Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Menavigasi Dampak Pemangkasan Produksi Minyak OPEC+

Apapun kebijakannya, mereka yakin tidak akan kehilangan pangsa pasar yang signifikan.

Inilah alasan yang membuat OPEC+ setuju memangkas produksi yang mengerek harga minyak melonjak 8 persen. Pada Senin pagi (2/4), minyak mentah Brent bahkan mencapai 86,44 dolar AS per barel, salah satu kenaikan harga paling tajam dalam 10-11 bulan terakhir.

Sebagai perbandingan, setelah Silicon Valley Bank ambruk di AS pada Maret lalu, harga minyak mentah turun hingga menyentuh 67 dolar AS per barel.

Kemudian harga minyak melonjak tepat setelah Arab Saudi dan OPEC+ mengumumkan pemotongan mengejutkan dalam produksi sekitar 1,16 juta barel per hari.

Pemotongan produksi oleh negara-negara OPEC+, yang merupakan sepertiga dari produksi minyak global, akan dimulai pada Mei 2023 dan berlangsung sepanjang tahun kalender.

Rinciannya, Arab Saudi akan melakukan pengurangan secara sukarela 500.000 barel per hari (bph), Irak 211.000 bph, Uni Emirat Arab 144.000 bph, Kuwait 128.000 bph, Aljazair 48.000 bph, Oman 40.000 bph, Kazakhstan 78.000 bph, dan Gabon 8.000 bph dengan total pemotongan sekitar 1,16 juta barel per hari.

Selain itu, Rusia juga telah mengumumkan penyesuaian sukarela sebesar 500.000 bpd hingga akhir 2023.

OPEC+ mengatakan keputusannya bertujuan memastikan stabilitas pasar minyak di sekitaran 80 dolar AS per barel.

Ini juga merupakan tanda mendinginnya hubungan antara Washington dan Riyadh karena Saudi tetap melanjutkan pemotongan produksi sukarela meski ditentang keras oleh pemerintahan Joe Biden.

OPEC+ juga berdalih, pemotongan dimaksudkan untuk mengurangi dampak ekonomi global yang lesu dan krisis perbankan di AS pada harga minyak mentah.

Kondisi tersebut telah melemahkan harga minyak mentah secara signifikan yang sempat berada di rentang 67-68 dolar AS per barel.

Dengan kekhawatiran resesi AS yang diperburuk oleh keruntuhan bank, kurangnya pertumbuhan ekonomi Eropa, dan pemulihan China dari COVID-19 memakan waktu lebih lama dari yang diperkirakan banyak orang, produsen minyak mewaspadai jatuhnya harga secara tiba-tiba seperti selama pandemi dan krisis keuangan global di 2008-2009.

Meski harga minyak dunia merangkak naik, namun tidak ada masalah soal pasokan. Produksi minyak mentah global rata-rata mencapai 100 juta bph pada 2022 dan diperkirakan akan mencapai 101,5-102 juta bph pada 2023. Sementara pasokan minyak mencapai 101,5 juta bph pada Februari 2023.

Namun yang perlu diwaspadai bahwa harga minyak yang lebih tinggi membuat produksi dan transportasi lebih mahal, inflasi diperkirakan kembali meningkat dan pada akhirnya mengurangi daya beli konsumen.

Padahal, tingkat inflasi di banyak negara mulai melandai karena tidak akan ada pengulangan kenaikan biaya energi seperti tahun lalu yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina.

Langkah OPEC+ ini bisa mengancam penurunan inflasi menjadi urusan yang lebih berlarut-larut.

Harga minyak yang lebih tinggi pada saat ini akan membuat Federal Reserve, Bank of England, dan Bank Sentral Eropa akan lebih berhati-hati dalam menaikkan suku bunga.

Bank Indonesia juga sudah sangat tepat dengan menahan kenaikan suku bunga dan tidak tergesa-gesa dalam menanggapi situasi perekonomian gobal.

Harga yang lebih tinggi dapat memicu inflasi global dalam siklus yang memaksa bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga, yang menghambat pertumbuhan ekonomi.

Jika OPEC+ berhasil mendorong harga minyak secara berkelanjutan hingga awal tahun depan, bukan tidak mungkin suku bunga tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama. Kondisi tersebut tentu akan meningkatkan risiko resesi.

Diperkirakan harga minyak mentah akan berada di kisaran 95-100 per barel pada akhir Desember 2023 dan awal 2024.

Bagi Indonesia, ini berarti tagihan impor minyak akan lebih tinggi dan dapat memicu inflasi jika pemerintah merevisi harga BBM.

Lebih sedikit minyak yang mengalir ke kilang berarti harga BBM akan semakin mahal dan dapat mendorong inflasi terutama bagi negara-negara yang masih mengandalkan impor minyak mentah, seperti Indonesia.

Untuk saat ini, kekuatan fiskal kita masih mampu menopang kenaikan harga minyak hingga 90-95 dolar AS per barel.

