Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irvan Maulana
Direktur Center of Economic and Social Innovation Studies (CESIS)

Peneliti dan Penulis

Menavigasi Dampak Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+

Kompas.com - 05/04/2023, 09:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Padahal, tingkat inflasi di banyak negara mulai melandai karena tidak akan ada pengulangan kenaikan biaya energi seperti tahun lalu yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.

Langkah OPEC+ ini bisa mengancam penurunan inflasi menjadi urusan yang lebih berlarut-larut.

Harga minyak yang lebih tinggi pada saat ini akan membuat Federal Reserve, Bank of England, dan Bank Sentral Eropa akan lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga.

Bank Indonesia juga sudah sangat tepat dengan menahan kenaikan suku bunga dan tidak tergesa-gesa dalam menanggapi situasi perekonomian gobal.

Harga yang lebih tinggi dapat memicu inflasi global dalam siklus yang memaksa bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga, yang menghambat pertumbuhan ekonomi.

Jika OPEC+ berhasil mendorong harga minyak secara berkelanjutan hingga awal tahun depan, bukan tidak mungkin suku bunga tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama. Kondisi tersebut tentu akan meningkatkan risiko resesi.

Diperkirakan harga minyak mentah akan berada di kisaran 95-100 per barel pada akhir Desember 2023 dan awal 2024.

Bagi Indonesia, ini berarti tagihan impor minyak akan lebih tinggi dan dapat memicu inflasi jika pemerintah merevisi harga BBM.

Lebih sedikit minyak yang mengalir ke kilang berarti harga BBM akan semakin mahal dan dapat mendorong inflasi terutama bagi negara-negara yang masih mengandalkan impor minyak mentah, seperti Indonesia.

Untuk saat ini, kekuatan fiskal kita masih mampu menopang kenaikan harga minyak hingga 90-95 dolar AS per barel.

Hal ini karena asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) untuk Rancangan Anggaran dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023 sebesar 95 dollar AS per barel. Angka ini lebih tinggi dari ICP di APBN 2022, yaitu 63 dollar AS per barel.

Ke depan, risiko ketidakpastian harga minyak semakin tinggi. OPEC+ akan sangat kesulitan dalam menggunakan kekuatan pasarnya.

Terlebih OPEC+ hanya memiliki satu instrumen melalui penyesuaian pasokan untuk memenuhi perubahan permintaan musiman minyak mentah, perubahan ekspor, pergerakan harga, dan pergeseran kondisi ekonomi.

Selain itu, OPEC+ masih bekerja dengan data yang tidak sempurna dan instrumen yang terbatas. Ada aspek-aspek penting dari pasar yang hanya memiliki sedikit kendali.

Oleh karena itu, volatilitas harga kemungkinan akan berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Maka, Indonesia perlu bersiap dengan bauran kebijakan yang efektif.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com