Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Menyoal Rumitnya Pelepasan Kawasan Hutan untuk Kebun Sawit

Kompas.com - 28/08/2023, 17:21 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Melihat proses dan lamanya waktu pengurusan izin pelepasan kawasan HPK ini, nampaknya Permen LHK no. 7/2021 belum sejalan dengan marwah UU Cipta Kerja dan dibutuhkan penyesuaian seperlunya untuk menggairahkan iklim berusaha (investasi).

Celah tersebut sebenarnya juga telah dibuka dalam UU Cipta Kerja tentang kehutanan pasal 19 ayat (2) yang berbunyi: Ketentuan mengenai tata cara perubahan peruntukan dan perubahan fungsi kawasan hutan diatur dalam Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri.

Namun faktanya hingga regulasi telah diturunkan ketingkat Permen, mengurus pelepasan kawasan hutan masih tetap saja rumit dan birokratis.

Peran lain UU Cipta Kerja termuat dalam paragraf 3 tentang persetujuan lingkungan, pasal 32 ayat (1) menyatakan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah membantu pengurusan Amdal bagi usaha dan/atau kegiatan Usaha Mikro dan Kecil yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup.

Ayat berbunyi (2) bantuan penyusunan Amdal berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan Amdal.

Kemudian pasal 34 ayat (1) menegaskan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap Lingkungan Hidup wajib memenuhi standar UKL-UPL.

Ayat (2) pemenuhan standar UKL-UPL dinyatakan dalam Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Melihat kemudahan dalam penyusunan Amdal dan UKL-UPL bagi Usaha Kecil dan Mikro, terkait dengan PermenLHK LHK P.96/2018 pasal ayat (1a) tentang pernyataan komitmen penyelesaian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) atau Upaya Kelola Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL); perlu ditinjau kembali batasan luas pelepasan kawasan HPK untuk perkebunan bagi Usaha Kecil dan Mikro tersebut.

Di tengah pemerintah sedang berupaya mendorong peningkatan ekosistem investasi dan iklim kemudahan perizinan berusaha (menarik investasi sebesar-besarnya), keterbukaan informasi tentang sumber daya alam seperti kawasan HPK harus dibuka seluas-luasnya bagi dunia usaha dan masyarakat umum.

Informasi dan transparansi tentang peta dan luas kawasan HPK tiap provinsi/kabupaten yang masih belum dibebani hak harus dapat diakses dengan mudah.

Kalau perlu, pemerintah melakukan jemput bola dengan menawarkan kawasan HPK yang belum dibebani hak tersebut kepada asosasi pengusaha seperti Kadin, APHI, asosiasi pengusaha kebun tebu dan sebagainya sehingga iklim berusaha dengan memanfaatkan kawasan HPK semakin bergairah.

Mekanisme perizinan yang tidak dapat dilakukan dengan sistem OSS dan masih memerlukan sistem konvensional yang membuka celah adanya “kolusi” seharusnya dicegah dengan sistem pengawasan melekat dua jenjang yang sangat ketat sehingga penyimpangan dapat ditekan sekecil mungkin.

Demikian halnya dengan rentang waktu perizinan sebisa mungkin dapat dipersingkat dari aturan yang sekarang berlaku, sehingga iklim berusaha benar-benar dirasakan, baik dari segi kemudahan prosedur, lama waktu dan kepastian berusaha.

Khusus untuk pemutihan kebun sawit 3,3 juta hektare, di mana menurut data KLHK (2021), 115.694 hektare terdapat dalam kawasan hutan konservasi dan 174.910 hektare lainnya terdapat dalam kawasan hutan lindung; seharusnya tidak masuk dalam kebun sawit yang diputihkan.

Secara regulasi tidak ada celah yang mendukung untuk dilakukan pelepasan kawasan hutannya.

Oleh karena itu, kebun sawit ilegal yang berada dalam kawasan hutan lindung dan hutan konservasi harus diserahkan dan disita negara untuk dikembalikan menjadi kawasan hutan sesuai dengan fungsinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com