Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Menyoal Rumitnya Pelepasan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit

Kompas.com - 28/08/2023, 17:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Pelepasan kawasan hutan dapat dilakukan pada kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi dan atau kawasan hutan produksi tetap.

Pelepasan tersebut untuk kegiatan a) proyek strategis nasional; b) pemulihan ekonomi nasional; c) pengadaan tanah untuk ketahanan pangan (food estate) dan energi; d) pengadaan tanah untuk bencana alam; e) pengadaan tanah obyek reforma agraria; dan f) kegiatan usaha yang telah terbangun dan memiliki izin di dalam kawasan hutan.

Birokrasi rumit

Aturan pelepasan kawasan hutan mengacu sepenuhnya pada Permen LHK no. 7/2021. Meski telah menggunakan sistem online single submission (OSS) dalam perizinan berusaha terintegrasi, namun tidak keseluruhan menggunakan OSS. Ada beberapa hal yang masih bersifat konvensional di antaranya:

Pertama, pelepasan kawasan HPK untuk perizinan berusaha tidak diberikan sekaligus sesuai dengan permohonan jumlah luasnya, tetapi secara bertahap.

Pasal 4 menyatakan bahwa luas kawasan HPK yang dilepaskan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan di setiap wilayah provinsi:

  1. untuk pembangunan perkebunan sawit diberikan paling banyak 60.000 hektare (ha), untuk satu perusahaan atau group perusahaan dalam satu wilayah provinsi, dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak 20.000 ha, dan proses pelepasan berikutnya dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi pemanfaatan Kawasan HPK yang telah dilepaskan sebelumnya;
  2. untuk pembangunan perkebunan dengan komoditas tebu, diberikan paling banyak 60.000 ha untuk satu perusahaan atau group perusahaan dengan ketentuan diberikan secara bertahap dengan luas paling banyak 20.000 ha dan proses pelepasan berikutnya dilaksanakan setelah dilakukan evaluasi pemanfaatan Kawasan HPK yang telah dilepaskan sebelumnya;
  3. untuk pembangunan perkebunan lainnya diberikan paling banyak seluas 35.000 ha untuk kelapa, seluas 23.000 ha untuk karet, seluas 13.000 ha untuk kakao, seluas 13.000 ha, untuk kopi, seluas 14.000 ha untuk teh dan seluas 5.000 ha untuk tembakau bagi satu perusahaan atau grup perusahaan untuk satu wilayah nasional.

Evaluasi dilakukan oleh kepala dinas provinsi dan kepala dinas yang mengurusi perkebunan yang hasilnya memuat pertimbangan layak tidaknya pemberian pelepasan berikutnya, berdasarkan unsur-unsur yang dievaluasi.

Dasar pertimbangan pemberian izin secara bertahap tiga kali untuk perkebunan sawit untuk 60.000 ha dan empat kali untuk perkebunan komoditas tebu untuk 100.000 ha, masih belum jelas dan perlu penjelasan lebih lanjut.

Kegiatan evaluasi oleh dinas provinsi/dinas yang mengurusi perkebunan atau kementerian sekalipun berpotensi sebagai sumber kolusi dan korupsi.

Kedua, rentang waktu rekomendasi persetujuan dan penolakan sangat panjang setelah lolos administrasi dari Lembaga OSS.

Dari Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (KLHK) mengakses dan mengunduh permohonan dan persyaratan dari sistem elektronik yang terintegrasi sampai dengan keluarnya keputusan menteri LHK dibutuhkan waktu 44 hari kerja.

Sedangkan rentang waktu lembaga OSS menerbitkan surat penolakan permohonan dibutuhkan waktu paling cepat 27 hari kerja.

Proses pungurusan izin dari mengakses dan mengunduh permohonan dan persyaratan dari sistem elektronik yang terintegrasi, pengawasan terhadap persyaratan permohonan, verifikasi lapangan, pelaporan kepada menteri, telaahan teknis dari persetujuan lembaga OSS kepada Sekjen, penelahan hukum dan penerbitan serta penyampaian konsep keputusan menteri kepada menteri, juga berpotensi sebagai sumber kolusi dan korupsi.

