Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Alasan Utama Jokowi Dulu Pilih China Dibanding Jepang Garap KCJB

Kompas.com - 13/04/2023, 08:34 WIB
Muhammad Idris

Penulis

Saking seriusnya menawarkan proyek tersebut, JICA bahkan rela menggelontorkan modal sebesar 3,5 juta dollar AS sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan.

Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai 6,2 miliar dollar AS, di mana 75 persennya dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.

Belakangan di tengah lobi Jepang, tiba-tiba saja China muncul dan melakukan studi kelayakan untuk proyek yang sama. Hal itu rupanya mendapat sambutan baik dari Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno.

Baca juga: Andai China Ngotot Bunga KCJB Mentok di 3,4 Persen, Luhut: Okay

Saat Jepang masih belum menyerah merayu Pemerintah Indonesia, Rini bahkan selangkah lebih maju dengan menandatangani nota kesepahaman kerja sama dengan Menteri Komisi Pembangunan Nasional dan Reformasi China Xu Shaoshi pada Maret 2016.

China kemudian menawarkan nilai investasi yang lebih murah, yakni sebesar 5,5 miliar dollar AS dengan skema investasi 40 persen kepemilikan China dan 60 persen kepemilikan lokal, yang berasal dari konsorsium BUMN.

Dari estimasi investasi tersebut, sekitar 25 persen akan didanai menggunakan modal bersama dan sisanya berasal dari pinjaman dengan tenor 40 tahun dan bunga 2 persen per tahun.

Selain itu, berbeda dengan tawaran Jepang, China menjamin pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung ini tak menguras dana APBN Indonesia.

Baca juga: Tidak Fair kalau Semua Pembengkakan Biaya KCJB Ditanggung RI

Tawaran China lainnya yang berbeda dengan proposal Jepang, yakni mereka mengeklaim akan terbuka soal transfer teknologi kepada Indonesia.

Penegasan Jokowi haramkan APBN

Sesuai dengan janji dari China pula, baik Presiden Jokowi maupun para pembantunya, juga beberapa kali menegaskan untuk tidak menggunakan uang rakyat seperser pun untuk membiayai proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung.

"Kereta cepat tidak gunakan APBN. Kita serahkan BUMN untuk business to business (b to b). Pesan yang saya sampaikan kereta itu dihitung lagi," kata Jokowi dikutip dari laman Sekretariat Kabinet, 15 September 2015.

Jokowi menegaskan, jangankan menggunakan uang rakyat, pemerintah bahkan sama-sekali tidak memberikan jaminan apa pun pada proyek tersebut apabila di kemudian hari bermasalah.

Baca juga: Luhut Yakin Indonesia Sanggup Bayar Utang Proyek KCJB ke China

Hal ini karena proyek kereta cepat penghubung dua kota berjarak sekitar 150 kilometer tersebut seluruhnya dikerjakan konsorsium BUMN dan perusahaan China dengan perhitungan bisnis.

"Kita tidak ingin beri beban pada APBN. Jadi, sudah saya putuskan bahwa kereta cepat itu tidak gunakan APBN. Tidak ada penjaminan dari pemerintah. Oleh sebab itu, saya serahkan kepada BUMN untuk melakukan yang namanya b to b, bisnis," tegas Jokowi kala itu.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan bahwa hitung-hitungan ekonomi proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta Bandung yang diperkirakan menelan investasi Rp 70 triliun sampai Rp 80 triliun itu sangat jelas.

Baca juga: Kala Jonan Tak Hadir Saat Jokowi Groundbreaking Kereta Cepat Jakarta-Bandung dan Alasannya...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com