Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Senjakala Bisnis Toko Buku

Kompas.com - 30/05/2023, 08:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

TOKO buku yang menempati dua ruko gandeng di tengah kompleks perumahan ternyata mengundang pengunjung untuk datang. Anak-anak sekolah dengan orangtua pendamping membeli berbagai pernak-pernik kebutuhan belajar.

Walaupun tidak sampai membludak, jumlah penjualan harian tampaknya masih dapat memenuhi jumlah minimal. Setidaknya masih dapat menutup biaya operasional meski tidak sampai memperoleh laba besar.

Sebelum pandemi hadir pada 2020, kondisi toko buku ini jauh lebih ramai daripada sekarang. Kondisi proses pembelajaran di sekolah yang telah berangsur normal mendorong operasional toko kembali bergairah.

Dengan jumlah karyawan yang berkurang ketimbang sebelum pandemi, harapan untuk kembali pulih demikian besar.

Ketika ramai dalam pemberitaan salah satu toko buku legendaris akan menutup seluruh gerainya hingga akhir tahun ini, eksistensi toko buku kecil di tengah perumahan tentu menjadi menarik perhatian.

Saat orang berpikir bahwa bisnis toko buku akan punah, ternyata masih ada ceruk pasar yang membuat bisnis ini dapat terus bertahan.

Faktor penentu

Setidaknya ada lima faktor yang membuat toko buku ini masih bertahan. Pertama, lokasi.

Lokasi toko buku ini di tengah kompleks perumahan kelas menengah yang dihuni oleh keluarga muda yang masih memiliki anak sekolah, dari tingkat taman kanak-kanak hingga sekolah menengah.

Karena banyak anak sekolah, maka juga terdapat sejumlah sekolah di sekitar toko buku. Wajarnya anak sekolah, selalu ada saja barang-barang terkait keperluan pendidikan yang dapat dibeli.

Selain buku, alat-alat tulis (stationery) selalu jadi buruan. Porsi produk stationery menjadi lebih besar daripada buku. Langkah ini juga telah lama ditawarkan sebuah jaringan toko buku nasional.

Kedua, karena sebagian besar konsumen adalah anak sekolah, maka produk yang tersedia mayoritas untuk memenuhi kebutuhan anak sekolah.

Yang dominan adalah stationery atau produk yang terkait erat dengan tugas-tugas sekolah seperti beragam kertas, gunting, lem, pulpen, pensil, dan sejenisnya.

Ketiga, harga yang ditawarkan untuk produk yang dijual sesuai dengan “kantong” anak sekolah. Walau umumnya mereka berasal dari keluarga kelas menengah, harga menjadi salah satu pertimbangan utama mereka untuk membeli.

Promo-promo tertentu untuk menyambut tahun ajaran baru, masih menjadi senjata utama untuk menarik pengunjung datang.

Keempat, walaupun pasar anak sekolah menjadi sasaran utama, keberadaan pusat bisnis terutama UKM di sekitar kompleks perumahan tidak luput dari sasaran.

Kebutuhan alat tulis kantor (ATK) juga menjadi pasar yang cukup menarik. Toko buku ini pun mencoba memenuhi kebutuhan itu.

Terakhir, pelayanan dari karyawan toko buku kecil ini tidak luput dari perhatian. Bagaimanapun juga walau toko buku menjual produk berwujud, namun layanan yang diberikan dari karyawan tidak boleh diabaikan.

Pada zaman yang didominasi oleh media sosial sebagai sarana berekspresi, layanan yang buruk atau pendekatan yang kurang humanis, dapat dengan seketika menjadi viral.

Pendekatan yang bersahabat bisa menjadi daya tarik pengunjung untuk datang dan datang lagi. Apalagi anak sekolah yang umumnya ingin dilayani dan memiliki rasa ingin tahu yang besar.

Menjual pengalaman (experience) menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan.

Keberlanjutan

Bisnis toko buku tampaknya akan bernasib sama dengan toko kaset, cd, vcd, dvd atau rental video yang telah punah, juga penerbit buku yang satu-per satu mulai tutup.

Kemajuan teknologi yang mendorong perubahan perilaku konsumen menjadi pemicu. Sebuah fakta yang tidak dapat dihindari.

Namun di balik kesulitan biasanya selalu ada saja peluang baru muncul. Ketika toko kaset tutup, muncul pecinta produk retro yang justru mencari produk jadul ini.

E-book tetap menjadi peluang menarik di sejumlah lembaga pendidikan. Pameran buku pun tetap memiliki segmen khusus yang tidak ada habisnya.

Kondisi terkini memaksa bisnis toko buku mengubah model bisnis yang diusungnya. Jeli memanfaatkan ceruk pasar baru dan lebih fleksibel mengubah konsep bisnis yang konvensional.

Langkah ini sepertinya terlambat karena kecenderungan perubahan telah terjadi lama. Di saat lingkungan bisnis telah berubah drastis, menjalankan strategi lama menjadi tidak realistis, kecuali memilih tutup untuk selamanya.

Senjakala bisnis toko buku sungguh tidak terelakkan lagi.

*Dosen Tetap Program Studi Sarjana Manajemen, Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Tarumanagara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com