasil nyata,” tambah Juergen Lindner, Senior Vice President and CMO, Global Marketing SaaS Oracle.

 

Lindner menambahkan, para pemimpin bisnis memahami penting inisiatif keberlanjutan, namun sering kali memiliki asumsi yang salah bahwa mereka perlu memprioritaskan keuntungan.

"Teknologi yang dapat menghilangkan semua hambatan terhadap upaya LST kini telah tersedia, dan organisasi yang menerapkan hali ini tidak hanya dapat mendukung komunitas dan lingkungan mereka, tetapi juga menyadari perolehan pendapatan yang signifikan, penghematan biaya, dan manfaat lain yang berdampak pada laba,” lanjutnya. 

Sementara menurut Will Symons, Asia Pacific Sustainability and Climate Lead, Deloitte, sangat penting bagi perusahaan, terutama di Asia Pasifik, untuk mengambil tindakan terhadap perubahan iklim dan organisasi mempunyai kemampuan untuk mengubah dan memimpin inisiatif tersebut menjadi kenyataan.

“Hasil studi menunjukkan orang ingin perusahaan memprioritaskan kemajuan pada keberlanjutan dan bersedia memberi penghargaan kepada mereka yang memimpin. Untuk melakukan ini, organisasi harus memikirkan kembali bagaimana mereka menggunakan teknologi untuk beralih dari ambisi ke tindakan berdasarkan komitmen keberlanjutan dan di saat bersamaan memastikan transparansi dan akuntabilitas kepada semua pemangku kepentingan,” katanya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com