Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wahyu Suryodarsono
Tentara Nasional Indonesia

Indonesian Air Force Officer, and International Relations Enthusiast

Menuju Era Baru Deglobalisasi

Kompas.com - 14/09/2023, 06:05 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebagai contoh, sejak menerapkan sanksi keras kepada Rusia, sekutu Amerika Serikat membekukan semua transaksi dengan mata uang Rubel, dengan cara memutus penukaran uang antarlembaga keuangan lintas negara atau SWIFT (Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication).

Tindakan ini menandai fenomena baru di era modern, yaitu penggunaan mata uang Dollar AS sebagai amunisi perang (dollar weaponization) dalam perang dagang antara AS dan China.

Fenomena ini sesungguhnya bukanlah hal baru, dan Rusia tentu saja tidak tinggal diam. Beberapa waktu lalu, Rusia menjual minyak ke India melalui Uni Emirat Arab dengan menggunakan mata uang Dirham dan Rubel.

Sementara Rusia melakukan transaksi berbagai komoditas, seperti minyak, batubara, dan logam lainnya dengan China menggunakan yuan.

Arus investasi yang tidak lagi dilakukan secara offshoring secara luas, atau terkotak-kotak sesuai aliansinya saja alias friendshoring, semakin mempertegas kecenderungan deglobalisasi dalam pergerakan modal di dunia.

Migrasi penduduk, penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi

Pasca pandemi COVID-19, kebijakan lockdown yang diterapkan hampir di seluruh dunia membuat migrasi penduduk secara global sempat terhenti.

Hal ini membuat para pekerja migran tidak bisa melakukan mobilisasi, yang pada akhirnya menganggu aktivitas bisnis maupun pergerakan modal.

Kabar baiknya, hal ini mulai mengangsur-angsur membaik di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional di seluruh dunia.

Akan tetapi, metode remote working yang masif terjadi ketika pandemi COVID-19 membuat aktivitas manusia menjadi lebih efisien tanpa harus bergerak dari tempat kerja.

Fenomena ini merupakan bukti bahwa perkembangan teknologi mulai menjadi variabel baru, yang memengaruhi mobilitas manusia, bahkan dalam skala global di segala aspek.

Peneliti dari Yale University dan World Bank, Pinelopi Goldberg and Tristan Reed, melakukan penelitian tentang fenomena deglobalisasi pada 2023.

Dalam penelitian tersebut, mereka mengungkap bahwa terdapat dua alasan mengapa perlambatan perdagangan dapat disebabkan oleh teknologi: adanya fragmentasi produksi pada produk-produk di tingkat menengah dalam Global Value Chain (GVC), dan berkurangnya kebutuhan tenaga kerja kasar akibat otomatisasi serta perkembangan Artificial Intelligence (AI).

Namun, menurut mereka, alasan utama terjadinya deglobalisasi tetap bukanlah technology-driven, melainkan policy-driven.

Yang perlu kita sadari bersama adalah gejala deglobalisasi yang akhir-akhir ini terjadi merupakan potensi akan timbulnya konflik besar pada masa depan.

Pentingnya penguatan ketahanan nasional di segala aspek harus berjalan selaras dengan optimalisasi kemandirian industri dalam negeri.

Hilirisasi industri untuk penguatan produksi dalam negeri serta kapabilitas pertahanan, menjadi kunci bagi negara kita untuk tetap bertahan di tengah gempuran era baru deglobalisasi.

Bagaimanapun juga, negara yang kuat di sektor ekonomi dan pertahanannya akan memiliki potensi untuk survive dalam kondisi konflik geopolitik bagaimanapun juga yang semakin tak menentu di era saat ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Waspada Modus Penipuan Keuangan Baru yang Mengincar Masyarakat pada 2024

Whats New
Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Menkominfo: Jurnalistik Harus Investigasi, Masa Harus Dilarang...?

Whats New
Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Maskapai Emirates Buka Lowongan Kerja di Jakarta, Lulusan SMA Bisa Daftar

Whats New
Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Didukung Konsumsi yang Tinggi, Prospek Bisnis Distribusi Beras Dinilai Makin Cerah

Whats New
PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

PGN Lunasi Utang Obligasi Dollar AS Pada 2024

Whats New
Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Sandiaga: Investasi di Sektor Parekraf Capai Rp 11 Triliun di Kuartal I 2024

Whats New
Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Kelas 1,2,3 Diganti Jadi KRIS, Ini Penjelasan Dirut BPJS Kesehatan

Whats New
Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Harga Bahan Pokok Selasa 14 Mei 2024 Mayoritas Naik

Whats New
Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Pendaftaran Sekolah Kedinasan Dibuka Besok Lewat SSCASN

Whats New
Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Lowongan Kerja Astra Honda Motor, Ini Posisi dan Persyaratannya

Work Smart
Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 14 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Perilaku Petugas Penagihan 'Fintech Lending' Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Perilaku Petugas Penagihan "Fintech Lending" Paling Banyak Diadukan Masyarakat

Whats New
Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Imbas Kasus Kekerasan, Kemenhub Tidak Buka Penerimaan Taruna Baru STIP Jakarta Tahun Ini

Whats New
Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Sri Mulyani Lagi-lagi Bertemu Pimpinan Bea Cukai, Bahas Keluhan Masyarakat

Whats New
Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Mengapa Malaysia dan Singapura Hambat Industri Semikonduktor Indonesia?

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com