Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memintal Serat Limbah Daun Nanas, Merajut Asa Keberlanjutan di Cikadu

Kompas.com - 05/11/2023, 14:00 WIB
Aprillia Ika

Editor

SUBANG, KOMPAS.com - Di tangan warga yang kreatif, upaya mengolah limbah daun nanas di Desa Cikadu, kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat, berbuah manis. Serat daun nanas mampu diolah, dipintal hingga dirajut jadi aneka produk, dari kain, tas, sepatu bahkan kini dikembangkan jadi pakan ternak, pupuk hingga kertas. Serat nanas pun, sudah masuk pasar impor dan mulai "dilirik" sejumlah negara.

Manfaat lain, warga Desa Cikadu pun makin mandiri dan berdaya lantaran limbah diolah jadi produk bernilai ekonomi.

Bersama-sama dengan PT Pertamina EP (PEP) Subang Field dalam program Pemanfaatan Serat Olahan Daun Nanas Subang (PESONA SUBANG), Desa Cikadu menerapkan keberlanjutan atau "sustainability" dengan strategi bebas sampah atau "zero waste" serta "circular economy" pengolahan limbah daun nanas.

Baca juga: Kisah Ershad, Mengolah Limbah Elektronik Jadi Perhiasan untuk Ekspor

Adalah Alan Sahroni, salah satu pemuda desa tersebut, yang sejak tahun 2020 tergerak untuk melakukan gerakan "zero waste" dengan mengolah limbah daun nanas yang biasanya hanya dibakar saja. Ia kemudian mengajak warga sekitar merintis usaha olahan daun nanas menjadi serat yang bernilai ekonomi sebagai bahan kain atau tekstil.

Memang, Kabupaten Subang merupakan wilayah penghasil nanas terbesar di Jawa Barat. Di wilayah ini, 1 hektar kebun nanas bisa menghasilkan limbah 14 ton daun nanas.

Lantaran limbah daun nanas sering dibakar, ISPA menjadi penyakit nomor dua di Desa Cikadu pada tahun 2020 dengan 878 kasus, berdasarkan catatan Puskesmas Cirangkong, salah satu fasilitas kesehatan setempat.

"Saya lulusan pendidikan tekstil, sehingga tergerak untuk mengolah serat daun nanas. Apalagi sebelumnya sudah "booming" olahan serat dari bambu," kata Alan, Jumat (4/11/2023).

Baca juga: Liu Suwarno, Mengolah Limbah Kayu Jadi Komoditas Ekspor

Proses produksi pemintalan serat nanas menjadi bahan kain di Desa Cikadu, Subang, Jawa Barat yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga, dalam kelompok Pineaple leaf Fiber (Pinlefi) yang diinisiasi local hero Alan Sahroni dan PEP Subang dalam program PESONA SUBANG. DOK. PEP Subang Proses produksi pemintalan serat nanas menjadi bahan kain di Desa Cikadu, Subang, Jawa Barat yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga, dalam kelompok Pineaple leaf Fiber (Pinlefi) yang diinisiasi local hero Alan Sahroni dan PEP Subang dalam program PESONA SUBANG.

Buka lapangan kerja warga desa

Ia kemudian merancang mesin khusus, yakni decorticator, untuk mengolah daun nanas jadi serat basah. Gayung bersambut, saat PEP Subang masuk untuk mengembangkan potensi desa di sekitar wilayah operasional mereka.

Sehingga, lahirlah kelompok Pinlefi, singkatan dari Pineapple Leaf Fiber. Selain itu, PEP Subang juga mendukung inovasi mesin yang diciptakan oleh Alan.

Dengan demikian, prinsip pemberdayaan pun tercipta. Petani nanas bisa memasok limbah daun nanas ke Kelompok Pinlefi seharga Rp 700-Rp 1.000 per kg, kemudian kelompok Pinlefi bisa memberdayakan ibu-ibu dan pemuda desa (karang taruna) untuk bekerja mengolahnya.

Baca juga: Warga Subang Ubah Limbah Daun Nanas Jadi Serat Bermanfaat

Alhasil, pada 2021 lalu kelompok ini mencapai pendapatan kelompok bahkan mencapai Rp 154,3 juta. Bahkan, serat daun nanas Cikadu tembus pasar ekspor ke Singapura, sebanyak 2,1 ton, senilai Rp 180.000 per kg.

Serat daun nanas Cikadu bahkan bersaing dengan serat serupa dari Thailand dan Vietnam. "Serat daun nanas kami bahkan dinamai Subang Fiber, yang lain pakai nama negara. Pihak pengimpor pilih kami karena seratnya bisa lebih panjang, sementara yang lain pendek," kata Alan.

Tak hanya Singapura, negara lain yang melirik serat daun nanas Cikadu juga dari Jerman dan Arab Saudi. Keduanya suah meminta sampel dari Alan. "Kendala kami adalah kontinyuitas produksi, karena pesanan dari luar negeri terus meningkat," lanjut Alan.

