Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Dinilai Masih Perlu Impor Daging dan Bibit Hewan Ternak, Ini Alasannya

Kompas.com - 26/05/2022, 19:00 WIB
Ade Miranti Karunia,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menilai Indonesia masih perlu impor daging dan bibit hewan ternak untuk memenuhi kebutuhannya.

Ia mengatakan mengurangi impor tanpa didukung adanya revitalisasi pada sektor peternakan hanya akan menyebabkan kelangkaan dan kenaikan harga.

"Indonesia masih membutuhkan impor daging maupun bibit hewan ternak karena ada keterbatasan pasokan domestik. Sementara permintaan daging semakin meningkat seiring dengan pertambahan populasi dan peningkatan pendapatan terutama bagi kelas menengah yang semakin bertambah," katanya dalam keterangan tertulis, Kamis (26/5/2022).

Berdasarkan outlook daging sapi 2020 dari Kementerian Pertanian, sekitar 30-40 persen kebutuhan daging sapi nasional dipenuhi melalui impor, baik daging sapi atau hewan sejenis lembu lainnya maupun sapi bakalan. Impor daging sapi didominasi dari Australia. Namun di beberapa tahun terakhir Indonesia mulai mengimpor dari India.

Baca juga: Promo BNI Java Jazz 2022, Ada Cashback hingga Hadiah iPhone 13

Menurut Aditya menyeimbangkan impor daging dan bibit hewan ternak dan ketersediaan keduanya di dalam negeri bisa saja dilakukan. Namun hal itu memerlukan perbaikan pada sektor peternakan. Permasalahan produksi daging sapi dalam negeri kata dia, terletak pada sektor industri pembibitan sapi, tahap distribusi yang panjang, dan jalur transportasi.

Daerah produksi utama sapi di Indonesia terletak di Pulau Jawa. Namun mayoritas sapi di sana digunakan sebagai sumber tenaga kerja, tabungan, atau status sosial, bukan sebagai penghasil daging. Sentra produksi sapi kedua berada di kawasan Indonesia timur dengan populasi sebesar 16 persen secara nasional.

Tetapi jumlah kematian anak sapi di kawasan ini relatif tinggi dan angka kelahiran juga rendah. Tahapan distribusi yang panjang juga mempengaruhi harga daging sapi nasional. Sapi dari peternak juga harus melewati tujuh hingga sembilan tahap distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen sebagai daging sapi.

Sebagai negara kepulauan, kegiatan transportasi di Indonesia harus melalui jalur transportasi darat dan laut. Inilah menurut Aditya, yang menyebabkan waktu tempuh jauh dan mengeluarkan biaya mahal.

"Sehingga dapat dikatakan, apabila Indonesia ingin mengurangi ketergantungan impor daging dan bibit hewan, perlu adanya perbaikan dalam industri sapi dalam negeri, seperti dalam industri pembibitan, tahap distribusi dan efisiensi jalur logistik," kata dia.

Baca juga: Kelola Sampah, Platform Jual Beli Kripto Gandeng Startup

Oleh karena itu ia mengusulkan agar menyeimbangkan antara impor daging dan bibit hewan ternak dengan ketersediaan keduanya di dalam negeri, pemerintah dapat melakukan perbaikan industri sapi dalam negeri, meningkatkan produksi, memperpendek jalur logistik, dan melakukan kerja sama dalam transfer teknologi, seperti dengan Australia.

Sementara itu, dia menilai impor daging dan bibit hewan ternak perlu terus difasilitasi untuk mendukung sektor penggemukan hewan ternak, pemotongan hewan, serta untuk memenuhi konsumsi masyarakat.

Untuk membantu mencukupi kebutuhan daging sapi dari impor, pemerintah perlu membenahi sistem impor dan mengupayakan peningkatan harga produksi dan distribusi.

Indonesia juga disebut bisa menambahkan Brasil dan Amerika Serikat sebagai negara pemasok impor daging sapi untuk untuk mengurangi ketergantungan dari Australia.

Selain itu, pemerintah juga bisa memaksimalkan kemitraan Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) untuk mengatasi tingginya harga daging sapi. Melalui IA-CEPA, Indonesia dapat memetik banyak manfaat,

IA-CEPA dinilai memberikan akses preferensial ke lebih dari 99 persen produk pertanian Australia yang diimpor Indonesia, sehingga usaha yang menggunakan pakan biji-bijian (misalnya peternakan) dan daging sapi sebagai bahan produksi bisa mendapatkan keduanya dengan harga yang lebih rendah.

Baca juga: RI-Inggris Bakal Teken Kerja Sama Energi dan Industri Kesehatan di KTT G20 Bali

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KJRI Cape Town Gelar 'Business Matching' Pengusaha RI dan Afrika Selatan

KJRI Cape Town Gelar "Business Matching" Pengusaha RI dan Afrika Selatan

Whats New
Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Baru 4 Bulan, Sudah 11 Bank Perekonomian Rakyat yang Tumbang

Whats New
Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Maskapai Akui Tak Terdampak Pengurangan Bandara Internasional

Whats New
Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Bank BTPN Raup Laba Bersih Rp 544 Miliar per Maret 2024

Whats New
Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Melalui Aplikasi Livin' Merchant, Bank Mandiri Perluas Jangkauan Nasabah UMKM

Whats New
Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, KKP Perluas Jangkauan Pasar Tuna Indonesia

Whats New
Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Terima Peta Jalan Aksesi Keanggotaan OECD, Indonesia Siap Tingkatkan Kolaborasi dan Partisipasi Aktif dalam Tatanan Dunia

Whats New
Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Pasarkan Produk Pangan dan Furnitur, Kemenperin Gandeng Pengusaha Ritel

Whats New
Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

Punya Manfaat Ganda, Ini Cara Unit Link Menunjang Masa Depan Gen Z

BrandzView
Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Asosiasi Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Narkoba pada Rokok Elektrik

Whats New
Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Impor Bahan Baku Pelumas Tak Lagi Butuh Pertek dari Kemenperin

Whats New
Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Cara Isi Token Listrik secara Online via PLN Mobile

Work Smart
Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Pencabutan Status 17 Bandara Internasional Tak Berdampak ke Industri Penerbangan

Whats New
Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Emiten Sawit Milik TP Rachmat (TAPG) Bakal Tebar Dividen Rp 1,8 Triliun

Whats New
Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Adu Kinerja Keuangan Bank BUMN per Kuartal I 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com