Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Telur Ayam Masih Mahal, Apa Upaya Pemerintah?

Kompas.com - 18/06/2023, 09:11 WIB
Elsa Catriana,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Bapanas mengungkapkan, salah satu faktor yang membuat kenaikan harga telur mahal adalah cuaca ekstrem El Nino.

Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menjelaskan, suhu di Indonesia saat ini sudah panas, ada di kisaran 36-38 derajat selsius setiap harinya. Hal ini pun menurut dia mempengaruhi produksi telur di dalam negeri, karena untuk mendapatkan produksi yang baik harus dalam kondisi suhu yang stabil.

"El Nino pasti akan berpengaruh terhadap potensi produksi kita. Sekarang aja kalau kita rasakan, suhu di Indonesia rata rata sudah 36, 37, 38. itu juga berpengaruh terhadap potensi produksi telur kita, ayam broiler kita, kenapa? karena ayam juga perlu suhu yang stabil," ujarnya.

Oleh karena itu, pihaknya akan meninjau berapa persen penurunan produksi telur di tengah cuaca panas saat ini. Namun, ia memastikan harga akan cenderung naik karena turunnya produktivitas.

Sementara dari sisi pedagang, Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan mengatakan, faktor produksi dan proses distribusi menjadi penyebab harga telur mahal.

Pada faktor produksi, harga telur saat ini turut dipengaruhi oleh harga pakan yang tinggi. Lalu pada proses distribusi, terjadi ketidaksesuaian distribusi.

Reynaldi menuturkan, proses distribusi tidak dilakukan sesuai dengan kebiasaan. Biasanya, telur ayam di distribusikan ke pasar, tetapi banyak pihak yang justru melakukan pendistribusian di luar pasar atau memenuhi permintaan di luar pasar. "Sehingga supply (pasokan) dan demand (permintaan) di pasar terganggu dan menyebabkan harga terus merangkak naik," kata dia.

Baca juga: Soal Harga Telur, Bapanas: Kalau di Hilir Harga di Atas Rp 36.000 Per Kilogram Itu Tidak Wajar

Upaya pemerintah

Pemerintah dalam hal ini Bapanas, tengah menjalankan sejumlah langkah konkrit untuk menjaga stabilitas dan keseimbangan harga telur di tingkat peternak, pedagang, dan konsumen.

Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan, upaya ini dilakukan melalui program strategis seperti pelaksanaan bantuan pangan telur dan daging ayam, pemantauan pergerakan harga di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, serta fasilitasi distribusi jagung ke daerah sentra peternakan untuk menjaga harga pakan.

Menurut Arief, hal ini dilakukan agar terwujud keseimbangan harga dari hulu hingga hilir sehingga menjaga keberlanjutan tumbuhnya ekosistem telur nasional. "Beberapa bulan terakhir usaha pemerintah memang untuk menyiapkan harga yang wajar. Hal ini sesuai dengan arahan Bapak Presiden yang menekankan pentingnya menjaga keseimbangan harga di tingkat peternak, pedagang dan konsumen," ungkapnya.

Ia memastikan, untuk mewujudkan keseimbangan tersebut pemerintah secara bertahap menjalankan berbagai program strategis. Seperti penyaluran bantuan telur dan daging ayam untuk Keluarga Risiko Stunting (KRS), di mana program ini secara efektif menyerap telur dan daging ayam yang dihasilkan peternak mandiri dengan harga yang baik untuk disalurkan guna menurunkan angka stunting.

"Saat ini pemerintah sedang menjalankan program bantuan untuk 1,4 juta KRS di 7 provinsi dengan memberikan telur ayam 1 pack dan 1 ekor daging ayam karkas bersama ID FOOD, Holding BUMN Pangan. Program ini akan berjalan selama 3 bulan. Mulai April sampai Juni 2023," jelas Arief.

Program pemerintah ini, menurutnya, menjadi semacam closed loop yang terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir.

Sementara di hulu pihaknya melibatkan peternak mandiri sebagai pemasok produk, di tengah menyiapkan ID FOOD sebagai stan by buyer dengan harga yang baik untuk jaga stabilitas harga di peternak, lalu di hilir didistribusikan kepada masyarakat yang berisiko stunting sesuai data nama per alamat dari BKKBN.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com