Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Henry Nosih Saturwa
Analis Bank Indonesia

Analis Senior di Bank Indonesia

Insentif Intermediasi Mendorong Hilirisasi

Kompas.com - 04/10/2023, 09:01 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PADA Juli 2023, International Monetary Fund (IMF) melaporkan ekonomi global diproyeksi tumbuh 3 persen pada 2023 dan 2024.

Pertumbuhan global yang belum menggembirakan salah satunya dipicu masih tingginya inflasi global di kisaran 6,8 persen pada 2023 dan 5,4 persen pada 2024, berdasarkan proyeksi IMF.

Umumnya rata-rata inflasi global berada di kisaran 2,2 persen berdasarkan data historis sepuluh tahun terakhir sebelum pendemi Covid-19.

Kondisi inflasi yang persisten tinggi ini masih akan direspons dengan peningkatan suku bunga bank sentral di negara maju yang inflasinya belum kembali normal.

Kebijakan ini tentunya akan berdampak pada terbatasnya pertumbuhan ekonomi negara maju yang mempunyai porsi besar terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi global.

Perekonomian dunia yang belum sepenuhnya pulih tentunya berpotensi memberikan risiko rambatan terhadap perekonomian nasional.

Industri perbankan nasional

Di tengah pertumbuhan ekonomi global yang masih tertahan, perekonomian Indonesia mampu tumbuh kuat dan stabil di angka 5,17 persen (year on year/yoy) pada triwulan II-2023 yang didorong permintaan domestik dan investasi.

Bahkan, Bank Indonesia memprakirakan ekonomi nasional akan tumbuh di kisaran 4,5-5,3 persen pada 2023.

Demikian pula dengan angka inflasi yang diprakirakan berada dalam kisaran target 3±1 persen pada 2023 dan 2,5 ± 1 persen pada 2024, sehingga memberikan ruang bagi perekonomian untuk tumbuh lebih tinggi lagi.

Namun demikian, pertumbuhan kredit pada 2023 masih lebih lambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Bank Indonesia mencatat, akumulasi pertumbuhan kredit industri perbankan pada Juli 2023 hanya mencapai 4,08 persen (year to date/ytd), lebih rendah dibanding Juli 2022, yang mampu tumbuh akumulatif sebesar 6,77 persen (ytd).

Pada periode sama, pelunasan kredit korporasi selama 2023 cenderung lebih tinggi dan berhati-hati dalam realisasi kredit yang tercermin dari melambatnya pertumbuhan belanja modal korporasi (capital expenditure).

Melihat fenomena wait and see para pelaku dunia usaha tersebut, diperlukan kebijakan yang dapat mendorong optimisme dunia usaha melalui pemberian insentif sektoral dengan “daya ungkit” yang besar bagi perekonomian.

Insentif Intermediasi

Untuk mendorong geliat dunia usaha, Bank Indonesia sebagai otoritas makroprudensial memberikan stimulus kepada industri perbankan, salah satunya melalui Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial atau KLM.

Kebijakan ini diimplementasikan melalui pengurangan giro bank di Bank Indonesia dalam pemenuhan Giro Wajib Minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.

Hal baru dalam skema insentif ini antara lain memasukkan cakupan kegiatan bank yang memberikan kredit atau pembiayaan kepada usaha Ultra Mikro (UMi) dengan plafon sampai  Rp 20 juta maupun yang disalurkan dengan skema channeling oleh lembaga jasa keuangan lainnya pada ekosistem pembiayaan UMi.

Selain itu, terdapat refocusing insentif untuk pembiayaan sektor prioritas dengan cakupan sektor hilirisasi minerba dan nonminerba (pertanian, peternakan dan perikanan).

Pemberian insentif KLM kepada perbankan yang menyalurkan pembiayaan sektor hilirisasi minerba menjadi strategis untuk mengakselerasi minat perbankan nasional untuk membiayai sektor tersebut.

Hal ini dikarenakan pembiayaan hilirisasi khususnya minerba saat ini masih didominasi sumber dana yang berasal dari luar negeri.

Sejalan dengan strategi pengendalian harga, insentif KLM juga diberikan untuk perbankan yang menyalurkan pembiayaan dengan cakupan hilirisasi pangan di sektor pertanian, peternakan dan perikanan.

Hilirisasi pangan akan membuka ruang peningkatan nilai tambah ekonomi domestik lebih tinggi sekaligus dapat diarahkan untuk menjaga stabilitas harga.

Namun demikian, saat ini industri pangan masih didominasi usaha skala kecil yang belum banyak melakukan hilirisasi dan penerapan teknologi masih rendah.

Berdasarkan survei Bank Indonesia kepada 184 korporasi pangan skala kecil, sebanyak 60 persen belum melakukan hilirisasi dengan porsi penguasaan teknologi level advance hanya kisaran 3 persen.

Selanjutnya masih terdapat 90 korporasi kategori besar yang belum melakukan hilirisasi dengan porsi mencapai 37 persen.

Data hasil survei tersebut menunjukkan masih terdapat potensi untuk mengoptimalkan hilirisasi pangan di Indonesia, sehingga insentif KLM menjadi strategis untuk mengakselerasi perluasan hilirisasi korporasi pangan nasional.

Pada akhirnya, ketentuan insentif KLM yang berlaku mulai 1 Oktober 2023 akan mendorong intermediasi industri perbankan untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi nasional yang strong, balance, sustainable dan inclusive sebagaimana dicita-citakan seluruh rakyat Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com