Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Dr. Ahmad M Ramli
Guru Besar Cyber Law & Regulasi Digital UNPAD

Guru Besar Cyber Law, Digital Policy-Regulation & Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran

Komersialisasi Paten di Perguruan Tinggi dan Lembaga Riset

Kompas.com - 11/11/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MENGHASILKAN invensi baru adalah sesuatu yang baik. Apalagi jika new invention itu bisa mendapatkan paten (patent granted). Banyak perguruan tinggi dan lembaga riset berupaya mendapatkan sertifikat bergengsi itu.

Tapi cukupkah jika sekadar mendapatkan sertifikat paten? Tentu tidak. Karena paten harus dibarengi dengan komersialisasi. Dalam arti penemuan baru itu, harus bisa dimplementasikan dan diterapkan dalam industri dan menghasilkan nilai ekonomi.

Jika target memperoleh paten, hanya sekadar untuk kredit poin riset, atau hanya untuk performance tanpa adanya produk yang menghasilkan nilai ekonomi, maka paten yang diperoleh itu "ibarat pohon tak berbuah". Ditanam, dipelihara, dimodali, dipupuk, dan dirawat, tapi tidak menghasilkan apa-apa.

Langkah konstruktif

Berpikir inovatif dan inventif tentu sangat penting. Tetapi mengkaji model dan bentuk invensi baru yang akan akan dihasilkan dan bisa diaplikasikan dalam industri secara komnersial, juga lebih penting.

Seorang calon inventor, selayaknya melakukan penelusuran secara saksama, terkait ide yang akan diteliti dan dipatenkannya. Terkait hal ini beberapa langkah perlu dilakukan.

Pertama, lakukan patent searching, apakah judul yang akan diteliti sebelumnya sudah ada yang menemukan, atau bahkan sudah ada yang mematenkannya.

Langkah yang bisa dilakukan adalah, dengan cara penelusuran paten di berbagai kantor paten, baik nasional maupun internasional. Saat ini hal itu dapat dilakukan dengan mudah secara online.

Kedua, jika judul atau jenis yang akan diriset itu memang belum terdaftar sebagai paten, lakukan juga penelusuran pola kedua, apakah obyek riset yang akan dilakukan itu memiliki nilai kebaruan dan novelty.

Jangan-jangan yang kita pikirkan itu sudah menjadi rahasia umum dan sudah menjadi public domain.

Jika terjadi hal pertama dan pola kedua terpenuhi, maka dipastikan pangajuan paten tersebut akan ditolak. Karena sudah ada inventor yang lebih dulu mematenkannya, atau tidak ada unsur kebaruan karena sudah menjadi pubic domain.

Proses pendaftaran paten juga pada dasarnya memberi ruang kepada inventornya untuk melakukan test the water atas bakal invensi baru yang akan di-granted. Dalam arti apakah memiliki nilai komersial atau tidak.

Prosesnya adalah, setelah paten didaftarkan, maka kantor paten tidak akan langsung memeriksa permohonan itu secara substantif.

Dalam rentang waktu itulah, seorang calon inventor bisa melakukan test the water tadi, dan menawarkan invensinya kepada industri.

Jika ada industri yang berminat memproduksi dan mengkomersialisasikannya, maka calon inventor tersebut bisa meminta agar usulan patennya diperiksa substantif oleh Direktorat paten sebagai proses pemberian paten.

Hal ini menjadi langkah strategis, karena jika sudah terlanjur granted, maka inventor harus mulai membayar biaya pemeliharaan paten (annual fee), yang bisa jadi tidak murah. Tergantung dari jumlah klaim patennya.

Matcher perguruan tinggi dan lembaga riset

Ada memang perguruan tinggi dan lembaga riset, di beberapa negara yang membebaskan dosen penelitinya untuk melakukan riset apapun tanpa harus ada jaminan bisa dikomersialisasikan.

Kondisi ini bisa terjadi di perguruan tinggi yang memandang perolehan paten apapun perlu didukung.

Namun jauh lebih realistis jika persyaratan komersialisasi ini menjadi kriteria. Minimal akan memiliki nilai kredit lebih tinggi jika bisa komersial. Agar ada sinkronisasi hasil riset dan kebutuhan pasar dan industri.

Untuk menemukan pola ini, maka perguruan tinggi dan lembaga riset seharusnya memiliki penghubung (matcher) dengan industri. Matcher ini berfungsi agar hasil riset dapat dihilirisasi secara optimal.

