DALAM banyak organisasi dengan figur pemimpin yang kuat, satu hal yang bisa menimbulkan keresahan banyak pihak adalah saat sang pemimpin harus melepaskan tongkat estafetnya kepada penerusnya.
Dapatkah pemimpin baru mengukir prestasinya sendiri? Sejauh mana pemimpin lama akan membayang-bayangi penerusnya dan tetap campur tangan meskipun ia sudah lengser?
Kita sering kali melihat situasi dengan pemimpin yang tidak siap meninggalkan posisinya. Padahal. ungkapan umum yang sering terdengar adalah “persiapkan rencana lengsermu pada waktu kamu memulai kariermu”.
Kita sudah tahu bahwa segala sesuatu di dunia ini mengikuti siklus perubahan lahir-hidup-mati. Tidak ada yang abadi. Demikian pula dengan kepemimpinan.
Baca juga: Tata Krama di Dunia Digital
Bukankah setiap kepemimpinan akan menjalani berbagai tahap mulai dari masa adaptasi, masa “bulan madu”, masa berprestasi, kemudian memasuki masa senja dan akhirnya tenggelam? Sayangnya, meski semua tahu tentang hal ini, tidak semua pemimpin benar-benar menyadari bahwa mereka akan mengalami siklus ini.
Banyak yang sampai akhir jabatannya masih mengkhawatirkan kesuksesannya, bagaimana ia dapat meraih sukses lebih besar lagi, bahkan merasa bahwa waktu jabatannya tidak cukup untuk menyelesaikan semua misinya.
Ia pun kemudian sibuk mencari cara untuk menyelamatkan jabatannya untuk beberapa waktu lagi. Banyak kekhawatiran yang memenuhi benaknya. Ada yang menyangkut organisasinya, tanggung jawabnya, tetapi ada juga kekhawatiran mengenai diri dan keluarganya yang tidak lagi memiliki kekuasaan. Sesungguhnya, apakah transformasi kepemimpinan seperti ini benar-benar dapat dilakukan dengan mulus oleh para pemimpin?
Baca juga: Manusia Pembelajar
Pemilihan Arvind Krishna sebagai pengganti Ginni Rometty dipuji banyak pihak sebagai pilihan yang tepat dan menunjukkan komitmen Chairman sekaligus President and CEO IBM, Ginni Rometty, terhadap masa depan IBM.
Arvind yang telah sukses dalam memimpin akuisisi terbesar dalam sejarah IBM memang dianggap sebagai pilihan yang logis dengan kekuatannya terhadap teknologi cloud, setelah sebelumnya banyak berfokus pada jasa layanan di bawah kepemimpinan Ginni.
Ginni pun dipuji banyak pihak karena menyerahkan IBM ke tangan Arvind dalam kondisi yang jauh lebih baik daripada saat ia menerimanya empat dekade lalu.
Baca juga: Humor di Tempat Kerja
Jeff Bezos menyiapkan penerusnya, Andy Jassy, untuk meneruskan visi dan misinya di Amazon. Sementara itu, Bezos sendiri langsung sibuk dengan proyek-proyek lain yang mendukung inovasi Amazon. Dengan cara seperti ini, Amazon mendapatkan keuntungan dari keberadaan ruang inovasi yang berlipat ganda.
Dalam mengonsumsi buah, kita perlu jeli melihat kapan saat yang tepat. Terlalu cepat, rasa buah tentunya masih masam. Sementara kalau terlalu matang, apalagi sampai busuk, buah sudah tidak lagi bisa dikonsumsi.
Kita menyaksikan beberapa atlet yang begitu mencapai puncak prestasinya langsung mengumumkan pengunduran diri dengan beragam alasan. Ada yang merasakan kelelahan sehingga tidak dapat mencapai prestasi yang lebih tinggi lagi. Ada juga yang mulai menemukan antusiasme dalam bidang baru yang berbeda.
Baca juga: Membangun Rasa Percaya
Dengan perhitungan waktu yang matang, seorang pemimpin dapat meninggalkan nama harum setelah kepergiannya. Hasil karyanya menjadi legacy yang akan diingat publik sepanjang masa, bahkan tercatat dalam sejarah.
Bagi organisasi, pergantian pemimpin merupakan kesempatan baru untuk mendapatkan ide-ide segar yang dapat menawarkan perspektif baru. Berlandaskan kesuksesan yang sudah dibangun oleh pemimpin lama, pemimpin baru dapat melakukan eksplorasi pada area yang selama ini belum tersentuh, mencari celah kesempatan, memperbaiki inefisiensi, dan membuat target yang lebih ambisius.
Baca juga: Kemampuan Memimpin adalah Keterampilan Nonteknis
Bagi pemimpin sendiri, memasuki masa pensiun perlu dilihat sebagai peluang untuk menyambut kesempatan baru untuk melakukan hal-hal yang selama ini diidam-idamkan, tetapi tersisihkan karena fokus tanggung jawab pada organisasi. Kita bisa mempelajari olahraga baru, melakukan hobi yang terlupakan, menikmati eksplorasi tempat-tempat baru, ataupun memasuki dunia filantropi yang lebih menenteramkan hati.
Banyak pemimpin mempertahankan posisinya karena merasa tidak ada suksesor yang sudah siap menggantikannya. Sebelum hal ini terjadi, baiknya pemimpin mengevaluasi langkah-langkah persiapan yang dilakukannya saat ini karena mencetak pemimpin baru merupakan bagian dari tugas tanggung jawabnya sebagai pemimpin.
Bagaimana cara kita selama ini mengasah dan menggembleng para talenta agar siap untuk bersinar? Apakah mereka diberi kesempatan untuk mengalami peran memimpin di berbagai fungsi dalam organisasi?
Baca juga: Fakta-fakta Keburukan
Dalam organisasi-organisasi yang mapan, program pembentukan pemimpin berlangsung secara sistematis, mulai dari memilih dan membidik bibit terbaik, menyediakan program-program pembekalan untuk meningkatkan keterampilan, hingga memberikan kesempatan untuk mengalami tantangan dalam berbagai bidang penting di organisasi.
Suksesi tidak hanya pada pimpinan puncak, tetapi juga dapat terjadi pada berbagai level di organisasi sehingga kesadaran mengenai akan adanya pergeseran kepemimpinan sudah harus ditanamkan dalam benak setiap karyawan. Hal ini akan membatasi “ketidakpastian” yang beredar di seluruh organisasi karena transformasi kepemimpinan dipandang sebagai hal biasa yang lazim terjadi.
Kita perlu melihat proses transformasi ibarat permainan balok jenga. Bila penarikan balok dilakukan dengan gegabah, seluruh bangunan berisiko runtuh. Namun, bila dilakukan dengan penuh kehati-hatian, bangunan dapat tetap berdiri dengan baik.
Sebagai pemimpin, peran kita adalah memastikan bahwa organisasi tetap dapat berdiri dengan kokoh sampai waktu yang lama setelah kita tinggalkan.