Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Surati Sri Mulyani, Obligor BLBI Kaharudin Ongko Mengaku Sudah Lunasi Utang Rp 4 Triliun

Kompas.com - 09/06/2022, 19:11 WIB
Fika Nurul Ulya,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Obligor Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Kaharudin Ongko mengaku sudah membayar utang kepada pemerintah sebesar Rp 4 triliun.

Hal tersebut diungkapkan oleh Kuasa Hukum Kaharudin Ongko, Mohamad Ali Imran Ganie. Dia menuturkan, sebagian utang senilai Rp 4 triliun itu sudah dibayar dalam bentuk uang tunai dan aset-aset.

"Klien kami telah melaksanakan serangkaian pembayaran kepada pemerintah yakni berupa pembayaran dalam bentuk uang tunai dan juga berupa penyerahan aset-aset yang telah dinilai oleh klien kami, yang seharusnya saat ini telah mencapai kurang lebih Rp 4 triliun," kata Imran dalam keterangannya, Kamis (9/6/2022).

Baca juga: Tahun Depan, Satgas BLBI Incar Pemulihan Piutang Rp 25 Triliun

Imran menuturkan, pihaknya terbuka untuk mendiskusikan kembali jumlah seluruh utang dan jumlah yang telah dibayar kepada pemerintah.

Dia menyebut, kliennya juga berupaya beritikad baik, kooperatif, dan berkomitmen menyelesaikan urusan keperdataan dengan menyurati Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Selanjutnya hal tersebut akan didiskusikan kembali dengan pemerintah untuk mencari titik temu," ucap Imran.

Lebih lanjut Irwan menuturkan, pengiriman surat kepada Sri Mulyani merupakan salah satu cara untuk mendukung dan menjunjung tinggi proses penyelesaian permasalahan BLBI agar sesuai dengan prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik.

Pihaknya berharap perlakuan dan pelaksanaan penyelesaian kewajiban obligor/kreditur BLBI dijalankan sesuai tata cara yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan. Bukan sekedar mencapai keadilan prosedural, tetapi juga mencapai keadilan yang substansial.

"Kami menghendaki adanya penyelesaian lebih lanjut dengan pemerintah melalui proposal yang nantinya akan disampaikan," tegas Imran.

Sebagai informasi, Kaharudin Ongko adalah salah satu obligor penerima dana BLBI yang bergulir tahun 1997-1998 untuk Bank Umum Nasional (BUN) dan Bank Arya Panduarta.

Namanya bahkan masuk dalam daftar obligor prioritas yang dikejar Satgas BLBI karena besaran utang mencapai triliunan, yakni Rp 8,2 triliun. Selain memanggil Kaharudin, satgas juga mencekalnya pergi ke luar negeri.

Harta-harta Kaharudin sendiri mulai disita Satgas pada 20 September 2021 dalam bentuk escrow account di salah satu bank swasta nasional. Pada Senin (20/9/2021), dana tersebut sudah masuk ke dalam kas negara.

Terdapat 2 escrow account Kaharudin Ongko yang dicairkan negara, yakni escrow account di dengan jumlah Rp 664,9 juta dan escrow account dalam bentuk dollar AS senilai 7,63 dollar AS atau Rp 109,5 miliar. Total uang yang sudah masuk kas negara mencapai Rp 110,17 miliar.

Baca juga: Ini Rincian Harta Kaharudin Ongko dan Anaknya yang Disita Satgas BLBI gara-gara Tak Bayar Utang

Sita tanah dan aset anaknya

Berlanjut pada Februari 2022, Satgas kembali menyita aset milik Kaharudin Ongko melalui PUPN DKI Jakarta, Juru Sita KPKNL Surabaya, dan pengamanan Polri.

Adapun aset yang disita adalah tanah sesuai SHGB No.17/Jagir seluas 31.530 meter persegi dengan estimasi nilai pasar Rp 630 miliar. Lokasi tanah terletak di Jalan Jagir Wonokromo, Kel. Jagir, Kec. Wonokromo, Kota Surabaya.

Teranyar, satgas menyita aset anaknya, Irjanto Ongko. Penyitaan aset obligor hingga garis keturunan, baik anak dan cucu, memang sempat dinyatakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Secara rinci, Kaharudin Ongko masih memiliki kewajiban selaku obligor Bank Umum Nasional sebesar Rp 7,7 triliun, tepatnya Rp 7.727.984.148.737 tidak termasuk Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara sebesar 10 persen.

Utang tersebut ditambah lagi sebesar Rp 359,4 miliar atau tepatnya Rp 359.435.826.603,76 selaku obligor Bank Arya Panduarta. Utang pun tidak termasuk Biaya Administrasi Pengurusan Piutang Negara sebesar 10 persen.

Penyitaan aset milik Irjanto Ongko selaku anak dari Kaharudin Ongko ini dilakukan sesuai perjanjian Master Refinancing And Note Issuance Agreement (MRNIA) tanggal 18 Desember 1998 antara Kaharudin Ongko dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

Baca juga: Belum Laku, Pemerintah Buka Opsi Lelang Ketiga Aset BLBI Tommy Soeharto

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com