Hal ini karena asumsi dasar harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) untuk Rancangan Anggaran dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2023 sebesar 95 dollar AS per barel. Angka ini lebih tinggi dari ICP di APBN 2022, yaitu 63 dollar AS per barel.

Ke depan, risiko ketidakpastian harga minyak semakin tinggi. OPEC+ akan sangat kesulitan dalam menggunakan kekuatan pasarnya.

Terlebih OPEC+ hanya memiliki satu instrumen melalui penyesuaian pasokan untuk memenuhi perubahan permintaan musiman minyak mentah, perubahan ekspor, pergerakan harga, dan pergeseran kondisi ekonomi.

Selain itu, OPEC+ masih bekerja dengan data yang tidak sempurna dan instrumen yang terbatas. Ada aspek-aspek penting dari pasar yang hanya memiliki sedikit kendali.

Oleh karena itu, volatilitas harga kemungkinan akan berlanjut pada tahun-tahun mendatang. Maka, Indonesia perlu bersiap dengan bauran kebijakan yang efektif.

Pertama, pemerintah mengelola anggaran negara dengan hati-hati dan efisien, mengingat kenaikan harga minyak dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor migas, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan untuk menambal pengeluaran pemerintah akibat kenaikan harga minyak.

Kedua, mengalokasikan subsidi energi dengan bijak, karena subsidi energi memperlebar defisit anggaran negara jika harga minyak dunia naik.

Seperti yang sudah sering diingatkan, pemerintah tak perlu sungkan mengalihkan subsidi energi ke sektor-sektor lain yang lebih produktif dan membantu masyarakat miskin dengan jumlah bantuan per individu yang lebih masuk akal.

Ketiga, menjalin kerjasama dengan negara-negara importir minyak lainnya untuk membeli minyak dengan harga yang lebih murah.

Pemerintah tak perlu merasa tertekan untuk menjalin kerjasama dengan negara-negara seperti Rusia, Iran, atau negara-negara produsen minyak lainnya untuk membeli minyak dengan harga yang lebih murah.

Pemerintah harus tetap berdiplomasi dengan negara-negara OPEC+ serta negara-negara produsen minyak lainnya untuk mencari solusi bersama dalam menghadapi fluktuasi harga minyak dunia yang kian tak menentu.

https://money.kompas.com/read/2023/04/05/092746926/menavigasi-dampak-pemangkasan-produksi-minyak-opec

Terkini Lainnya

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

MSIG Life Bayar Klaim Meninggal Dunia dan Kesehatan Rp 164 Miliar per Kuartal I 2024

Whats New
Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Iuran BPJS Kesehatan lewat BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Di IPA Convex 2024, Pertamina, Petronas, dan MedcoEnergi Sepakat Prioritaskan Kolaborasi

Whats New
Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Bank Mandiri: Suku Bunga Acuan Belum Akan Turun dalam Waktu Dekat

Whats New
Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Freeport Buka Lowongan Kerja untuk Lulusan D3-S2, Simak Persyaratannya

Work Smart
Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Pemerintah Tetapkan 16 PSN Baru, Pelaksanaannya Disebut Tak Butuh APBN

Whats New
Kominfo Kembali Buka Pendaftaran Startup Studio Indonesia, Ini Syaratnya

Kominfo Kembali Buka Pendaftaran Startup Studio Indonesia, Ini Syaratnya

Whats New
41 PSN Senilai Rp 544 Triliun Dikebut Rampung 2024, Ini Kendala Pembangunannya

41 PSN Senilai Rp 544 Triliun Dikebut Rampung 2024, Ini Kendala Pembangunannya

Whats New
Bangun Smelter, Tahun Ini ADMR Alokasikan Capex hingga 250 Juta Dollar AS

Bangun Smelter, Tahun Ini ADMR Alokasikan Capex hingga 250 Juta Dollar AS

Whats New
Simak, 6 Tips Menjaga 'Work Life Balance'

Simak, 6 Tips Menjaga "Work Life Balance"

Work Smart
Haji Khusus dan Haji Furoda, Apa Bedanya?

Haji Khusus dan Haji Furoda, Apa Bedanya?

Whats New
Potensi Ekonomi Syariah Besar, BSI Gelar Pameran Produk Halal

Potensi Ekonomi Syariah Besar, BSI Gelar Pameran Produk Halal

Whats New
AXA Mandiri Lakukan Penyesuaian Premi Imbas dari Tingginya Inflasi Medis

AXA Mandiri Lakukan Penyesuaian Premi Imbas dari Tingginya Inflasi Medis

Whats New
Program Ternak Kambing Perah di DIY untuk Atasi Stunting dan Tingkatkan Ekonomi Warga

Program Ternak Kambing Perah di DIY untuk Atasi Stunting dan Tingkatkan Ekonomi Warga

Whats New
Menteri ESDM: Keberadaan Migas Tetap Penting di Tengah Transisi Energi

Menteri ESDM: Keberadaan Migas Tetap Penting di Tengah Transisi Energi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke