INDONESIA bersyukur dikaruniai variasi jenis buah lokal yang sangat beragam. Ada aneka ragam buah dengan masa panen bergiliran jenis sepanjang tahun. Beberapa jenis buah mampu panen sepanjang tahun. Namun, sayang sekali potensi ini belum dioptimalkan dalam pemenuhan gizi keseharian warga.
Berdasarkan standar Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), masyarakat Indonesia terindikasi rawan kurang buah. Tingkat konsumsi buah masih sekitar 32,4 kilogram per kapita per tahun. Angka itu jauh di bawah patokan 73 kilogam per kapita per tahun (Kompas.id/)
Salah satu buah lokal yang sudah mapan beradaptasi adalah alpukat. Buah dengan rasa enak dan nilai gizi tinggi. Alpukat juga bernilai ekonomi tinggi sehingga dijuluki si emas hijau.
Baca juga: Cara Budidaya Alpukat Aligator di Pekarangan, Bisa Panen Setiap Saat
Aneka nilai gizi yang terkandung dalam buah sangat penting untuk kesehatan. Kebiasaan dan kecukupan konsumsi buah membantu mempertahankan kekebalan tubuh manusia. Konsumsi buah lokal dapat diracik menjadi bagian dari pencapaian kecupukan asupan buah.
Buah alpukat dalam kesehatan dikenal sebagai anti-hiperlipidemia. Agen yang mampu menurunkan jumlah kolesterol lipoprotein densitas rendah (LDL). Asupan alpukat yang memadai ditengarai mampu menjaga kadar kolesterol total.
Berdasarkan data FAO 2019, Indonesia menduduki peringkat kelima penghasil alpukat dunia. Produsen teratas adalah Meksiko, diikuti Republik Dominika, Peru, Kolombia. Indonesia di posisi kelima, lalu di bawahnya adanya Kenya, Brasil, Haiti, Cile dan Israel (scienceagri.com).
Berdasarkan daftar itu, Indonesia menjadi produsen alpukat pertama di tingkat Asia. Status itu berpotensi menggaet aneka peluang dalam kiprah perekonomian dan peran pemeliharaan kesehatan global.
Total produksi alpukat Indonesia mencapai 461.000 ton. Sentra produksi ada di Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan. Panenan mencakup varietas mentega, wina, pluwang, kendil, dan miki.
Permintaan alpukat dunia semakin meningkat. Produksi alpukat Indonesia juga mengalami laju positif. Merunut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), sebanyak 609,05 ribu ton alpukat dipanen pada 2020.
Terjadi peningkatan produksi sebesar 31,9 persen [databoks.katadata.co.id].
Lonjakan luar biasa terjadi antara tahun 2019 ke 2020. Pasokan terbanyak berasal dari Jawa Timur sebesar 175,7 ribu ton, diikuti Jawa Barat 104,6 ribu ton. Jawa Tengah menggeser Sumatera Barat dengan menempati urutan ke tiga.
Saat ini dikembangkan jenis alpukat aligator (persea americana) yang dikenal sebagai giant avocado. Varian ini buahnya berukuran besar, daging buah tebal, proporsi biji terhadap bobot total dikurangi.
Baca juga: Berapa Kalori dalam Alpukat?
Alpukat aligator beratnya dapat mencapai lebih dari 1 kg per buah. Amatan saya di aneka stan kelompok tani pada Soropadan Agro Festival 2022, beratnya mencapai hampir 1kg per buah.
Dengan produktivitas yang tinggi dan bila dibarengi dengan harga yang memadai, alpukat jenis ini bisa menghasilkan keuntungan yang meggiurkan, menjadi emas hijau di lahan petani. Sementara pada tataran nasional bisa menjadi sumber pendapatan negara, sekaligus penjaga kesehatan masyarakat bersama, bagian dari kesejahteraan bangsa.
Peningkatan permintaan terhadap alpukat dan peningkatan produksi mesti berjalan beriringan. Potensi pasar alpukat mempengaruhi gairah budidaya. Kesadaran dan tren pola hidup sehat salah satu pemacunya.
Perkembangan produksi alpukat global sempat menuai kontroversi. Pemborosan air salah satunya. Produksi alpukat secara besar-besaran dengan pola monokultur ditengarai mengancam biodiversitas.
Intensifikasi penanaman dengan input budidaya dikhawatirkan merusak lingkungan. Limbah kimia dari input yang melebihi daya dukung secara alami berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan.
Hal itu menjadi tanda awas untuk bertindak bijaksana. Demi kelestarian Bumi, bukan hanya jejak karbon yang diperhatikan. Jejak air (water footprint) ditelaah untuk antisipasi kelangkaan air.
Begitupun pada produksi alpukat global. Menarik untuk menyimak kajian jejak air dan implikasi sosial-ekonomi pada produksi alpukat. Telaah konsumsi air untuk produksi alpukat dilakukan dengan mengambil data negara produsen besar. Kajian sosial ekonomi menunjukkan serapan tenaga kerja pada produksi alpukat [freshfruitportal.com].
Sinerginya adalah upaya penanaman alpukat dengan prinsip berkelanjutan. Alpukat memiliki nilai ekonomi yang tinggi (profit) dan melibatkan kehidupan sosial ekonomi warga (people). Namun, hal itu tidak boleh terlepas dari tanggung jawab pemeliharaan lingkungan (planet).
Kaidah sinergi 3 P (profit, people, planet) menjiwai produksi alpukat berkelanjutan.
Bagaimana dengan sistem produksi alpukat di Indonesia. Alpukat dibudidayakan melalui kebun rakyat berbasis pekarangan dan tegalan. Kebun rakyat dengan model kebun campuran, bukan monokultur. Dengan demikian, biodiversitas dan keseimbangan ekologi relatif dapat terjaga.
Tentunya tetap diperlukan pendampingan dari instansi terkait. Penerapan Low External Input for Sustainable Agriculture (LEISA) kiranya menjadi bagian dari produksi alpukat berkelanjutan di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.