Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggito Abimanyu
Dosen UGM

Dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ketua Departemen Ekonomi dan Bisnis, Sekolah Vokasi UGM. Ketua Bidang Organisasi, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia

Kebijakan Makro (Jangan) Terlambat

Kompas.com - 24/10/2022, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Saat ini penyebab pelemahan rupiah makin parah belakangan ini adalah bahwa selisih bunga Bank Indonesia (7DRRR) dengan the Fed (FFR) menyempit.

The Fed diperkirakan masih tetap hawkish menaikkan suku bunga pada November dan Desember 2022. Perlu diantisipasi BI kebijakan moneter yang “mendahului” pada bulan November-Desember 2022.

Saat ini, selisih suku bunga kebijakan BI dan The Fed masing-masing adalah 4,25 persen dan 3,25 persen atau selisih 100 bps. Padahal, pada awal tahun selisih ini di atas 300 bps.

Bila BI tidak menaikkan suku bunga acuan secara agresif hingga akhir tahun untuk menjaga selisih suku bunga kebijakan BI dengan The Fed yang wajar, maka tidak tertutup kemungkinan rupiah akan melemah dan/atau befluktuasi.

Meskipun sudah terjadi arus keluar investasi portofolio asing, pelemahan rupiah bisa berakibat pada meningkatkan aksi jual asing di pasar obligasi maupun saham.

Bila tidak ditanggulangi, penurunan IHSG bisa menembus resisten teknikal ke 6.500 atau bahkan ke tingkat 6.000.

Kondisi pasar obligasi lebih baik karena BI menjaga pengembalian atau yield surat berharga pasar obligasi dengan kebijakan operation twist.

Untuk penguatan rupiah dan sekaligus penurunan inflasi, langkah jangka pendek yang paling dinantikan pelaku adalah BI menaikkan suku bunga dengan agresif setiap bulannya hingga Februari atau Maret tahun depan mengikuti perkembangan global.

Bulan September 2022, Indeks Harga konsumen di Amerika Serikat (AS) naik melebihi perkiraan. Hal ini berarti upaya Amerika Serikat untuk memerangi inflasi ekonomi masih belum mencapai sasaran.

Tingkat inflasi AS sampai September 2022 adalah 8,2 persen. Angka ini turun dari inflasi bulan Agustus 2022 sebesar 8,3 persen.

Meskipun melandai, angka tersebut masih lebih tinggi dari perkiraan. Target inflasi di Fed adalah sebesar 2 persen. Artinya, The Fed kemungkinan akan terus menaikkan suku bunga dalam upaya untuk mendinginkan kenaikan harga.

Sementara di Indonesia, angka inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen. Inflasi tahun kalender 2022 mencapai 4,84 persen, sedangkan inflasi secara tahunan sebesar 5,95 persen.

Angka ini juga di atas sasaran inflasi BI. Untuk menuju ke sasaran inflasi tahunan 4 persen, diperlukan upaya-upaya bauran kebijakan yang tepat dan konsisten.

Antisipasi dan langkah bauran kebijakan

Pertama, melanjutkan kebijakan moneter yang mengikuti perkembangan global, hawkish dan agresif dalam dua tiga bulan kedepan.

Kedua, mempertegas mekanisme memperkuat cadangan devisa dari devisa hasil ekspor (DHE), khususnya pada sektor-sektor booming ekspor seperti migas, batubara, CPO, dan sumber daya alam lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com