Melalui formula ini, kita dapat menginventarisasi judul riset apa saja yang dibutuhkan industri. Sehingga paten yang dihasilkan akan lebih mudah menemukan bentuk untuk komersialisasinya.

Konklusi

Sebagai upaya sistemik, kita bisa meniru para inventor di negara maju. Di mana calon inventor tidak serta merta meminta kantor paten memeriksa substantif permohonan yang diajukannya .

Di Indonesia hal ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan Pasal 5 1 UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).

Ketentuan pasal 51 UU Paten membuka ruang agar inventor tidak terbebani biaya pemeliharaan paten jika patennya tidak komersial, tetapi terlanjur dikabulkan pemberian patennya.

Pasal 51 UU Paten, secara singkat menyatakan bahwa, permohonan pemeriksaan substantif diajukan secara tertulis paling lama 36 bulan terhitung sejak Tanggal Penerimaan.

Jika permohonan pemeriksaan substantif tidak diajukan dalam batas waktu tersebut atau biaya untuk itu tidak dibayar, Permohonan dianggap ditarik kembali.

Bagi inventor di perguruan tinggi dan lembaga riset, hasil riset yang tidak memiliki potensi komersial tadi bisa tetap dilindungi Kekayaan Intelektual lain, berupa hak cipta.

Hasil riset tadi tetap bisa ditulis dalam jurnal bereputasi dan bisa menjadi referensi ilmiah secara akademik.

Paten akan memiliki nilai tinggi jika bisa dikomersialisasikan. Negara-negara maju bisa hebat karena kekayaan intelektual yang mereka hasilkan.

Kekayaan Intelektual itu bisa dalam bentuk paten, hak cipta, desain industri yang bisa diaplikasikan ke dalam industri dan dikomersialisasikan.

Oleh karena itu, sekarang saatnya kita menghitung dan melakukan evaluasi. Berapa persen sih paten granted yang telah diaplikasikan dan dikomersialisakan?

Meskipun UU Paten memberi perlakuan khusus untuk biaya pemeliharaan paten perguruan tinggi dan lembaga riset tertentu, tetapi kita harus sungguh-sungguh belajar dari berbagai korporasi dan perguruan tinggi terkemuka di luar negeri, dalam menghasilkan invensi baru dan komersialisasinya.

Walhasil, mendapatkan paten bukanlah sekadar untuk memperoleh kredit poin, dan kebanggaan semata.

Karena jika komersialisasi ini bisa dilakukan, maka jalan untuk mendorong produksi dalam negeri akan semakin terbuka. Dan kita akan terus bergerak mengurangi impor barang dari luar negeri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

BUAH Bakal Tebar Dividen, Ini Besarannya

Whats New
Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Kementerian ESDM Tetapkan Harga Biodiesel Naik Jadi Rp 12.453 Per Liter

Whats New
Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Erupsi Gunung Ruang, Bandara Sam Ratulangi Masih Ditutup Sampai Hari Ini

Whats New
Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Turun, Inflasi April 2024 Capai 3 Persen

Whats New
Harga Tiket Kereta Api 'Go Show' Naik Mulai 1 Mei

Harga Tiket Kereta Api "Go Show" Naik Mulai 1 Mei

Whats New
SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

SMGR Kantongi Laba Bersih Rp 471,8 Miliar pada Kuartal I-2024 di Tengah Kontraksi Permintaan Semen Domestik

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di Bank Mandiri hingga BRI

Whats New
Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Kasbon Digital Dinilai Bisa Jadi Solusi agar Karyawan Terhindar dari Pinjol

Whats New
Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Pendapatan Usaha Garuda Indonesia Tumbuh 18 Persen di Kuartal I-2024

Whats New
Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Kuartal I-2024, Emiten Sawit Sumber Tani Agung Resources Cetak Pertumbuhan Laba Bersih 43,8 Persen

Whats New
Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Pendaftaran CASN 2024, Instansi Diminta Segera Isi Rincian Formasi ASN

Whats New
Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Masuk Musim Panen, Bulog Serap 30.000 Ton Gabah Per Hari

Whats New
Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Pekerja Mau Sejahtera dan Naik Gaji, Tingkatkan Dulu Kompetensi...

Whats New
Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Hindari Denda, Importir Harus Lapor Impor Barang Kiriman Hasil Perdagangan dengan Benar

Whats New
Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Pendaftaran Seleksi CASN Dibuka Mei 2024, Menpan-RB Minta Kementerian dan Pemda Percepat Input Formasi Kebutuhan ASN

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com