Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Minyak Dunia Terimbas Aksi Ambil Untung

Kompas.com - 20/09/2023, 10:00 WIB
Yohana Artha Uly,
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Tim Redaksi

Sumber CNBC

NEW YORK, KOMPAS.com - Harga minyak mentah dunia turun tipis pada akhir perdagangan Selasa (19/9/2023) waktu setempat, setelah pada sesi sebelumnya sempat mencapai level tertinggi dalam 10 bulan.

Pelemahan terjadi gegara para investor mengambil keuntungan setelah harga minyak mentah trennya terus menguat imbas kebijakan pengurangan produksi yang berkepanjangan dari Arab Saudi dan Rusia.

Mengutip CNBC, Rabu (20/9/2023), harga acuan minyak mentah Brent turun 9 sen AS menjadi sebesar 94,34 dollar AS per barrel. Sebelumnya, sempat mencapai puncak sesi di 95,96 dollar AS per barrel, tertinggi sejak November 2022.

Baca juga: Harga Minyak Zaitun Melonjak 100 Persen, Imbas Kekeringan di Spanyol

Ilustrasi harga minyak mentah. SHUTTERSTOCK/GAS-PHOTO Ilustrasi harga minyak mentah.
Sementara acuan harga minyak mentah Intermediate West Texas Intermediate (WTI) AS turun 28 sen AS menjadi seharga 91,20 dollar AS per barrel, setelah pada sesi sebelumnya mencapai 93,74 dollar AS per barrel, yang juga merupakan level tertinggi sejak November 2022.

Setelah Brent mencapai 95 dollar AS per barrel pada Selasa kemarin, bank investasi UBS menyatakan dalam sebuah catatan bahwa pihaknya mulai mengambil keuntungan.

Kendati begitu, para ahli strategi UBS memperkirakan Brent akan tetap diperdagangkan pada kisaran 90 sampai 100 dollar AS per barrel dalam beberapa bulan mendatang, dengan target akhir tahun sebesar 95 dollar AS per barrel.

Tren kenaikan harga minyak dunia terjadi usai Arab Saudi dan Rusia memutuskan memperpanjang pemangkasan produksi minyak sebesar 1,3 juta barrel per hari hingga akhir tahun.

Baca juga: Naik Lagi, Harga Minyak Dunia Tembus 94 Dollar AS

Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman menyebut, langkah pengurangan produksi yang dilakukan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutu yang dipimpin oleh Rusia atau OPEC+, memang diperlukan.

Ia menuturkan, pasar energi internasional memerlukan regulasi yang lebih ringan untuk membatasi volatilitas, sekaligus memperingatkan ketidakpastian permintaan dari China dan pertumbuhan ekonomi kawasan Eropa, dan langkah bank-bank sentral untuk mengatasi inflasi.

"Pemangkasan produksi oleh Arab Saudi dan Rusia dapat menyebabkan defisit 2 juta barrel per hari pada kuartal keempat, dan penurunan persediaan selanjutnya dapat menyebabkan pasar terkena lonjakan harga lebih lanjut pada tahun 2024," kata analis ANZ.

Di sisi lain, kondisi pasar minyak juga dipengaruhi produksi minyak AS dari wilayah penghasil serpih terbesar yang diperkirakan turun selama tiga bulan berturut-turut pada Oktober mendatang ke level terendah sejak Mei 2023, menurut laporan bulanan Badan Informasi Energi (EIA) Amerika Serikat (AS).

Baca juga: Harga Minyak Dunia Tembus 93 Dollar AS Per Barrel, Jadi Level Tertinggi pada 2023

Kini pasar pun tengah menanti kebijakan suku bunga sejumlah bank sentral yang akan diputuskan pekan ini, terdiri dari bank sentral AS, Inggris, Jepang, Swedia, Swiss, dan Norwegia.

Kebijakan suku bunga bank sentral sangat mempengaruhi pergerakan harga minyak. Sebab, jika terjadi kenaikan suku bunga maka dapat meningkatkan bunga pinjaman dan memperlambat aktivitas ekonomi, yang kemudian berdampak pada penurunan permintaan minyak.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com