Ketiga, bagi izin pelepasan kawasan HPK yang melalui lembaga OSS, salah satu persyaratan teknis, yakni laporan dan rekomendasi hasil penelitian Tim Terpadu juga diperlukan.

Apabila ya, maka pemohon izin melalui OSS, sebelum dokumennya diproses oleh lembaga OSS, harus mengajukan permohonan kepada Dirjen PKTL KLHK untuk membentuk Tim Terpadu yang biayanya dibebankan kepada pemohon.

Waktu yang dibutuhkan melaksanakan penelitian dan menyampaikan laporan hasil penelitian dan rekomendasi paling lambat 60 hari kerja sejak ditetapkannya surat perintah tugas dari Direktur Jenderal atas nama Menteri.

Proses seperti ini sudah tentu membuka celah dan tidak steril dari proses negosiasi dan kolusi yang muaranya juga berujung pada korupsi.

Keempat, persyaratan teknis proporsal dan rencana teknis; peta lokasi; izin lingkungan; izin lokasi; rekomendasi hasil penelitian tim terpadu; pertimbangan gubernur; dan pakta integritas harus dibuat secara tertulis dan disampaikan meskipun tidak langsung ke KLHK, tetapi melalui sistem OSS. Proses pengurusan persyaratan administrasi ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

UU Cipta Kerja

Salah satu tujuan dibentuknya UU Cipta Kerja adalah memberi kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah, peningkatan ekosistem investasi, dan percepatan proyek strategis nasional, termasuk peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja.

Kemudahan yang dimaksud meliputi proses pengurusan izin dan waktu yang dibutuhkan dalam pengurusan izin.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Permendag 8/2024 Terbit, Wamendag Jerry: Tidak Ada Lagi Kontainer yang Menumpuk di Pelabuhan

Permendag 8/2024 Terbit, Wamendag Jerry: Tidak Ada Lagi Kontainer yang Menumpuk di Pelabuhan

Whats New
[POPULER MONEY] Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer di Tanjung Priok | BLT Rp 600.000 Tidak Kunjung Dicairkan

[POPULER MONEY] Sri Mulyani Panjat Truk Kontainer di Tanjung Priok | BLT Rp 600.000 Tidak Kunjung Dicairkan

Whats New
Segera Dibuka, Ini Progres Seleksi PPPK 2024

Segera Dibuka, Ini Progres Seleksi PPPK 2024

Whats New
Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 68 Masih Dibuka, Simak Insentif, Syarat, dan Caranya

Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 68 Masih Dibuka, Simak Insentif, Syarat, dan Caranya

Work Smart
OJK Luncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud Penyelenggara ITSK

OJK Luncurkan Panduan Strategi Anti-Fraud Penyelenggara ITSK

Whats New
3 Cara Transfer BRI ke BNI, Bisa lewat HP

3 Cara Transfer BRI ke BNI, Bisa lewat HP

Spend Smart
5 Cara Cek Nomor Rekening Penipu atau Bukan secara Online

5 Cara Cek Nomor Rekening Penipu atau Bukan secara Online

Whats New
Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Simak 5 Tips Mengelola Keuangan untuk Pasutri LDM

Earn Smart
Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Luhut Bilang, Elon Musk Besok Pagi Datang ke Bali, Lalu Ketemu Jokowi

Whats New
Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Sandiaga Soroti Pengerukan Tebing di Uluwatu untuk Resort, Minta Alam Jangan Dirusak

Whats New
Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Cara Tarik Tunai Tanpa Kartu ATM Bank Jateng

Whats New
Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan 'Employee Benefit'

Toko Marine Hadirkan Platform untuk Tingkatkan "Employee Benefit"

Whats New
Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Cara Cetak Rekening Koran BCA, BRI, BNI, dan Bank Mandiri via Online

Spend Smart
Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Daftar UMK Kota Surabaya 2024 dan 37 Daerah Lain di Jawa Timur

Whats New
Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Menhub Pastikan Bandara Juanda Surabaya Siap Layani Penerbangan Haji 2024

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com