UU tersebut belum sepenuhnya mengakomodasi transaksi dan aktivitas berbasis digital yang kini marak terjadi.
Hal ini semakin kompleks dengan adanya keterlibatan aplikasi kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai sektor.
Misalnya, dalam Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 28 Tahun 2014), harus ada aturan jelas mengenai siapa yang bisa dikategorikan sebagai pencipta karya yang dihasilkan oleh AI.
Sebab, AI kini semakin aktif dalam penciptaan karya, dan hal ini tentunya berimplikasi pada hak cipta.
Belum lagi masalah kesalahan yang seringkali terjadi akibat kecerdasan buatan. Di Indonesia, kasus Abdul Manaf yang dituduh sebagai pelaku pengeroyokan Ade Armando pada 11 April 2022, menjadi contoh bagaimana teknologi pengenalan wajah dapat memunculkan kesalahan fatal.
Selain itu, ada juga perusahaan keuangan di Amerika Serikat yang menggunakan AI untuk menentukan limit kredit nasabah. Sayangnya, terjadi diskriminasi gender di mana limit kredit untuk perempuan lebih rendah dibandingkan lelaki.
Kementerian Dalam Negeri saat ini tengah berupaya mendigitalisasi identitas warga dengan pengembangan dari KTP elektronik menjadi bentuk aplikasi.
Inisiatif ini tentunya membutuhkan revisi pada UU Administrasi Kependudukan agar mampu merespons perkembangan teknologi digital saat ini.
Dengan pengalaman pembentukan UU Perlindungan Data Pribadi yang memakan waktu sepuluh tahun, timbul kekhawatiran bahwa pembaharuan regulasi lainnya juga akan memerlukan waktu yang lama.
Maka dari itu, urgensi untuk segera mengembangkan regulasi yang mampu melindungi konsumen di era digital menjadi kebutuhan yang tidak bisa ditunda lagi.
Sebagai bangsa yang sedang menuju era digital, Indonesia harus mampu menjaga dan melindungi data serta hak-hak konsumennya.
Perubahan regulasi harus segera dilakukan agar tidak tertinggal dan mampu menjawab tantangan di era digital ini.
Pembaharuan regulasi menjadi kunci dalam menjamin perlindungan konsumen. Salah satu langkah konkret yang telah dilakukan adalah melalui Peraturan OJK No 1/POJK.07/2013 yang mengharuskan lembaga jasa keuangan memiliki unit perlindungan konsumen. Inisiatif seperti ini dapat diterapkan lebih luas di berbagai sektor lainnya.
Bank Indonesia juga telah melakukan langkah serupa dengan mengeluarkan PBI Nomor 22 tentang Perlindungan Konsumen Bank Indonesia.
Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadirkan perlindungan bagi konsumen di tengah pesatnya perkembangan inovasi keuangan digital.