Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terancam Bangkrut, Siapa Sebenarnya Pemilik Tupperware?

Kompas.com - 13/04/2023, 05:55 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Produsen produk peralatan rumah tangga yang bisa dibilang sangat populer di Indonesia, Tupperware, tengah dalam kondisi keuangan yang berdarah-darah dan berada di ambang kebangkrutan (Tupperware bangkrut).

Tupperware sendiri sejatinya merupakan perusahaan asal Amerika Serikat. Meski begitu, beberapa produknya juga sudah diproduksi di Indonesia.

Kabar Tupperware terancam bangkrut mencuat beberapa hari yang lalu. Perusahaan disebut mengalami masalah keuangan hingga harga sahamnya merosot.

Melalui penjelasan resminya, manajemen Tupperware menyebut perusahaan tengah dalam kesulitan struktur modal dan likuiditas jangka pendek. Kesulitan finansial diakibatkan penjualan yang merosot drastis.

Sebagai produsen alat rumah tangga terutama peralatan dapur dan makanan, Tupperware harus bersaing sengit dengan kompetitornya yang menjual produknya jauh lebih murah.

Baca juga: Tupperware Terancam Gulung Tikar

Selain itu, Tupperware juga dianggap kurang bisa menarik minat para pembeli dari kalangan muda. Perusahaan pun tengah berupaya mencari pendanaan agar tetap bisa bertahan.

Sebagai informasi saja, saham Tupperware Brands Corp (TUP.N), anjlok sebesar 90 persen selama setahun terakhir. Bahkan, pada Senin (10/4/2023) saham perusahaan tersebut kembali turun hampir 50 persen.

Tak sampai di situ, New York Stock Exchange sempat memperingatkan bahwa saham Tupperware terancam dihapus dari daftar karena belum menyerahkan laporan tahunan yang wajib dilakukan. Ancaman Tupperware bangkrut semakin lebar.

Sejarah dan Pemilik Tupperware

Dikutip dari laman resmi Tupperware Indonesia, pada awalnya, pendiri dan pemilik Tupperware adalah Earl Silas Tupper. Nama produknya diambil dari nama belakangnya.

Ia merupakan seorang pebisnis kelahiran Amerika Selatan tahun 1907, memprakarsai lahirnya produk berkualitas yang beberapa dekade kemudian dikenal dengan nama Tupperware.

Baca juga: Pandemi Covid-19, Tupperware Dukung Tenaga Medis Lewat Cara Ini

Sejak usia 21 tahun, Tupper bekerja di sebuah perusahaan yang berfokus pada riset dan inovasi. Kariernya cukup lama di sana.

Selama bekerja di perusahaan tersebut, ia berhasil menemukan metode untuk memurnikan ampas biji hitam polyethylene (bahan dasar pembuat plastik) menjadi plastik yang fleksibel, kuat, tidak berminyak, bening, aman, ringan dan tidak berbau.

Pada tahun 1938, Tupper keluar dari pekerjaannya dan mendirikan usaha plastik miliknya sendiri, Earl S Tupper Company dan mematenkan produknya dengan nama Poly-T.

Pendiri sekaligus pemilik Tupperware Earl Silas Tupper. Kini brand Tupperware adalah Tupperware Brands Corp.goodhousekeeping.com Pendiri sekaligus pemilik Tupperware Earl Silas Tupper. Kini brand Tupperware adalah Tupperware Brands Corp.

Pada tahun 1946, Tupper turut memeriahkan pasar Amerika yang kembali bergairah pasca Perang Dunia II, dengan meluncurkan produk pertamanya yang segera disambut pasar dengan antusias, yaitu wadah penyimpan makanan Wonderlier Bowl dan Bell Tumbler dengan merek Tupperware.

Bahan yang digunakan Tupperware diklaim memiliki kualitas terbaik, aman bagi kesehatan, serta ramah lingkungan. Produk Tupperware juga telah memenuhi ketentuan FDA, EFSA, dan FS.

Dikutip dari CNN, saat ini pemegang saham dominan di Tupperware Brands Corp (pemilik Tupperware) adalah BlackRock Fund Advisors, The Vanguard Group, Millennium Management, Allspring Global Investments, dan puluhan investor lainnya dengan porsi saham bervariasi.

Di Indonesia, distribusi produk-produk Tupperware berada di bawah bendera PT Tupperware Indonesia yang berkantor pusat di Cilandak, Jakarta Selatan.

 

Penjualan MLM

Selain produk wadah terkenalnya, hal lain yang populer dari Tupperware adalah strategi pemasarannya yang menggunakan skema multi level marketing (MLM).

Tupperware memperkenalkan Tupperware Home Party yang dikenal sebagai Tupperware Party sebagai salah satu cara penjualan yang unik, informatif dan menghibur.

Cara ini pertama kali diperkenalkan oleh Brownie Wise. Penjual dengan strategi ini terbilang sangat sukses, yang mana banyak perusahaan kemudian meniru strategi ini.

Secara sederhana, Tupperware Home Party adalah strategi penjualan di mana seorang penjual mengumpulkan banyak orang kemudian mengisinya dengan permainan, obrolan ringan, dan kegiatan non-formal yang menghibur lainnya.

Saat kegiatan berlangsung, maka sang penjual bisa sekaligus mengedukasi terkait keunggulan produk-produk Tupperware kepada calon pembelinya.

Di Indonesia, strategi penjualan Tupperware Home Party kemudian diadaptasi menjadi kegiatan selayaknya arisan. Itu sebabnya, pelanggannya mayoritas dari kalangan ibu-ibu.

Diperkirakan hampir setiap 1,3 detik diselenggarakan Tupperware Party di seluruh dunia. Tupperware juga mengklaim selalu melahirkan produk baru berkualitas yang inovatif, unik dengan warna trendi dan menarik.

Selain Tupperware Home Party, pemasaran berjenjang atau MLM juga menjadi andalan pemasaran produk Tupperware. Di Tanah Air, Tupperware adalah salah satu pemain MLM terbesar dan terlama.

Dalam usaha marketing MLM Tupperware ini dibutuhkan mekanisme yang melibatkan banyak orang dengan tujuan untuk memperluas jaringan bisnis. Dengan semakin luasnya jaringan yang mereka bentuk maka akan semakin menambah keuntungan bagi marketing mereka.

Di mana pembeli produk Tupperware juga bisa menjadi pemakai sekaligus ikut bergabung menjadi tenaga pemasaranya. Mereka bisa mendaftarkan diri di agen mereka yang dinamakan Business Center atau Tuppershop.

Baca juga: Perusahaan Wadah yang Dicintai Ibu-ibu Tupperware Terancam Bangkrut, Apa Penyebabnya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com