Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembangan PLTS Atap di Indonesia Terbentur Aturan PLN?

Kompas.com - 21/10/2022, 07:30 WIB
Aprillia Ika

Editor

KOMPAS.com - Saat ini pengembangan PLTS Atap di Indonesia belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengungkapkan, pengembangan PLTS Atap terkendala pembatasan maksimum 15% dari total kapasitas listrik terpasang oleh PT PLN.

PLN memberikan syarat tambahan ke pelanggan atau pelaku usaha yang ingin memasang PLTS Atap, hingga pemberian izin juga tidak pasti.

Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Fabby Tumiwa menjelaskan, aturan PLN membatasi hanya boleh memasang kapasitas PLTS sebesar 15 persen kapasitas listrik terpasang.

Contohnya, jika pelanggan rumahnya berdaya 2200 VA, maka maksimun PLTS Atap yang boleh terpasang hanya 330 Wp.

Baca juga: Pelaku Bisnis Mulai Terapkan EBT, SUN Energy Jelaskan Kontrak Pasang PLTS Atap untuk 66 SPBU Shell

Aturan PLN ini, lanjutnya, bertentangan dengan Permen ESDM No. 26/2021 menyatakan maksimal 100 persen kapasitas terpasang.

“PLN juga memberikan syarat tambahan untuk pengajuan izin PLTS, misalnya diminta untuk membuat load flow analysis dan sebagainya. Permintaan berbeda dari satu wilayah dengan wilayah lain,” kata Fabby, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (20/10/2022).

Ia melanjutkan, dalam beberapa kasus, PLN juga meminta pelanggan rumah tangga naik daya ke 10 kVA atau lebih tinggi untuk pasang 2 kWp. Sebagai catatan, dari perhitungan AESI minimum kapasitas PLTS skala kecil 2 kWp untuk rumah tangga, idealnya 3 KWp untuk pelanggan rumah tangga 2,200 VA.

“Keluhan banyak. Seperti saya sampaikan PLN minta banyak syarat tambahan, dan waktu pemberian izin juga tidak pasti,” kata Fabby.

Sementara kasus lain, PLN menyatakan exim meter tidak tersedia jadi pelanggan harus menunggu.

Baca juga: Resmikan PLTS Atap, Pupuk Kaltim Kejar Target Dekarbonisasi 32,51 Persen pada 2030

Potensi pasar PLTS Atap besar

Menurut kajian Institute for Essential Services Reform (IESR) yang juga digawangi Fabby, potensi pasar PLTS Atap besar di Indonesia. Sebab, ada potensi 9 persen dari pelanggan rumah tangga yang berminat pasang PLTS dengan estimasi kira-kira 1,1 juta pelanggan.

Potensi pasar PLTS Atap sangat besar, khususnya dari rumah tangga di atas 1300 VA ke atas.

Menurut Fabby, jika rata-rata rumah tersebut memasang 2 kWp, maka bisa 2.2 GW PLTS yang akan bertambah. Belum lagi jika ditambah dengan industri dan bangunan komersial, maka potensi PLTS Atap cukup besar.

Baca juga: Masyarakat Antusias Pasang PLTS Atap, Perplatsi Sambut Peningkatan Permintaan EBT

 

Pengembangan PLTS terganjal overcapacity PLN

Menanggapi aturan pemasangan PLTS Atap yang hanya bisa maksimum 15 persen dari total kapasitas, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Satya Widya Yudha memberikan pandangannya.

Ia mengatakan sejatinya energi dari solar sudah bagus, harganya murah dan sudah dikembangkan. Tetapi kebetulan pengembangannya belum bisa besar-besaran lantaran terganjal overcapacity listrik PLN.

“Sebelumnya PLN menggunakan asumsi pertumbuhan ekonomi tinggi sehingga diproyeksikan demand listrik tinggi. Maka gagasan pertumbuhan listrik juga besar hingga 35.000 MW. Ini dalam rangka mengantisipasi pertumbuhan ekonomi 7-8 persen,” jelas Satya dalam Webinar "Pembaruan Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) serta Tantangan Menuju Net Zero Emission 2060”, dikutip dari Kontan.co.id, Kamis (20/10/2022).

Namun, saat pertumbuhan ekonomi terkontraksi, permintaan listrik tidak sebesar yang diperkirakan semula oleh PLN. Padahal kontrak PLN dalam bentuk take or pay, atau diambil atau tidak listrik oleh pelanggan tetap harus dibayar PLN.

Jika PLN mematikan PLTU untuk menghindari overcapacity listrik, lanjut Satya, PLN tetap harus membayar kontrak yang masih berjalan. “Maka muncul sekarang statement yang mengatakan kita overkuota karena daya serap tidak seperti prediksi awal,” paparnya.

Maka itu persoalan kelebihan pasokan listrik ini harus dicarikan jalan keluar supaya pengembangan energi terbarukan lain dapat tumbuh signifikan. Satya menyatakan, nantinya Bali akan diberikan perhatian khusus supaya pengembangan PLTS Atap di sana bisa dijalankan.

Bali kebut pengembangan PLTS Atap

Menurut kajian dari Intistitut Teknologi Bandung (ITB), Bali menyimpan potensi energi surya mencapai 10 GW. Sehingga Bali pun mengebut penggunaan PLTS Atap sebab provinsi ini mengebut pengembangan energi terbarukan pada 2023.

Gubernur Provinsi Bali I Wayan Koster menyatakan pihaknya telah mengundang semua manajemen hotel baik itu pemiliknya dari lokal, orang luar Bali, hingga orang asing untuk bersama-sama mengikrarkan penggunaan energi terbarukan di semua bangunan lewat pemasangan PLTS Atap.

“Berkaitan dengan itu, kami mengeluarkan Surat Gubernur Bali PLTS Atap untuk Perkantoran, Perumahan, dan Restoran,” terangnya dalam kesempatan yang sama.

Namun, kebijakan menuju energi terbarukan di Bali tersebut terhambat dengan kebijakan PLN yang membatasi pembangunan PLTS Atap maksimal dari 15 persen total kapasitas.

“Hanya itu lagi, PLN yang harus kita ajak supaya sejalan untuk mendukung kebijakan itu,” ujar Gubernur Bali I Wayan Koster dalam webinar yang sama.

Artikel ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul PLN Batasi Pengembangan PLTS Atap dengan Ajukan Sejumlah Syarat Tambahan ke Pelanggan  dan PLN Batasi Pengembangan PLTS karena Hadapi Kelebihan Pasokan Listrik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

[POPULER MONEY] Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan | Soal Pabrik Sepatu Bata Tutup

[POPULER MONEY] Lowongan Kerja Anak Usaha Pertamina untuk S1 Semua Jurusan | Soal Pabrik Sepatu Bata Tutup

Whats New
Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Soal Gas Murah buat Industri, Menteri ESDM: Insya Allah Akan Dilanjutkan

Whats New
Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Cara Bayar Pajak Daerah secara Online lewat Tokopedia

Spend Smart
Apa Itu 'Cut-Off Time' pada Investasi Reksadana?

Apa Itu "Cut-Off Time" pada Investasi Reksadana?

Earn Smart
Mengenal Apa Itu 'Skimming' dan Cara Menghindarinya

Mengenal Apa Itu "Skimming" dan Cara Menghindarinya

Earn Smart
BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

BRI Beri Apresiasi untuk Restoran Merchant Layanan Digital

Whats New
Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Kemenhub Tingkatkan Kualitas dan Kompetensi SDM Angkutan Penyeberangan

Whats New
CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

CGAS Raup Pendapatan Rp 130,41 Miliar pada Kuartal I 2024, Didorong Permintaan Ritel dan UMKM

Whats New
Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Simak Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak

Earn Smart
HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

HET Beras Bulog Naik, YLKI Khawatir Daya Beli Masyarakat Tergerus

Whats New
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Lampaui Malaysia hingga Amerika Serikat

Whats New
KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

KKP Terima 99.648 Ekor Benih Bening Lobster yang Disita TNI AL

Rilis
Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Di Hadapan Menko Airlangga, Wakil Kanselir Jerman Puji Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Whats New
Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Soal Rencana Kenaikan Tarif KRL, Anggota DPR: Jangan Sampai Membuat Penumpang Beralih...

Whats New
Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Menteri ESDM Pastikan Perpanjangan Izin Tambang Freeport Sampai 2061

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com