Baca juga: Limbah Putung Rokok Bisa Diolah Jadi Jam Tangan Hingga Pestisida

Karang taruna Desa Cikadu mengolah limbah daun nanas menjadi serat nanas dengan alat decorticator yang diciptakan oleh local hero Alan Sahroni, didampingi program CSR PEP Subang.DOK. PEP Subang Karang taruna Desa Cikadu mengolah limbah daun nanas menjadi serat nanas dengan alat decorticator yang diciptakan oleh local hero Alan Sahroni, didampingi program CSR PEP Subang.

 

Tantangan produksi hingga inovasi mesin tenaga surya

Untuk menjawab tantangan produksi itu, Pertamina EP Subang pun memberikan solusi melalui program CSR PESONA SUBANG. Inovasi yang diangkat di program PESONA Subang mencakup tiga hal.

Pertama modifikasi mesin serut atau dekortikator besar yang diberi penutup mesin sehingga lebih aman.

Kedua, inovasi dekortikator mini dengan segmentasi untuk penggunaan rumah tangga.

Ketiga, mengubah mesin penggerak (primeover) dekortikator mini mengunakan tenaga surya panel atau disebut decolacel.

Mesin decolacel dioperasikan menggunakan tenaga surya sehingga berkontribusi pada penurunan emisi sebesar 302.95 tonCO2eq per tahun dan penghematan listrik sebesar Rp 174.000 per bulan.

Decolacel ini bahkan telah mengantongi sertifikat Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) dan hak paten dari Kementerian Hukum dan HAM per Oktober 2023.

Baca juga: Apa Itu CSR: Pengertian, Model, Tujuan, Manfaat, dan Contohnya

Proses produksi serat daun nanas di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Produksi serat daun nanas ini didampingi Pertamina EP Subang dalam program CSR Pemanfaatan Serat Olahan Daun Nanas Subang (PESONA SUBANG) sejak 2020. DOK. PEP Subang Proses produksi serat daun nanas di Desa Cikadu, Kecamatan Cijambe, Kabupaten Subang, Jawa Barat. Produksi serat daun nanas ini didampingi Pertamina EP Subang dalam program CSR Pemanfaatan Serat Olahan Daun Nanas Subang (PESONA SUBANG) sejak 2020.

Senior Manager PEP Subang Field Ndirga Andri Sisworo mengatakan, Kelompok Pinlefi masuk ke program pemberdayaan warga di Pertamina untuk ring 2, yakni melihat apa yang bisa diperbuat Pertamina dengan nanas, selain dikonsumsi sebagai vitamin, serta limbah daun yang dibakar jadi polusi.

Dalam kesempatan itu, Pertamina bertemu dengan Alan sebagai local hero, dan terciptalah kerja sama antara kedua pihak agar bisa mencapai visi misi memberdayakan warga dalam program keberlanjutan.

“Sinergi dengan Kelompok Pinlefi dalam Program PESONA SUBANG diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat, mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dan mencapai pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan,” tutup Ndirga.

Baca juga: Menanam Mangrove, Mereduksi Emisi, Menuai Bisnis Keberlanjutan

Program PESONA SUBANG, merajut asa keberlanjutan di masa mendatang

Kepala Desa Cikadu Herman mengatakan, sangat gembira ada program Pertamina yang membantu Alan dan warganya semakin berkembang dan membanggakan.
"Betul-betul dari kampung bisa ke kota, dari serat nanas jadi kain dan bisa ada penghasilan," katanya.

Ke depan, Herman, Alan dan Pertamina EP Subang sepakat untuk mendorong kerja sama ini lebih jauh lagi. Ada sejumlah potensi yang bisa digali.

Pertama, potensi dari sisi bahan baku tekstil, kala banyak pabrik tekstil tutup garagara kekurangan bahan baku impor. Jika serat nanas mampu memenuhi permintaan pabrik kain lokal, tentu saja bisa menekan impor pada produk tekstil dan turunannya. Hal ini sesuai dengan program pemerintah untuk menekan impor.

Kedua, menjadikan inovasi mesin produksi serat nanas lebih masif lagi, agar lebih banyak daerah di Subang menciptakan keberlanjutan melalui pengolahan limbah daun nanas menjadi serat nanas. Bahkan, tak hanya Subang, bisa saja diproduksi untuk memenuhi kebutuhan daerah lain.

Ketiga, produk turunan serat nanas, misal jadi pakan ternak, pupuk, hingga kertas. "Sebagai pakan ternak ternyata serat daun nanas mengandung 50 persen karbohidrat, 25 persen protein dan 25 persen serat," kata Head of Communication Relation & CID Pertamina EP Zona 7 (Jawa bagian barat) Wazirul Lutfi.

Ia menambahkan, pemanfaatan limbah daun nanas jadi pakan ternak sudah berjalan namun belum ada penelitian ulang apakah dampaknya signifikan ke ternak warga, walau dari sisi fisik ternak terlihat ada perkembangan.

Sedangkan pemanfaatan limbah potongan serat daun nanas saat ini dikembangkan jadi kertas, yang kemudian diserap oleh Pertamina.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com