Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jawab Kritikan DPR soal Ekspor Pasir Laut, Menteri KP: Pengerukan Ilegal, Pulau yang Disedot...

Kompas.com - 13/06/2023, 12:06 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi IV DPR RI menggelar rapat kerja dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono yang membahas rancangan anggaran pada 2024 serta isu terkini mengenai sektor kelautan dan perikanan.

Namun, isu yang menjadi sorotan utama para anggota Komisi IV adalah kebijakan ekspor pasir laut. Mereka mengkritisi kebijakan pemerintah membuka ekspor pasir laut setelah dilarang sejak 2003.

Sebagai informasi, pemerintah membuka izin ekspor pasir laut seiring terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Salah satu kritikan disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPR RI, Ema Umiyyatul Chusnah dari Fraksi PPP, yang menyebut perlunya pemerintah melakukan kajian sebelum memutuskan regulasi tersebut.

Baca juga: Menteri KKP Bantah Kebijakan Ekspor Pasir Laut Disebut untuk Muluskan Investasi Singapura ke IKN

Ia bilang, kajian diperlukan agar pemanfaatan sedimentasi laut tidak memberikan dampak negatif bagi lingkungan, misalnya terjadi abrasi. Lewat kajian ini maka akan menjawab kekhawatiran publik terkait dampak kerusakan ekosistem.

Ema pun mengingatkan agar pemanfaatan pasir laut yang diatur dalam beleid terbaru itu tak digunakan untuk memuluskan kepentingan ekspor pasir laut yang bisa merusak pesisir.

"Jangan sampai kebiijakan ini hanya menjadi kedok untuk mengeruk dan mengekspor pasir laut dan merusak lingkungan di pesisir," katanya dalam rapat kerja di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (12/6/2023).

Begitu pula dengan Anggota Komisi IV DPR RI, Azikin Solthan dari Fraksi Gerindra, yang mengatakan PP 26/2003 tersebut membuat masyarakat pesisir, nelayan, dan pemerhati lingkungan cemas.

Menurut dia, penduduk di wilayah pesisir mengkhawatirkan aturan tersebut melegalkan penambangan pasir laut di seluruh Indonesia yang pada akhirnya bisa merusak ekosistem biota laut.

"Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak serius pada krisis ekologi di seluruh wilayah pesisir dan laut. Juga kerusakan ekosistem biota laut yang berdampak pada menurunnya hasil tangkapan nelayan," ujarnya.

Sementara Anggota Komisi IV DPR RI Slamet dari Fraksi PKS, menilai KKP tidak transparan dalam menetapkan kebijakan ekspor pasir laut lantaran dalam penyusunannya tidak melibatkan publik secara luas.

Ia khawatir ada maksud tersembunyi dalam penyusunan PP tersebut. Dia pun meminta adanya hasil kajian yang jelas terkait aturan itu, bahwa kegiatan pengerukan pasir laut akan menggunakan alat canggih dan berbagai hal lainnya sehingga tak akan merusak lingkungan.

"Ini membuat kami curiga apalagi setelah kami membaca isinya. Kami dalami itu. Kami tidak menolak niat baik pemerintah, tetapi jangan sampai tidak transparansi, ini ada penumpang gelap dalam PP ini. Ini yang kami kahwatirkan," ungkap Slamet.

Baca juga: Luhut Berani Garansi Ekspor Pasir Laut Tidak Merusak Lingkungan

Tanggapan Menteri KP

Menanggapi kritikan para anggota DPR, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan, sebelum adanya aturan pengelolaan hasil sedimentasi pasir laut tersebut, justru banyak aksi pengerukan pasir laut ilegal untuk proyek reklamasi.

Hal itu telah berdampak pada kerusakan lingkungan, bahkan membuat pulau-pulau 'tersedot' karena pengerukan pasir laut ilegal.

"Reklamasi yang sekarang ini, bapak-Ibu tolong, mohon dengan hormat pergilah ke tempat reklamasi itu. Dari mana bahan untuk reklamasi? Pulau dihajar. Kita tangkap (kegiatan pengerukan ilegal) di Rupat, kita setop di Rupat, karena pulau yang disedot. Enggak bisa seperti ini. Ini adalah merusak lingkungan," paparnya.

Oleh karena itu, melalui penerbitan PP 26/2023 diatur bahwa pengerukan pasir laut kini hanya bisa dilakukan terhadap pasir hasil sedimentasi. Di sisi lain, kata dia, pengerukan pasir hasil sedimentasi bisa mencegah kerusakan terumbu karang dan padang lamun.

"Itulah filosofi PP, ini barang yang merusak lingkungan. Kalau dia menutupi terumbu karang, menutupi padang lamun, ya itu sudah pasti merusak lingkungan. Inilah yang kita ambil," ungkap Trenggono.

Di sisi lain, dia menuturkan, Indonesia merupakan wilayah di mana terjadi perputaran arus, yang menyebabkan adaya sedimentasi di berbagai lokasi. Menurut dia, kondisi ini perlu dimanfaatkan untuk mendorong penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Trenggono menjelaskan, selama ini proyek reklamasi tak dikenai biaya oleh negara, padahal pengerukan pasir laut yang dilakukan untuk reklamasi tersebut berpotensi merusak lingkungan.

Maka dari itu diatur oleh pemerintah bahwa ketika mengajukan perencanaan untuk reklamasi harus disertai dengan pasir hasil sedimentasi di wilayah mana. Jika tidak memenuhi ketentuan pemerintah terkait pasir hasil sedimentasi, maka tidak diberi izin.

Baca juga: Menteri KKP: Ekspor Pasir Laut Tidak Diambil dari Sembarangan Lokasi

Sebaliknya, bila hasil pengecekan pemerintah memenuhi ketentuan, maka akan diberikan izin reklamasi dan mengeruk pasir hasil sedimentasi, tetapi dengan dikenai biaya. Dengan demikian, ada pengawasan terhadap kegiatan pengerukan yang sekaligus meningkatkan PNBP.

"Saya membayangkan, seluruh kebutuhan dalam negeri saja untuk reklamasi tidak kurang dari 20 miliar kubik, dan selama ini gratis tis tis tis. Nah itu tujuannya," kata dia.

"Sekarang Tuhan ini, Allah SWT kasih banyak hal yang diberi ke kita untuk bisa dioptimalisasi yang bisa jadi pendapatan negara. Kok enggak boleh? Nah itu saja. Jadi saya kembalikan ke sana," kata Trenggono.

Adapun pada Pasal 9 ayat (2) PP 26/2023 disebutkan bahwa pengerukan pasir hasil sedimentasi bisa dilakukan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, Trenggono menekankan, kegiatan pengerukan pasir laut tersebut tidak akan bisa dilakukan selama aturan teknis dari KKP belum terbit. Aturan teknis yang sedang disusun itu akan mencakup penugasan tim kajian yang akan mengawasi kegiatan pengerukan.

"PP ini tidak akan bisa apa-apa, tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada aturan teknisnya," pungkasnya.

Baca juga: Peneliti LIPI: Ekspor Pasir Laut Akan Berdampak ke Lingkungan dan Sosial

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com