Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Kritikan DPR soal Ekspor Pasir Laut, Menteri KP: Pengerukan Ilegal, Pulau yang Disedot...

Kompas.com - 13/06/2023, 12:06 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Hal itu telah berdampak pada kerusakan lingkungan, bahkan membuat pulau-pulau 'tersedot' karena pengerukan pasir laut ilegal.

"Reklamasi yang sekarang ini, bapak-Ibu tolong, mohon dengan hormat pergilah ke tempat reklamasi itu. Dari mana bahan untuk reklamasi? Pulau dihajar. Kita tangkap (kegiatan pengerukan ilegal) di Rupat, kita setop di Rupat, karena pulau yang disedot. Enggak bisa seperti ini. Ini adalah merusak lingkungan," paparnya.

Oleh karena itu, melalui penerbitan PP 26/2023 diatur bahwa pengerukan pasir laut kini hanya bisa dilakukan terhadap pasir hasil sedimentasi. Di sisi lain, kata dia, pengerukan pasir hasil sedimentasi bisa mencegah kerusakan terumbu karang dan padang lamun.

"Itulah filosofi PP, ini barang yang merusak lingkungan. Kalau dia menutupi terumbu karang, menutupi padang lamun, ya itu sudah pasti merusak lingkungan. Inilah yang kita ambil," ungkap Trenggono.

Di sisi lain, dia menuturkan, Indonesia merupakan wilayah di mana terjadi perputaran arus, yang menyebabkan adaya sedimentasi di berbagai lokasi. Menurut dia, kondisi ini perlu dimanfaatkan untuk mendorong penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Trenggono menjelaskan, selama ini proyek reklamasi tak dikenai biaya oleh negara, padahal pengerukan pasir laut yang dilakukan untuk reklamasi tersebut berpotensi merusak lingkungan.

Maka dari itu diatur oleh pemerintah bahwa ketika mengajukan perencanaan untuk reklamasi harus disertai dengan pasir hasil sedimentasi di wilayah mana. Jika tidak memenuhi ketentuan pemerintah terkait pasir hasil sedimentasi, maka tidak diberi izin.

Baca juga: Menteri KKP: Ekspor Pasir Laut Tidak Diambil dari Sembarangan Lokasi

Sebaliknya, bila hasil pengecekan pemerintah memenuhi ketentuan, maka akan diberikan izin reklamasi dan mengeruk pasir hasil sedimentasi, tetapi dengan dikenai biaya. Dengan demikian, ada pengawasan terhadap kegiatan pengerukan yang sekaligus meningkatkan PNBP.

"Saya membayangkan, seluruh kebutuhan dalam negeri saja untuk reklamasi tidak kurang dari 20 miliar kubik, dan selama ini gratis tis tis tis. Nah itu tujuannya," kata dia.

"Sekarang Tuhan ini, Allah SWT kasih banyak hal yang diberi ke kita untuk bisa dioptimalisasi yang bisa jadi pendapatan negara. Kok enggak boleh? Nah itu saja. Jadi saya kembalikan ke sana," kata Trenggono.

Adapun pada Pasal 9 ayat (2) PP 26/2023 disebutkan bahwa pengerukan pasir hasil sedimentasi bisa dilakukan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, Trenggono menekankan, kegiatan pengerukan pasir laut tersebut tidak akan bisa dilakukan selama aturan teknis dari KKP belum terbit. Aturan teknis yang sedang disusun itu akan mencakup penugasan tim kajian yang akan mengawasi kegiatan pengerukan.

"PP ini tidak akan bisa apa-apa, tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada aturan teknisnya," pungkasnya.

Baca juga: Peneliti LIPI: Ekspor Pasir Laut Akan Berdampak ke Lingkungan dan Sosial

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Emiten Migas Elnusa Bakal Tebar Dividen Rp 201 Miliar

Emiten Migas Elnusa Bakal Tebar Dividen Rp 201 Miliar

Whats New
Kewajiban Sertifikat Halal bagi UMKM Ditunda hingga 2026

Kewajiban Sertifikat Halal bagi UMKM Ditunda hingga 2026

Whats New
BW Digital dan Anak Usaha Telkom Bangun Sistem Komunikasi Kabel Laut Hubungkan Australia, RI, Singapura

BW Digital dan Anak Usaha Telkom Bangun Sistem Komunikasi Kabel Laut Hubungkan Australia, RI, Singapura

Whats New
Garuda Indonesia Hentikan Sementara Operasional Pesawat yang Alami Insiden Mesin Terbakar

Garuda Indonesia Hentikan Sementara Operasional Pesawat yang Alami Insiden Mesin Terbakar

Whats New
IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

IHSG Diperkirakan Akan Melemah, Simak Analisis dan Rekomendasi Sahamnya

Whats New
Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Ditopang Data Inflasi AS, Wall Street Berakhir di Zona Hijau

Whats New
Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Masih Terkendali, Inflasi AS Bulan April Turun Jadi 3,4 Persen

Whats New
Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Fitch Ratings Proyeksi Defisit Anggaran Pemerintahan Prabowo-Gibran Melebar Dekati 3 Persen

Whats New
RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

RI Raup Rp 14,8 Triliun dari Ekspor Tuna, Pemerintah Harus Jaga Populasinya

Whats New
OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

OJK Sebut Porsi Pembiayaan Kendaraan Listrik Baru 0,01 Persen

Whats New
Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Rencana Merger XL Axiata dan Smartfren Masuk Tahap Evaluasi Awal

Whats New
[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

[POPULER MONEY] 2.650 Pekerja Pabrik di Jabar Kena PHK dalam 3 Bulan Terakhir | Percikan Api Bikin Penerbangan Haji Kloter 5 Makassar Balik ke Bandara

Whats New
Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai 'Take Off', Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Mesin Pesawat Garuda Terbakar Usai "Take Off", Kemenhub Lakukan Inspeksi Khusus

Whats New
Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Apa Itu Saham Syariah? Simak Pengertian dan Karakteristiknya

Earn Smart
Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Simak 3 Tips Melunasi Pinjaman Online secara Efektif

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com